Mata Kanan

Seperti embun yang menggantung di ujung daun, titik merintik meneduhkan hari. Atau seperti nuri yang berkicau bersahutan tak henti, menjelma simfoni paling puisi. Atau seperti embusan angin yang memasuki kisi-kisi jendela, bersemilir membawa aroma bahagia. Aku memaknai kamu sebagai keindahan pagi. Lugu senyummu yang merona begitu memesona. Teduh, menyegarkan, dan tentu saja menghadirkan kebahagiaan. Teduh tatap matamu yang sayu pernah membuatku betah berlama-lama tersungkur di situ. O, Key, aku tenggelam ke dalammu.

Maafkan aku yang mengawali surat ini dengan kata-kata picisan, aku hanya ingin kau tahu bahwa berada dekat denganmu adalah sebuah kebahagiaan. Mungkin kau belum begitu dalam mengenalku, tapi sungguh, Key, aku lebih tahu dari apa yang kau percaya bahwa aku tahu. Hahaha ironi bukan? Biarlah, Key. Suatu saat, kau akan mengetahui bahwa aku sesungguhnya tak pernah jauh. Begitu dekat denganmu.

Aku merasa bahagia saat membaca suratmu kemarin. Sepertinya kau memang sudah memahami apa yang harus kau lakukan. Merelakan dan melepaskan memang tak pernah mudah, Key, tapi lakukanlah. Kelak, akan tiba saat ketika kau tak akan lagi menangis meratapi kenangan, justru kau akan menertawai betapa terlambatnya kau beranjak untuk meneruskan perjalanan. Masa ketika kau sudah mampu berdamai dengan hatimu sendiri.

Membaca kisahmu dari buku Lelaki, Gadis, dan Kopi Campur Garam membuatku terenyak. Betapa indah cerita itu. Sepertinya aku akan mencari bukunya untuk membaca setiap kisah yang ada di dalamnya. Terima kasih atas ceritamu, banyak hal yang aku pelajari. Mungkin nanti aku akan menerapkannya pada permasalahan lain. Permasalahan sedih dan bahagia bukan hanya tentang cinta, kan? Hahaha

Aku akan menceritakan sedikit tentang diriku. Semoga bisa menjadi bayangan dalam imajimu, bagaimana sesungguhnya aku.

Hhm..
Di mulai dari mana, ya, Key?
Jika aku mulai menceritakan seperti apa rupaku, aku takut kau keliru mengimajinasikannya. Tapi baiklah, tak bagus membuat perempuan penasaran. Tinggiku tak seberapa, mungkin hanya lebih tinggi sejengkal dari kepalamu. Mataku bulat sempurna, seperti bulan kala purnama. O, bukan berarti indah, Key. Yang ingin aku katakan adalah mataku besar dari ukuran biasanya. Hahaha. Bentuk mukaku bulat, hanya agak tirus di bagian dagu. Hidungku tidak terlalu mancung seperti punyamu, tapi cukuplah untuk bisa menghirup udara dengan leluasa. Hahaha.

Aku pernah menceritakan, kan, bagaimana pekerjaanku? Kalau di waktu lalu aku hanya menjadi penulis lepas di sebuah website, sekarang aku diangkat menjadi staff promosi di perusahaan itu. Meski hanya pegawai freelance, tapi penghasilannya sudah lebih baik dibanding kemarin. Apa kau mau kutraktir pada gaji pertama nanti? Tapi tidak lebih dari semangkuk cireng ya, Key? Hahaha. Bercanda. Jangankan semangkuk cireng, Key, dengan gaji pertamaku nanti, aku bisa membelikanmu candi Borobudur. Apa kau mau, Key? Mungkin bisa jadi penghias untuk halaman rumahmu. Hahahaha

Aku tidak bermaksud menjadi lelaki menyebalkan dengan kesombongannya pada gaji pertama. Tapi memang begitulah adanya, Key. Ahzeg. Silakan bila kau mau melempariku dengan batu bata. Aku sudah siap menangkisnya dengan tanganku sendiri. Hahaha

Sepertinya aku terlalu banyak tertawa dalam surat ini, Key.
Ah, sudahlah. Aku ingin mengakhiri surat ini dengan kalimat sederhana dari Gloria, tokoh animasi dari film Madagascar.


“It's crazy to think I had to go half way round the world to find the guy who's perfect for me was right next door...”


Tak perlu jauh mencari, boleh jadi ada yang begitu dalam mencintaimu di sisi kiri.

Salam,
Al.

Ps: Aku menyelipkan selembar fotoku dalam surat ini. Aku memotongnya menjadi empat bagian, bagian pertama ini adalah mata kananku. Kelak, ketika sudah lengkap empat bagian, kau akan tahu siapa aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kategori Utama