Cerita Dalam Cerita

Selamat siang, Key.
Aku hampir berpikir bahwa kau tak mau membalas suratku lagi. Resah paling menjemukan adalah ketika engkau tak tahu apa sebabnya, tiba-tiba menikam hati hingga terasa perih. Membuatmu kelimpungan oleh hal-hal yang tak kau tahu apa yang ingin dilakukan. Maka pada akhirnya, kau hanya akan mondar-mandir dengan kepala yang disesaki kecemasan, —yang tentu saja—, engkau pun tak tahu karena hal apa. Pernahkah kau merasakan hal itu dalam hidupmu, Key?

Lima hari kemarin, hanya hal itu yang aku lakukan. Duduk termangu sambil mendekap lutut, atau sesekali berdiri untuk mondar-mondir tidak jelas. Entahlah apa yang sebenarnya aku alami. Sampai suatu ketika aku tersadar, bahwa suratmulah penyebabnya. Aku menunggu kabarmu. Menantikan sapa yang menyampaikan bahwa kau baik-baik saja. Memberitahuku apa saja yang kau lakukan. Sebuah salam yang membawa pesan tentang dirimu. Kabarmu menenangkanku. Itu yang aku pikirkan.

Key,
Aku bersyukur bahwa kau sudah jauh lebih baik, tak lagi menangisi kehilangan. Biarlah segala kesedihanmu menguap seiring senyum yang kau tampilkan. Jangan izinkan air mata jatuh lagi dari kedua pelupuk matamu. Cukuplah kau menangis sebentar untuk sekadar menunjukkan bahwa kau memiliki perasaan. Tetaplah tersenyum, Key. Itu yang aku harapkan.

Apa kau masih ingin mendengar dongeng dariku, Key?
Suatu kali, ada seorang nenek yang membawa cucunya jalan-jalan ke sebuah pameran keramik. Nenek itu menghabiskan waktu bersama cucunya untuk mengunjungi rak demi rak keramik yang dipamerkan. Menikmati setiap keindahan-keindahan tembikar yang berada di sana. Sampai suatu ketika, sang cucu bertanya bagaimana bisa ada keramik seindah itu. Lalu sang nenek berkata sambil menatap mata si cucu, “Kau tahu, nak? Untuk bisa menjadi keramik yang indah dibutuhkan proses yang tak sebentar dan menyakitkan. Pada awalnya, seorang seniman tembikar akan mengambil tanah liat di dasar-dasar sungai yang dalam. Memilih tanah liat mana yang sesuai untuk dijadikan tembikar. Lalu kemudian membawanya ke sebuah alat pemutar untuk membentuknya menjadi sesuai yang diinginkan. Memutarnya ke kanan, memutarnya lagi ke kiri hingga bisa terbentuk. Betapa menyakitkannya itu bagi sang tanah liat. Tak hanya itu, nak. Seusai terbentuk, tanah liat itu kemudian di bakar di perapian. Betapa panasnya suhu di sana. Tanah liat yang cokelat mulai menghitam akibat kepanasan. Saat sudah mulai mengeras dan kuat, tembikar yang berasal dari tanah liat itu kemudian dihias oleh sang seniman. Menciptanya menjadi seni keramik yang indah dan bernilai. Kebanyakan orang tak pernah tahu, bahwa keindahan yang mereka lihat dari seni keramik itu sebenarnya berasal dari tanah liat yang kotor dan bau.”

Key, itulah yang Tuhan inginkan kepadamu. Sang Maha Seniman itu sedang membentuk kamu menjadi sesuatu yang indah. Setiap proses yang kau alami dengan segala kesedihan dan kenestapaan hanyalah tahapan untuk mencapai keindahan. Maka nikmati prosesnya, hingga akhirnya kau bisa menjadi perempuan yang jauh lebih memesona dari yang kau bayangkan. Tetaplah tersenyum. Karena dari sanalah ketegaranmu berasal.

Salam hangat penuh doa,
Al.


Ps: Anyway, aku sudah melihat fotomu saat tersenyum. Betapa cantiknya kamu. Foto itu sudah aku bingkai dan aku letakkan di meja kerjaku. Tak apa, ya? Hehehe.
Saka pasti pandai memotret. Ia bisa mengabadikan keindahanmu dengan sangat baik. Benar kan?



2 komentar:

Kategori Utama