Between Us; There's No Long Distance About Love

"There's no long distance about love, it always find a way to bring hearts together. No matter the miles in between."

Kita kerap menjaga jarak pada hal-hal yang tidak kita mengerti, padahal boleh jadi, apa yang kelihatannya tak menarik, ternyata adalah sesuatu yang memesona. Seperti misalnya, ketidakmengertian kita pada kimia membuat kita menjaga jarak pada hal-hal berbau unsur dan senyawa.  Atau ketidakmengertian kita pada berhubungan cinta jarak jauh, sudah lebih dulu membuat kita menghindari sebelum sempat mencobanya. Kita sudah lebih dulu menjauh sebelum sempat mengenalnya lebih dalam. Padahal, kimia atau long distance relationship tak semenjengkelkan kelihatannya, kok.

Baik kimia maupun long distance relationship punya satu kesamaan, dihindari hanya karena tidak mengerti.

Namun, Fahrul Sani membuktikan dalam bukunya yang baru saja terbit, Between Us; is it chemistry or love? bahwa kimia sebetulnya sangat dekat dengan kita. Kimia ada dalam setiap cinta yang kita rasa, sebab jatuh cinta itu sendiri merupakan proses kimiawi. Di antara senyawa kimia aktif pada saat jauh cinta adalah dopamin, norepinefrin, dan endorfin. Perasaan resah akibat membayangkan teduh dan sayu tatap matanya adalah hasil dari reaksi norepinefrin yang sedang bekerja. Dada berdebar saat melihatnya dari kejauhan lalu merasakan tentram di dalam kepala saat ia menyapa dengan lengkung senyumnya yang pikat terjadi karena adanya reaksi endorfin. Atau perasaan senang dan bahagia saat mampu berdekatan dengannya membuktikan bahwa dopamin bereaksi dengan sempurna.

Begitu pun dengan cinta jarak jauh. LDR tak semengerikan kelihatannya. Sebagai duta LDR regional Parung dengan motto memasyarakatkan LDR dan meng-LDR-kan masyarakat, saya ingin memberitahu sebuah rahasia kecil; tak ada jarak bagi sepasang manusia yang sedang jatuh cinta, betapapun jauhnya rindu selalu mampu membuatnya menjadi dekat. Tanpa sekat. Lekat. Saya beri satu contoh, hanya anak LDR yang mengerti indahnya cinta dalam doa yang dipanjatkan tiap malam dengan harapan Tuhan selalu menjaga meski ia jauh di sana. Adakah yang lebih hangat dari doa yang memeluk saat kau lelap dalam tidur yang lena?

Maka, pada akhirnya, betapapun menjengkelkan dan menyebalkan seperti kelihatannya, cinta membuat segala hal rumit menjadi sederhana. Mengutip kata-kata Fahrul Sani dalam buku Between Us, "Hubungan sepasang manusia yang sedang jatuh cinta itu seperti ikatan ionik di ikatan kimia. Ikatannya berupa serah terima elektron antar dua atom yang sifatnya melengkapi atom yang kekurangan elektron."

Ketabahan dalam menerima dan ketulusan untuk memberikan pengorbanan betapapun jauhnya sekat yang membentang sepasang anak manusia adalah cinta.



Between Us; is it chemistry or love telah tersedia di toko buku
Selengkapnya

Maaf Dik, Kakak Terlalu Sibuk

Dari semua hal yang datang lalu hilang, ada beberapa hal yang saya rindukan. Berlari riang di bawah rinai hujan, mengambil beberapa permen di warung depan rumah tapi tidak bilang-bilang. Atau menyembunyikan baju dalaman ibu di bawah tempat tidur, sebab saya sungguh menyukai teriakan ibu dari dalam kamar yang mencari-cari hingga kelimpungan. Saya kerap cekikikan sambil berlalu dan berlari membawa layangan ke lapangan. Tak menghiraukan ibu yang mengacungkan baju dalamannya dengan mata melotot memberi ancaman.

Ada sesuatu —entah bernama apa— di masa kanak lalu yang membuat hidup terasa menyenangkan. Tidak ada persoalan angka-angka yang membuat segala hal diukur menjadi beda, selain menghitung dan menjawab tuntas PR matematika, —tentu saja. Tak ada selisih paham yang membuat hilang akal dan rasa kemanusiaan karena di buku pelajaran pendidikan moral dasar telah tertera rapi bagaimana contoh cara untuk menghargai dan bertoleransi. Penyeragaman hanya ada pada hari Senin, itu pun karena ada upacara bendera. Perbedaan menjadi pilihan menyenangkan karena siapapun boleh menjadi apa saja yang mereka inginkan. Tak ada yang saling sindir atau baku hantam saat ada yang menjadi Superman, Batman, Robin, Joker, bahkan Si Buta Dari Goa Hantu, karena menjadi beda adalah pilihan.

Di titik nadir kecemasan saya mulai bertanya. Seiring bertambahnya usia, haruskah mendewasa? Sebab dewasa terasa begitu menyebalkan. Saling sapa dan tertawa saat bertemu, lalu membicarakan aib hingga menggunung saat sudah saling berpaling punggung. Menjejak langkah kaki cepat bertap-tap di pagi buta lalu diperkosa kesibukan hingga lupa kapan menikmatinya. Berhaha-hihi di jagat maya, menyapa siapa saja di penjuru dunia, sementara tak hafal siapa nama tetangga di samping rumahnya.

Lalu mengapa pula harus menjadi dewasa? Jika pada akhirnya, hanya membuat manusia telah mati bahkan sebelum sempat kehilangan nyawa.

Mungkin suatu kali, kita perlu membangunkan anak kecil yang sempat tertidur di dalam jiwa. Untuk kembali berbahagia pada hal-hal sederhana.
Selengkapnya

Polaris

“Sejauh—jauh aku tersesat, bayang wajahmu menjelma bintang menuju pulang.”

Ada satu bintang paling terang di ujung utara lautan, — aku lupa nama bintangnya apa, nahkoda sempat menyebutnya tapi aku luput untuk mencatat, mungkin setelah ini akan ku-googling— yang menjadi kompas dan pemandu para pelaut menuju pulang. Tak peduli seberapa buruk cuaca, tak masalah seberapa besar ombak, tak acuh seberapa gelap langit pekat, bintang itu selalu berdiri di sana dengan gagah. Seolah mengisyaratkan dengan segala keteduhan dan kebijaksanaannya untuk berkata pada para pelaut yang linglung dan kelimpungan, “Kemarilah. Tak perlu cemas dan takut. Ada aku di sini. Ikutilah cahaya, maka kau akan menemukan jalan menuju pulang.”

Lalu seperti laut yang tunduk pada angin dan menjadikannya ombak, atau seperti kemudi yang taat pada putaran roda dan menjadikannya perubahan arah, para pelaut yang tersesat itu akan berduyun-duyun patuh mengikuti cahaya. Agar dapat pulang tanpa tenggelam.

Dalam hidup, aku bukanlah pelaut ulung yang paham mana arah utara dan selatan. Pejalan yang kerap tersesat dan kebingungan. Namun, di balik itu semua, aku telah punya satu bintang sendiri. Sinarnya terang tapi tak menyilaukan. Memesona dengan segala kesederhanaan dan ketabahannya.

Kali ini, aku tak perlu repot-repot mencari namanya di internet dengan berselancar di google untuk sekadar mengetahui nama bintang itu. Sebab, aku telah teramat tahu, kenal, dan paham. Bintang paling memesona yang selalu ada. Menjadi arah yang kutuju untuk pulang.
Bintang itu kamu.

Padangbai — Lembar
6 Agustus 2015

Selengkapnya

Kita Pernah Berjanji

Kita pernah berjanji akan menjejakkan kaki sejauh yang kita bisa. Membaui aroma laut yang bersemilir mesra. Mengelilingi jalanan kota di atas kecepatan 50 km/jam. Atau bahkan memetik mentari di puncak gunung, sebab tak ada gunung yang lebih tinggi dari mata kaki kita selama kita mampu mendaki puncaknya.

Kita pernah berjanji untuk tak pernah melepaskan genggaman tangan saat mewujudkan mimpi. Karena seperti katamu, “Meski sendiri itu baik, berdua jauh lebih indah.”

Kita pernah berjanji akan saling menemani bagaimana pun keadaannya. Menjadi peluk yang selalu mendekap saat sendu dan sembab. Penghangat dari setiap kesedihan yang kerap kali membuat gigil. Karena seperti yang kita pernah pahami, tak ada yang paling menenteramkan selain memiliki teman untuk berbagi penderitaan.

Kita pernah berjanji untuk selalu bersama. Saling mengisi kekurangan untuk menyempurkan. Sampai akhirnya kau pergi tanpa pamit dan permisi. Menyisakan repih mimpi menjadi setumpukan abu dari catatan rencana yang tak jadi. Yang manakala tersapu angin berlalu. Dan berembus hilang; terbang.
Selengkapnya

Perempuan yang Memeluk Bayangannya Sendiri

“Dion menamparku lagi,” katamu dengan suara serak di sudut kafe Kedai Kopi Kemang. Sepanjang yang aku lihat, lebam tercetak jelas di pipi kananmu.
“Harus berapa banyak lagi tamparan yang kau terima untuk membuatmu sadar bahwa suamimu bukan seseorang yang pantas untuk kau pertahankan?” kataku geram. Tentu aku marah dengan suamimu. Namun, tak ada yang lebih membuatku kesal selain menerima kenyataan yang berada di depan mataku saat melihatmu begitu ringkih di hadapan perasaanmu sendiri.
“Dia tak sengaja, An. Dia hanya sedang marah. Aku tahu sebenarnya dia mencintaiku."
Aku menatap matamu dengan nanar sekaligus iba.
“Cinta tahi kucing! Kalau ia benar mencintaimu, ia tak akan tega menyakitimu, Sya.”
“Iya, aku mengerti. Tapi aku juga tak bisa berhenti menyalahkan diriku sendiri karena tak mampu menenangkannya saat ia sedang marah, An.”
“O, come on, Sya. Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri. Jangan menjadi pandir yang tak bisa membedakan mana cinta mana ketidakwarasan.”
“Bukan begitu, An. Aku hanya...”
Kau kembali menangis. Kali ini lebih terisak. Aku membiarkanmu larut dalam kesedihanmu sendiri. Tak ingin lagi memberi sesi ceramah yang sudah kulakukan berulang kali tapi tak pernah kau terima dengan akal sehatmu.

Benar kata Bagus Netral, cinta itu memang gila. Bisa-bisanya cinta merenggut kewarasanmu.

Ah, Syakila. Perempuan idolaku sepanjang masa, yang kecantikannya saja membuatku gugup, bisa-bisanya menjadi buta untuk melihat kebahagiaannya sendiri. Kalau saja kau tahu, Sya. Di depan matamu, nih, ada seseorang yang sedari dulu ingin kau tatap sebagai pemilik hati yang pantas kau cintai. Seseorang yang tak pernah absen untuk datang saat kau minta, meski permasalahan yang kau sampaikan itu-itu saja. Seseorang yang hadir untuk menyeka air matamu, membantumu menghapus kesedihan teramat yang diciptakan oleh lelaki yang katanya kau cintai. Hey, andai kau mau sedikit saja membuka matamu lebar-lebar, Sya, lalu memberikanku kesempatan untuk kau tatap sebagai seseorang yang kau cintai, mungkin kau tak perlu merasakan perih pedih seperti ini. Boro-boro membuatmu lebam dan membiru, untuk melihatmu menangis saja rasanya tak akan tega. Sebab aku akan selalu membuatmu bahagia bagaimana pun keadaannya.

”Maaf, Anita. Aku kebawa emosi. Jadi aku harus bagaimana?”

Aku gelagapan demi mendapat pertanyaanmu yang tiba-tiba memecahkan lamunanku.

“SHIT!" teriakku dalam hati.
Selengkapnya

Kutulis Saat Tak Bisa Menulis

Tulis saja setiap hal yang dikehendaki hati dan pikiran untuk dituangkan. Sebab apalagi yang disisakan kematian, selain kenangan dan kata—kata.


Bersama keheningan.
Aku menulis dalam diam.
Sedikit kesulitan kueja makna dalam perputaran jam.
Sambil perhatikan detak waktu yang kian menghantam.
Kucoba untuk tetap menulis.
Dalam diam.

Ya, menulis!
Mereka bilang menulis itu sulit. Aku pun demikian. Tak mudah memaknai setiap keadaan dengan sebuah tulisan. Saat memaksa jemari menari dalam pentas susunan kata, melompat dan berputar dari setiap diksi dan rima, menggabungkannya menjadi ejaan penuh makna.
Sulit bukan?

Aku masih memikirkannya.
Memilih dan memilah kata. Mengukur dan menimbang makna. Mencocokkan antara diksi, ritme, dan rima. Ah..., kesulitan aku memikirkannya!

Menulis memang sulit.
Terlebih dalam waktu yang terus menghimpit.
Ideku pun terasa sesak karena terjepit.
Semua jadi muram dan berbelit.

Andai hidup adalah tentang logika dan hati.
Mungkin akan lebih mudah menulis dengan pena hati. Mereka bilang, hati tak akan pernah membohongi diri. Aku pun sependapat dengan ini. Maka, kini kucoba menulis dengan hati. Memikirkannya sepenuh hati. Menimang-nimang kata dengan hati-hati.

Senja mulai temaram kini.
Selubung petang mulai menyelimuti.
Aku masih di sini.
Mencoba pahami dan menghayati.
Membaca diri dalam hidup yang terus berotasi. Lalu mencoba menoreh kertas dengan pena hati.

Ah...
Kertasku masih putih.
Aku masih belum bisa menulis.
Sedangkan ronta di dada kian terdengar miris.
Meneriakkan kesulitan yang tak kunjung habis.

Ingin rasanya kubunuh waktu dari perputaran dunia!
Agar aku dapat bebas bereksplorasi mencari makna dalam sebuah kata. Lalu mulai menuliskannya, menjadikannya mutu manikam yang terasah sempurna.

Baru saja aku berpikir untuk memenggal waktu.
Malam beringsut menggangguku dengan kantuk yang memburu.
Ah...
Kalau sekarang aku lelap dalam tidur lena, pasti esok aku akan terjaga dalam keadaan tanpa makna.
Kehabisan ide.
Kehilangan cerita.
Demam kata.
Bisu.
Tanpa makna.
Tak abadi.
Tak berarti apa-apa lagi.
Lalu halaman kertas kembali usang.
Kosong.
Tanpa tulisan.

"Dalam bening malam.
Kumenulis dalam diam.
Dalam hening malam.
Kuteriak dalam diam..."
Selengkapnya

Jeruk Untuk Nenek

Hari sudah terlampau sore untuk kakek tua bertopi jerami datang ke kebun. Kami mengenal bapak tua itu sebagai seseorang yang gemar mendongeng. Biasanya, pada sore seperti ini ia lebih senang untuk duduk-duduk di kursi goyang kesukaannya sambil menikmati bias jingga senja yang masuk melalui kisi-kisi jendela. Setelahnya, ia akan memanggil kami, —para anak panti— untuk berkumpul dan duduk melingkar, menjadikan ia sebagai pusat perhatian.

Lalu, saat kita sudah duduk dengan saksama, ia akan membuat kami terpesona dengan cerita-cerita petualangan si kancil dan timun emas yang ia dongengkan. Sore itu, tak ada dongeng tentang petualangan si kancil atau timun emas. Hanya ada raut wajahnya yang keriput dan cemas. Berpamitan kepada kami untuk mengambil jeruk di kebun belakang rumah dengan suaranya yang bergetar dan parau. Kami serempak bertanya, “Untuk apa ke kebun, Kek? Hari sudah sore.” “Hari ini dongeng libur dahulu. Kakek mau ambil jeruk untuk nenek. Nenek ingin makan jeruk,” katanya.

Kami serempak mengikutinya berjalan dari belakang. Agar bila ia terjatuh, kami bisa segera memapahnya karena jalan menuju kebun sedang licin-licinnya. Sesampainya di kebun, kakek tua bertopi jerami memetik buah jeruk satu per satu. Memasukkannya hati-hati ke dalam keranjang yang ia cangklongkan di tangan kanan. Sesekali mendengarnya bersenandung pelan menyanyikan lagu Yesterday dari The Beatles. Salah seorang dari kami menceletuk dari belakang, “Kakek, banyak sekali memetik jeruknya. Untuk siapa?” “Kan kakek sudah bilang. Jeruk ini untuk nenek. Nenek sedang sakit, ia pengin sekali makan jeruk. Barangkali setelah makan jeruk nenek bisa sembuh.”

Hening memenuhi udara. Tak ada yang menjawab atau bertanya lagi. Hanya kemudian kami semua serempak menangis dan menyuruh kakek pulang. “Kakek, mari pulang. Nenek sudah tiada.” Setahun yang lalu, nenek meninggal pada saat musim panen jeruk seperti saat ini. Dan ia belum sempat memakan jeruk yang ia tanam di kebun belakang rumah panti.
Selengkapnya

Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri

Gelap.
Itu kata pertama yang terlintas di kepala saya saat selesai membaca kumcer setebal 292 halaman karya Bernard Batubara terbitan GagasMedia ini. Buku Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri memuat 15 cerita, 3 di antaranya pernah dimuat di surat kabar. Dalam buku ini, Bara banyak memainkan karakter yang tak biasa (kalau tak mau menyebutnya aneh), seperti pohon, meriam, malaikat, bahkan kuntilanak sebagai metafora dan personifikasi dari realitas sosial dan permasalahan kemanusiaan yang terjadi di sekitar kita saat ini.

Hal pertama yang ingin saya sampaikan sebelum kau membaca buku ini, hilangkan prasangka bahwa Bara adalah penulis novel picisan yang kerap gombal dalam setiap tulisannya tentang cinta, sebab dalam buku kumpulan cerpen ini kau akan menemukan warna berbeda dari novel-novelnya yang pernah kau baca. (Psst... saya bahkan sempat mengumpat bangsat berkali-kali saat selesai membaca cerita yang termuat di dalamnya).

Kedua, tekan ekspektasi bahwa kau akan berbahagia saat pelan-pelan mengeja dongeng cinta yang dituliskan Bara. Sebab, kau tak akan menemukannya. Kelima belas kisah yang dituturkan secara lembut sekaligus menghentak dalam waktu lain akan membuatmu frustasi dan mau—tidak mau, suka—tidak suka, akan membuatmu mengangguk dan menyetujui sambil menggumam, “Iya. cerita ini benar dan nyata keberadaannya. Saya pernah melihatnya sendiri."

Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri merupakan representasi dari kemalangan, getir, patah hati, dendam, kesengsaraan, keputusasaan, bahkan kematian yang disebabkan cinta. Bara, —dalam karier penulisannya telah berhasil mengubah warna dan suara dalam tulisan prosanya. Lihat saja bagaimana ia membuat penggambaran tentang fenomena pelecehan seksual anak di bawah umur dan perisakan di dalam kepala Tompel, —seorang anak penderita down syndrome pada cerita Seribu Matahari untuk Ariyani, atau cerita getir tentang pemerkosaan dalam cerita Meriam Beranak. Atau membaranya dendam masa lalu pada cerita Lukisan Nyai Ontosoroh dan Menjelang Kematian Mustafa. Atau sunyi dan heningnya kesepian, penantian, dan keputusasaan dalam cerita Hamidah Tak Boleh Keluar Rumah dan Seorang Perempuan di Loftus Road. Atau jika kau suka membaca cerita yang menyelipkan kejutan, sila baca cerita Nyctophilia, kisah tentang seorang pengidap obsesi terhadap gelap yang sedang menjalin hubungan tanpa komitmen dengan seorang imigran.

Dari semua penggambaran karakter dan cerita, satu judul yang paling saya suka adalah Seribu Matahari untuk Ariyani. Dengan kalimat patah-patah yang tidak lebih dari 7 kata, repetisi, dan metafora yang lugu, Bara menciptakan suasana jatuh cinta dari seorang tokoh penderita down syndrome dengan berhasil. Seolah kita sedang bermain-main untuk melihat-lihat isi kepala tompel. Di bagian ini pula saya beberapa kali mengumpat bangsat seperti yang saya bilang di awal tadi.

Pada akhirnya, saya merekomendasikan buku ini untuk dibaca. Tidak hanya untuk menikmati kisah di dalamnya, melainkan juga untuk dipelajari bagaimana cara mengembangkan ide dan topik, penokohan, juga bagaimana cara membangun alur dan plot dalam sebuah cerita pendek.

Chiao!
Kalau sudah baca bukunya, beri komentar tentang bagian cerita yang kamu suka, ya!

“kata bara, jatuh cinta adalah cara terbaik untuk bunuh diri. kepadamu, aku ingin bereinkarnasi berkali bergenerasi.”


Selengkapnya

rindu itu apa

“rindu itu apa?” tanyaku pada seorang yang terabaikan. ia bergeming, lalu duduk mendekap lutut. rindu, segetir itukah?

“rindu itu apa?” tanyaku pada seorang yang kesepian. ia diam, lantas menyudut di tepi dinding kusam. rindu, sedingin itukah?

“rindu itu apa?” tanyaku pada seorang yang ditinggalkan. ia membuang muka, lantas beringsut menjauh. rindu, seperih itukah?

“rindu itu apa?” tanyaku pada seorang yang patah hati. ia tercekat, lalu embun mulai jatuh dari kelopak matanya. rindu, sepedih itukah?

“rindu itu apa?” tanyaku pada seorang yang sedang mencintai diam-diam. ia bersimpuh, lalu bergumam memanjatkan doa-doa. rindu, sehening itukah?

“rindu itu apa?” tanyaku pada seorang yang terluka. ia berpaling, sesak, dan berpetir air mata. rindu, sesakit itukah?

pada akhirnya, aku tetap tak tahu rindu itu apa. sampai suatu ketika kau datang bersama riang. lantas pergi menyisakan kehilangan.
Selengkapnya

Dragon Ball, Isra Mi'raj, dan Pentingnya Shalat

Masa kecil kita dulu, —atau saya setidaknya, menikmati pagi hari dengan sajian kartun-kartun yang menyenangkan. Di antara semua kartun yang saya sukai salah satunya adalah Dragon Ball, sampai-sampai lagu pembukanya pun saya ingat. Berikut ini adalah videonya.



Namun, tahukah kalian? Menurut saya, lagu tersebut pasti terinspirasi dari peristiwa Isra Mi'raj Rasulullah saw. Tak percaya? Baiklah, karena selain saya tampan tetapi juga baik hati, saya akan menjelaskannya dalam tulisan ini. Perhatikanlah petikan lirik awal lagu ini.

“Orang pun datang dan akan kembali.
Kehidupan kan jadi satu.”

Bila dikaji dengan kajian semiotika, lirik ini dapat dipahami sebagai; semua yang hidup dan diciptakan pasti akan mati dan kembali kepada penciptanya.

Apabila lirik ini ditelisik lebih dalam, kita dapat mengetahui bahwa terdapat subliminal message yaitu terkait dengan perjalanan hidup manusia saat di dunia dan di akhirat.

“Di kehidupan yang kedua. Pasti kan menjadi lebih indah. Siapakah yang dapat melaksanakan. Sekarang berusaha mewujudkannya.”

Pada lirik tersebut, secara gamblang telah dijelaskan bahwa kehidupan yang kedua dalam hal ini berarti kehidupan setelah mati ada sesuatu yang lebih indah. Sehingga, di kehidupan dunia banyak orang yang berusaha mewujudkannya dengan melaksanakan sesuatu. Namun, pelaksanaan apakah yang dimaksud?

“Cahaya cinta perlahan menyilaukan. Itulah mimpi kehidupan kedua. Mimpi itu dari mana datangnya.”

Pada lirik tersebut, aku (lirik) mempertegas pernyataannya. Bahwa ada cahaya cinta yang menjadi impian di kehidupan kedua kelak, tapi dari manakah kedatangannya? Bagaimana cara meraih impian itu? Semua pertanyaan tersebut segera terjawab pada penggalan lirik berikutnya.

“Jawabnya ada di ujung langit
Kita kesana dengan seorang anak
Anak yang tangkas dan juga pemberani..”

Ternyata, untuk mendapat jawaban dari pertanyaan sebelumnya, kita harus mencarinya ke ujung langit. Namun, bagaimana mungkin kita bisa ke ujung langit sementara untuk terbang ke atas awan saja kita sudah mabuk udara? Rupanya, kita tak perlu bersusah payah ke ujung langit untuk bisa mengetahui jawabannya. Sebab, telah diutus seorang teladan yang mulia untuk mengemban tugas itu. Ia adalah Rasulullah saw. Hal ini sebagaimana yang disampaikan dalam surat Al Isra ayat 1 tentang perjalanan Rasulullah saw dalam peristiwa Isra dan Miraj. Untuk penjelasan lebih lanjut tentang peristiwa Isra Mi'raj, teman-teman dapat memperolehnya melalui penjelasan Syaikh Al Albani rahimahullah dalam kitab beliau yang berjudul Al Isra` wal Mi’raj.

Lalu, apa kaitannya antara peristiwa Isra Mi'raj dengan pertanyaan aku (lirik) dalam lagu Dragon Ball? Hal ini dapat diketahui dari penggalan lirik berikutnya.

“Bertarunglah Dragon Ball
Dengan segala kemampuan yang ada
Bila kembali dari langit
Semoga hidup kan jadi lebih baik..”

Ada harapan yang dijanjikan tentang kehidupan yang lebih baik sekembalinya dari langit. Apakah itu? Adakah hal tersebut berhubungan dengan perintah yang Allah berikan kepada Rasulullah di atas langit. Dalam hal ini adalah Sidratul Muntaha?

“Tugas yang berat dilaksanakan
Berjuang agar lebih baik
Siapa yang dapat melaksanakannya
Dan berusaha mewujudkan
Semua itu demi hidup yang baik
Hanya dia yang mampu melaksanakannya.”

Ternyata, benarlah. Bahwa sesuatu yang harus dilaksanakan oleh aku (lirik) adalah tugas yang diberikan oleh Allah swt kepada Rasulullah saw dan umatnya.

Sebuah tugas berat yang harus diperjuangkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga barangsiapa yang mampu melaksanakannya, dapat menyelamatkan kehidupannya menjadi lebih baik. Hanya bagi mereka yang mampu melaksanakanlah janji pasti akan kehidupan kedua (hidup setelah mati) yang lebih baik dapat terwujud.

Tahukah kau apa itu?
Tugas tersebut adalah shalat.


 قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ َ

(1) Sungguh menanglah orang-orang yang beriman.

 ٱلَّذينَ هُمْ في‏ صَلاتِهِمْ خاشِعُون

(2) Orang-orang yang khusyu` di dalam melakukan shalat.

.......


وَ الَّذينَ هُمْ عَلى‏ صَلَواتِهِمْ يُحافِظُونَ َ



(9) Dan orang-orang yang meme­lihara dan menjaga semua waktu shalatnya.


 أُولئِكَ هُمُ الْوارِثُونَ َ

(10) Mereka itulah yang akan me­warisi.

 ٱلَّذينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فيها خالِدُونَ َ

(11) Yang akan mewarisi surga Firdaus dan di sanalah mereka kekal selama-­lamanya.

(Al-Mu'minun 1-11)
Selengkapnya

Tentang Perempuan Saya

Saya rasa bukan hal yang mengada-ngada saat Mahatma Gandhi berkata, “Where there is love, there is life.” Sebab, saya paham betul bagaimana rasanya menemukan kembali repih-repih kehidupan yang telah lama hilang disebabkan oleh cinta.

Ini tentang perempuan saya.
Saya mengenalnya lewat beribu-ribu huruf yang tersebar acak di jagat maya. Di antara derit sajak-sajak sendu yang beradu. Di antara puisi-puisi elegi yang menangisi sepi. Berkelindan sebagai satu yang teristimewa. Perempuan ini cantik dan menarik, tetapi bukan puteri maha raja. Perempuan ini santun dan bersahaja, tetapi bukan hamba.

Pernah dalam beberapa kali kesempatan ia terlihat begitu manja, seperti seorang anak kecil yang tak pernah beranjak dari ketiak ayahnya saat bermain. Namun, di lain waktu, ia menjadi seorang perempuan tangguh yang mandiri dalam memperjuangkan haknya untuk berbahagia. Ia indah dengan caranya.

Ini tentang ia.
Perempuan yang memiliki keteduhan di dadanya. Rumah yang saya tuju untuk pulang dan merebah lelah. Tempat memakamkan rindu-rindu yang sudah lebam dan membiru dalam pelukannya. Banyak orang bilang bahwa untuk membuat seseorang jatuh cinta adalah dengan membuatnya tertawa, tetapi saya justru jatuh cinta saat melihat ia tertawa. Ada sesuatu —entah bernama apa— yang membuat saya selalu betah menatapnya berkali-kali dan berlama-lama.

Ia adalah seseorang yang bawel dalam urusan mengomeli kecerobohan dan keteledoran saya terhadap hal-hal kecil yang remeh. Seolah hidupnya tak tenang bila melihat gelas dan mangkuk di meja makan saya tidak tertata dengan rapi. Seolah kedamaian akan segera padam bila saya lupa membersihkan sisa makanan yang kadang (atau mungkin seringkali) tertinggal di sekitar bibir saya. Ia adalah sebuah perwujudan dari kata teliti (kalau tak mau menyebutnya sebagai perfeksionis). Namun, ia menjadi begitu lembut saat mengusap kepala saya saat segala hal terasa tak waras dan memusingkan. Dekapnya adalah satu-satunya hal paling masuk akal yang saya punya.

Perempuan ini adalah seorang sabar yang menyabarkan, seorang yang tabah dan menabahkan. Ia selalu mampu memaafkan dan memberi kesempatan, meski saya tahu banyak kesalahan terlewat batas yang saya lakukan, entah saya sengaja maupun tidak. Ia selalu mau memberi saya waktu untuk memperbaiki diri, sebab ia tahu bahwa saya ingin selalu menjadi seseorang yang pantas untuk memperjuangkannya. Ia tak pernah mengungkit kesalahan sebab baginya memaafkan adalah melupakan.

Ini masih tentang ia.
Perempuan cerdas yang memiliki segala. Bagi saya, isi kepalanya adalah kegembiraan pasar malam. Padanya saya tersesat dengan sukarela. Menjadi seorang anak kecil yang riang bermain hingga tak terpikir pulang.

Ini masih tentang perempuan saya.
Seseorang yang selalu mampu menerjemahkan isi kepala saya yang penuh dengan dongeng-dongeng mustahil dan ide-ide gila. Ia tak pernah lesu saat mendengarkan saya bercerita. Ia selalu bisa membuat saya merasa menjadi lelaki hebat saat saya menjadi diri sendiri sebagaimana adanya. Ia tak pernah mengeluh meski segala hal yang saya bicarakan sebenarnya membosankan dan mengherankan. Ia tahu bagaimana cara memuliakan lelakinya.

Ini tentang kau, Tiara Rismala.
Seseorang yang selalu bisa membuat saya jatuh cinta.

Terima kasih untuk 577 hari penuh cerita. Mari menghitung lebih banyak lagi untuk waktu-waktu mendatang.
Tetaplah bergenggaman dan jangan pernah merenggang.

Aku menemukan diriku saat aku tenggelam ke dalammu.

Jogjakarta, 5 Mei 2015



Selengkapnya

kepada ia yang pergi lalu datang lagi

“hati bukan persinggahan untuk tinggal lalu tanggal. sebab perasaan tak pernah sama lagi semenjak ada kau."

ini tentang kau yang pergi dan setumpuk bahagia yang kau bawa lari. lalu tiba-tiba kau kembali lagi sebelum lukaku sempat lupa bekasnya.

ini tentang kau yang menjauh. bergeming saat melihatku mengaduh. berjalan meninggalkanku di belakang dengan derap langkah yang cepat. bahkan untuk menolehpun tak sempat.

ini tentang kau yang kembali datang dengan wajah tanpa dosa. seolah segala luka yang kau cipta hanya perkara sementara dan tak pernah ada.

ini tentang aku yang sibuk mengatur debar. detak yang berdegup gugup merapikan harapan. dada yang kembang kempis memainkan perasaan. masih ada marah tersisa, —sebenarnya. namun hati tak bisa berdusta untuk merasakan rindu yang selalu menang lebih dulu.

ini tentang aku yang kelimpungan menghadapi gejolak perasaan. sekeping hati menginginkan pergi, sebagian yang lain menyuruhku bertahan.

ini tentang kau yang merusak segala pertahanan yang kubuat. perihal hati yang lagi-lagi gamang karena tak tahu bagaimana memaknai sebuah kedatangan. karena kau tak perlu lagi kembali jika hanya untuk mengucapkan selamat tinggal.

tak ada yang hilang dari ingatan sebagaimana abadinya sebuah kenangan. luka tak akan lupa bagaimana rasa sakitnya sekalipun setiap bekasnya telah hilang tanpa tersisa dendam.

cinta bukan permainan untuk datang lalu hilang. pergi dan janganlah kembali. hatiku terlalu memesona jika hanya untuk kau buat terluka. aku mandiri dengan segala hakku untuk berbahagia.

kepada kau pencipta resah. enyahlah-enyah. biar reda luka mendera. biar musnah duka-duka lara. enyahlah sudah!
Selengkapnya

Jenis-Jenis Friendzone

Di zaman baper yang merajalela seperti saat ini, bukan jadi hal yang aneh kalau sebentar-sebentar banyak orang merasa galau. Galau yang dialami ini biasanya dirasakan oleh orang yang lebih banyak berharap yang terbaiknya ketimbang berusaha memantaskan diri untuk mendapatkan pasangan yang sebaik-baiknya. Salah satu alasan galau yang banyak dialami oleh pemuda-pemudi retak rentan galau ini adalah friendzone.

Friendzone itu —seperti yang kita tahu adalah kondisi yang dialami oleh seseorang yang berharap cintanya disambut tapi ternyata hanya dianggap sebagai teman saja oleh gebetannya. Nyesek nggak, sih, sudah berusaha sebaik-baiknya untuk meluangkan waktu, tenaga, biaya, dan pikiran untuk seseorang, tapi ternyata keberadaannya hanyalah dianggap sebagai teman?

Nah, menurut pengamatan yang gue lakukan di jalur Ghaza, friendzone ada banyak jenisnya:

1. Partner-in-Crime-Zone
Kondisi ini dialami oleh seseorang yang hanya dianggap sebagai teman untuk usil dan bersenang-senang saja. Namun saat sang 'partner in crime' tersebut menyatakan perasaan kepada gebetannya, ternyata ketawa-ketawa yang pernah dialami bersama hanya sekadar dianggap sebagai hiburan di kala kesepian saja.

2. Mamah-Dedeh-Zone
Kondisi ini dialami oleh seseorang yang hanya dianggap sebagai teman curhat saja. Zona ini banyak dialami oleh orang-orang yang selalu ada di saat sedih, tapi keberadaannya enggak pernah dianggap sebagai seseorang yang pantas untuk menjadi pasangan hati. Seperti kata pepatah, bagaikan menyelam di daun talas dua tiga pulau akhirnya jatuh juga, yang artinya kadang cinta lebih banyak datang kepada mereka yang membuatmu menangis, bukan mereka yang sering menenangkanmu dan membuatmu tertawa.

3. Mamang-Ojek-Zone
Kondisi yang dialami oleh seseorang yang hanya dianggap sebagai teman antar jemput saja. Untuk zona ini ruginya dua kali, selain rugi karena nggak bisa pacaran, tapi juga rugi bensin. BBM kan mahal banget, coy! Enggak mikirin biayanya apa!

4. Chat-Zone
Seperti namanya, chatzone ini dialami oleh seseorang yang kaya akan kuota, tetapi fakir dalam hal asmara. Dia selalu ada dan meluangkan waktu untuk menjadi teman ngobrol seseorang, tapi di saat dia sendiri merasa sepi tak ada seseorang yang mau melengkapi. Mungkin, satu-satunya perhatian yang didapat adalah dari operator seluler saat mengingatkan bahwa kuota internet yang dia punya akan segera habis.

5. Jo-Zone.
Sama-sama jomlo yang lagi nyari pasangan, tapi menolak mengerti bahwa keduanya bisa saling melengkapi. Sebab menurut mereka, persahabatan jauh lebih kekal dari pacaran. Kondisi ini banyak dialami oleh sepasang sahabat yang berteman sejak lama. Mereka khawatir bila melanjutkan hubungan dengan pacaran, persahabatan yang selama ini dijaga bakal rusak hanya karena terlalu terbawa perasaan. Sebagaimana kalimat yang orang bijak pernah sampaikan, tak ada mantan sahabat, yang ada hanyalah mantan copet.

Nah, itu tadi jenis-jenis friendzone yang bisa gue rangkum. Lo termasuk yang mana?
Atau punya zona yang lain?
Share di kolom komentar, ya.
Selengkapnya

Ngetrip Bareng Trip Pulau Seribu

Hari Sabtu-Minggu kemarin, gua jalan-jalan bareng Trip Pulau Seribu ke Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Buat nyegerin kepala lagi setelah pusing mikirin tugas akhir. Dari tugas akhir kemarin, gua bisa narik kesimpulan bahwa sebenernya tugas akhir itu bukan buat dipikirin, tapi dikerjain. Karena kalau dipikirin doang tapi nggak dikerjain, sama aja bohong.

Nah, dengan modal 350rb-an sisa-sisa gaji di tanggal tua, gua nekat ikut open trip yang diadain Trip Pulau Seribu ke Pulau Pari. Dari uang segitu, gua udah bisa dapat tiket untuk keliling pulau dari Dermaga Muara Angke ke Pulau Pari, dapet homestay, snorkling, nikmatin sunset di Pulau Pari, Nikmatin Barbeque Ikan Layar dan Cumi, berenang-berenang lucu di Pantai Perawan, dan tentunya dapat makan tiga kali. Gua rasa, 350 ribu itu terjangkau banget buat mahasiswa kayak gue yang pengin jalan-jalan di spot terbaik tapi kagak punya modal banyak.

Dari hasil jadi anak pulau selama dua hari, gua bakal share oleh-oleh yang gua dapat dari sana. Karena gambar selalu bisa berkata lebih banyak dari kata-kata. So, selamat menikmati!

Berangkat dari Muara Angke

Menikmati senja dari Dermaga Pulau Pari

Menikmati senja dari Dermaga Pulau Pari

Mengintip senja dari balik pohon

Magenta di ujung senja

Ada cerita romansa di balik langit senja


Matahari terbit di Pulau Pari

Pantai Perawan

Itu dia foto-foto hasil jalan-jalan dari Pulau Pari. Semua gambar diambil pakai kamera handphone, jadi maaf kalau kurang bagus. Buat temen-temen yang bingung mau jalan-jalan ke mana, semua gambar di atas itu masih di Jakarta, Silakan intip website Trip Pulau Seribu di http://anakpulau.co.id/ kalau pengin lihat tujuan wisata dan jadwal open trip yang ditawarkan. Thank you!
Selengkapnya

Upaya Memeluk Diri Sendiri

Pernahkah kamu merasa letih dan jenuh hingga segala hal yang ada di depan matamu tak lagi membuatmu bergairah untuk menapaki waktu?
Pernahkah kamu merasa segala hal yang kau lakukan untuk menarik perhatian tak lagi dipedulikan?
Pernahkah kamu merasa semua hal terasa menjadi biasa-biasa saja, tak menarik, dan tak ada artinya?


Kemarilah... Biar saya beritahu satu rahasia kecil; “Peluklah dirimu sendiri, sebab tak semua orang mau meluangkan waktunya untuk peduli.”

Memeluk diri sendiri adalah cara terbaik yang bisa kita lakukan untuk memberi penghargaan kepada diri sendiri karena telah mampu bertahan hingga sejauh ini. Semangat laiknya api. Bila baranya tak diupayakan untuk tetap menyala, maka jangan heran bila perlahan kehilangan cahaya.

Dunia kadang tak semenyenangkan yang kita kira. Ada saja hal yang membuat jengkel dan malas untuk masuk ke dalamnya. Rasanya seperti ingin tinggal di luar planet saja. Membenamkan raga pada hal-hal yang membuat bahagia.

Saya pernah mengalami keletihan. Mungkin kita semua. Dan pada saat yang sama, tak ada seseorang yang benar-benar mau dan mampu meluangkan waktunya untuk peduli. Memberi beberapa detik waktunya untuk menjadi teman berbagi, memberi bahu untuk dijadikan sandaran, atau memberi satu dekap yang menenangkan. Namun, tak apa. Toh kita tak bisa memaksa mereka untuk menjadi seperti apa yang kita inginkan, kan? Maka sebaiknya, dari pada kita menghabiskan waktu untuk menunggu orang lain membuat kita bahagia, mengapa tidak diri sendiri saja yang berusaha?

Ada beberapa hal yang saya lakukan untuk memeluk diri sendiri. Di antaranya adalah sebagai berikut:



Dihimpit oleh riuhnya ingar bingar makian dan cemoohan di sekitar kita membuat telinga terasa panas dan pengang. Maka, sembunyilah. Tuhan mencipta dua tangan untuk menutup telinga kita terhadap hal yang tak ingin kita dengar. Putarlah musik. Dengarkan lagu-lagu cinta. Sebelum keriuhan membuatmu menjadi asing bagi dirimu sendiri.



Neil Gaiman pernah berkata, “Saya harap, kamu akan membaca buku-buku bagus dan mencium seseorang yang menganggap kamu istimewa. Dan jangan lupa membuat karya seni. Menulislah atau menggambarlah, atau buatlah sesuatu. Atau hiduplah dengan cara yang kamu bisa. Dan saya harap, setelah itu, suatu saat di waktu mendatang, kamu akan mengejutkan dirimu sendiri.”



Pergilah sejauh kau ingin pergi. Temuilah kepala-kepala baru. Bercengkerama dan bercandalah. Menghidupkan diri sendiri yang hampir mati sebelum sempat malaikat mencabut nyawa. Abadikan momen-momen baru lewat foto. Simpan baik-baik dan sebarkan di lini kala. Hingga bila suatu saat nanti kau bersedih, kau bisa melihatnya lagi untuk membantumu mengingat. Menolak lupa bahwa kau pernah berbahagia.



Saat ini semua hal tersedia di dalam internet. Banyak hal yang dapat dicari untuk menghindari bosan. Media sosial seperti twitter, facebook, blog, youtube, instagram, ask.fm, soundcloud, dan lain sebagainya menawarkan banyak hal untuk kita simak yang akan lumayan membantu menghindari bosan. Berselancarlah, lalu temui hal baru yang sebelumnya tak pernah kau tahu.



Setua apapun usia, ayah dan ibu akan tetap menganggap kita sebagai bocah kecilnya. Semenyebalkan apapun kita, seorang sahabat yang baik, akan tetap membela saat kita disakiti.
Seberapa keras pun dunia berusaha membuatmu gila, cinta dari seseorang yang kau kasihi akan membuatmu tetap waras.
Hubungilah mereka. Berceritalah tentang apa saja atau menjadi pendengar yang baik bagi mereka. Kau menjadi istimewa ketika mampu mengistimewakan orang lain. Maka, tertawa dan menangislah bersama mereka.

Berbahagialah banyak-banyak, hingga kesedihan enggan untuk dekat-dekat.

Kalau kalian, apa yang akan kalian lakukan untuk memeluk diri sendiri? Share di kolom komentar, ya!

Chiao!


Selengkapnya

Aku Tak Pernah Ingin Membuatmu Marah

Aku tak pernah ingin membuatmu marah. Aku pernah begitu takut dan ringkih melihat nyalak matamu yang berapi-api. Saat itu, aku berujar pada hatiku sendiri bahwa aku tak boleh membuatmu marah lagi. Aku tak ingin melihat sorot mata penuh kebencian darimu yang menyiratkan seolah aku tak pantas berada di hadapanmu untuk kedua kali. Aku kehilangan dirimu yang mencintaiku saat itu.

Aku tak pernah ingin membuatmu marah. Membiarkanmu larut dalam kedengkian-kedengkian akibat prasangka yang datang silih berganti. Membakar segenap perasaan cinta yang selama ini terjaga. Mengasingkan sosokku yang ada di hadapanmu seperti seseorang yang tak pernah kau kenal. Aku kehilangan kau yang menyayangiku saat itu.

Aku tak pernah ingin membuatmu marah. Tapi suatu kali, aku tak selalu bisa menahan kekeliruan dan kesalahan. Melakukan tindak tanduk bodoh yang akhirnya membuatmu jenuh dan muak. Menjadi lelaki paling menjengkelkan yang membuatmu muntab. Hingga pada akhirnya, masa itu datang lagi. Suatu fase ketika kau akhirnya memutuskan untuk benar-benar marah. Aku kehilangan aku yang sudah berjanji saat itu.

Aku tak pernah ingin membuatmu marah. Mengangankan kau untuk tetap mesra dan baik-baik saja. Tapi siapa sangka, aku yang pernah berjanji ini, nyatanya tak selalu mampu memenuhi ucapannya. Maka pada saat kau marah, -sebenarnya-tiada yang paling menyesal selain diriku sendiri. Sebab aku telah gagal berupaya untuk bisa menjadi seseorang yang selalu menyenangkan dan menenangkanmu.

Tapi, percayalah. Pada setiap kekurangan dan keterbatasanku. Aku tak pernah ingin membuatmu marah.
Selengkapnya

Keyla Agnita Anastashia

Aku mengerti, Keyla.
Aku sungguh paham.
Dari suratmu kemarin, aku cukup tahu bahwa kau menolakku karena aku terlalu tampan untukmu. Aku terlalu keren bagi kebanyakan orang. Kau takut apabila karena ketampananku sedang kau tengah memilikiku, kau harus sibuk menata hati sendiri untuk tetap merasa baik-baik saja saat banyak perempuan lain yang memujaku. Kau khawatir bila harus menahan cemburu yang terlalu karena...ya..kau tahu sendiri, banyak perempuan lain yang tak henti-hentinya mencari perhatianku. Mulai dari menitip salam, mengirim surat, atau bahkan bagi yang lebih niat caper, mereka membuatkanku makanan atau membelikanku hadiah.

Namun, Keyla. Bila karena ketampananku ini membuatmu khawatir dan takut, kau harus segera sadar bahwa kau tak butuh gravitasi untuk membuatku jatuh. Kau tak butuh labirin berliku untuk membuatku tersesat ke dalammu. Kau tak perlu banyak mencari perhatian untuk menjadi pusat galaksi duniaku. Mungkin buatmu berlebihan, tapi kau sangat tahu tentangku. Aku tak mungkin sebegitunya memuji perempuan bila itu bukan seseorang yang benar-benar membuatku jatuh cinta (kau harus tahu bahwa untuk menuliskan ini, aku sudah menekan hebat-hebat rasa gengsi kelaki-lakianku).

Tujuh tahun persahabatan memanglah bukan waktu yang sebentar untuk saling mengenal dan memahami sifat masing-masing, Key. Bagi otak dan kepalaku yang lebih cerdas beberapa cc darimu ini, aku sudah lebih dulu berpikir dan memperhitungkan apa-apa yang kau khawatirkan. Maka, izinkan aku meyakinkanmu kali ini, Key.

Jarak membentang antara Bandung dan Jogjakarta membuatku makin tersadar bahwa aku selalu ingin berada di dekatmu. Pada awalnya aku mengira bahwa ini hanya perasaan rindu yang biasa saja. Mungkin sebatas kangen karena tak ada lagi orang yang mau dengan ikhlas menjadi objek kejailanku semata. Tapi, toh ya namanya juga perasaan, sekuat apapun aku berpura-pura pada akhirnya aku menyerah juga. Memaknai setiap perasaan yang meletup-letup di dalam dada sebagai cinta.

Keyla, usah takut dan ragu. Persahabatan menjadi cinta bukanlah hal baru apalagi tabu. Kita akan tetap biasa-biasa saja, menjadi partner yang saling melengkapi dan menyempurnakan. Bukankah menyenangkan memiliki partner yang tak hanya menjadi teman hati yang berbagi perasaan, tetapi juga sahabat dan musuh terbaik? Tak perlu pedulikan masa laluku yang dikejar-kejar banyak perempuan, toh sampai saat ini pun mereka tak pernah aku pedulikan. Aku, si lelaki tampan dan menawan ini memilihmu.

Keyla Agnita Anastahia, di akhir surat ini, aku ingin menuliskan satu puisi untukmu. Ah, kau belum tahu, ya? Si tampan ini sekarang memiliki hobi baru; menulis puisi. Jangan meledekku. Kota Bandung banyak mengubahku, salah satunya menjadi penyair amatir. Suatu hari, aku akan mengajakmu ke sini. Agar kau tahu bahwa malaikatpun pernah jatuh cinta di Bandung.


sore, lagu-lagu lampau, dan musim yang berganti terlalu dini
— keyla

/1/
sore itu, kau datang sebagai senandung pengiring hujan selepas kemarau. sementara aku petani renta yang tak berhenti mengucap alhamdulillah karena ladang—ladang kering kembali basah. kau masuk lalu duduk bersila, bertanya; ‘bolehkah aku menyanyikan lagu lain?’ aku menjawab dengan tanya; ‘bolehkah aku mendengarkan semua lagumu sampai suara kau berubah sengau?’

lalu kau tersenyum. lengkungan yang meluruskan. sesuatu yang membuat duri—duri meranggas di dalam dadaku. sebab terkadang cuaca begitu tega mempersilakan onak tumbuh melesak. ‘kalau begitu, dengarkanlah dengan saksama. jangan perhatikan hal lain, karena lagu ini tak pernah kuperdengarkan pada siapapun.’

kemudian dari bibirmu yang merah jambu mengalun lagu—lagu pateneras. nada melankolia yang mengiringi hujan dengan deras. penggalan larik kisah lampau yang membuatmu hampir mati lemas.

‘berhentilah menyanyikan kidung luka. aku adalah kecup yang diutus untuk melumat aduh di bibirmu.’ —kataku

/2/
sore itu, hujan turun deras sekali
andai kenanganmu badai
aku adalah benteng kokoh anti roboh

/3/
sore itu, cuaca berganti terlalu dini
hujan yang menghunjam deras dadamu
perlahan surut
ada binar mentari pagi dari matamu yang selalu malam

berhentilah menanak air mata
akan kuajari kau kesetiaan daun untuk tetap tumbuh
meski kerap digugurkan musim

Bandung, di antara gerimis yang merintik ritmis.
Al.


*Surat balasan ‘Jawaban Untuk Suratmu’ oleh Tiara Rismala Sari.
Selengkapnya

Kepada Seseorang Yang Sering Nongkrong Berlama-lama Di Dalam Kafe

Adalah hal yang menyenangkan duduk berlama-lama di dalam kafe. Menikmati sajian yang dipesan dengan bercengkrama dan bercanda dengan seseorang yang berada tepat di hadapan. Atau mungkin bagi yang sedikit kreatif dan romantis, berkunjung ke kafe adalah momen untuk mengungkapkan perasaan kangen dan cinta dengan kalimat-kalimat mesra nan picisan. Atau berbeda halnya dengan sekumpulan remaja paruh baya, —tak peduli sekumpulan lelaki atau perempuan—, berkumpul di dalam kafe boleh jadi adalah kesempatan untuk tebar pesona atau mencari bahan modusan. Atau bagi jomlo nan kesepian, berkunjung ke kafe hanyalah cara yang dilakukan untuk sekadar menghibur diri dari kesendirian dengan memanfaatkan wifi gratisan. Sudahlah, intinya, tak peduli apapun yang kau lakukan di dalam kafe hingga membuatmu bisa duduk di sana berlama-lama hingga larut malam atau bahkan seharian bukanlah hal yang baik bagi perekonomian.

Mengapa demikian?
Seperti ini...
Biar saya jelaskan dengan saksama. Perhatikanlah baik-baik. Dengan terbatasnya jumlah kursi yang terdapat di dalam sebuah kafe, hal ini tentu memengaruhi tingkat kuantitas pengunjung setiap jamnya. Apa yang terjadi bila kau duduk berlama-lama di dalam kafe? Ya, tentu saja kau sudah turut andil dalam mengurangi kesempatan orang lain untuk menjadi pengunjung kafe tersebut. Akibatnya, pengurangan jumlah pengunjung memengaruhi total pendapatan bagi kafe tersebut. Hal ini didapatkan berdasarkan asumsi bahwa banyaknya jumlah pengunjung yang datang berbanding lurus dengan peningkatan total pendapatan.

Dengan demikian, duduk berlama-lama di kafe sama saja dengan menutup rezeki bagi pengelola kafe. Apa yang terjadi kemudian apabila rezeki pengelola kafe berkurang? Tentu saja adalah nasib keberlangsungan kafe tersebut. Pengurangan total pendapatan akan berakibat pada menurunnya kemampuan kafe untuk menutupi besarnya biaya produksi. Untuk menutupi kekurangan dana pembayaran biaya produksi, kafe tersebut pada akhirnya terpaksa mengurangi jumlah pegawai demi menekan biaya pengeluaran dengan cara memberhentikan mereka dari pekerjaannya. Pemberhentian kerja seperti ini tentu saja akan menambah lagi jumlah pengangguran di Indonesia. Maka, dapat disimpulkanlah bahwa duduk berlama-lama di kafe sama saja dengan turut andil dalam menciptakan generasi pengangguran baru. Yang pada multiplier effect-nya adalah melemahkan perekonomian Indonesia.

Oleh sebab itu saya berpesan, kurangilah nongkrong berlama-lama di kafe bila tak terlalu perlu. Makanlah dengan waktu yang cukup. Kemudian bantu perbaiki perekonomian negeri ini dengan sesuatu yang lebih bermanfaat seperti menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Tertanda,
Pemilik kafe yang gulung tikar karena kekurangan pengunjung
Selengkapnya

Surat Dari Si Ganteng Untuk Perempuan Paling Bawel Sedunia

Teruntuk Keyla yang di dalam mulutnya terdapat selusin tim orkestra.

Kau tak bisa membayangkan bagaimana bentuk alisku yang bertautan saat membaca email balasanmu kemarin. Tapi tenang saja, sepusing apapun aku membaca surat (aku agak sangsi untuk menyebut serangkaian paragraf panjang nan melelahkan untuk dibaca tersebut sebagai surat ketimbang catatan khutbah jumat) itu, aku tetap tampan sebagaimana biasanya. Aku hanya heran. Kukira kebawelanmu hanya ada pada saat berbicara saja, ternyata pada tulisan juga. Bagaimana caranya mentransfer ilmu bawel dari dua bibirmu ke ruas jari-jari saat menulis surat itu, sampai-sampai kau seperti tak memberi jeda agar aku bisa bernapas saat membacanya?

Wahai Keyla The-Most-Talkative-Women-On-Earth. Jangan terlalu bawel sampai-sampai kau mengabsen daftar dosa yang kulakukan pada suratmu itu. Sebab, aku memiliki banyak kartu tentangmu. Yang pertama harus kau tahu tentang raibnya sendalmu itu, bukanlah karena aku yang menyembunyikannya di tong sampah. Melainkan sendalmu sendiri yang melakukan harakiri untuk menghindar dari penggunaan secara banal oleh perempuan teledor seperti kamu. Mereka lebih memilih mati ketimbang harus teraniaya oleh kakimu. Kebetulan saat itu aku melihatnya, maka dengan kebaikan hati yang begitu tulus dan perasaan duka yang mendalam, aku memakamkan mereka di tong sampah itu. Yang kedua, jangan berbicara seolah aku adalah seseorang yang paling berdosa sendiri. Kau harus mengingat (You should be!), betapa menyeramkannya kamu saat menyuruhku mencari pembalut dan obat sakit perut malam-malam pada saat kemah perpisahan sekolah hingga tersesat di kampung orang. Bayangkan Key, laki-laki setampan ini telah menjatuhkan harga dirinya hanya untuk membeli pembalut, malam-malam pula, di kampung orang pula. Aku sempat membayangkan bahwa mungkin setelah aku membayar harga pembalut pada penjaga warung itu, aku akan segera bunuh diri dan kelak akan ada surat kabar dengan headline, "Demi Menjaga Tingkat Kekerenannya, Seorang Anak Lelaki Tampan Ditemukan Tewas Bunuh Diri Setelah Membeli Pembalut" dengan tulisan yang besar-besar.

Keyla.
Mungkin, kau harus banyak belajar dariku. Selain tampan dan bersahaja, juga tetap cool saat menyampaikan apa-apa yang ingin kuutarakan. —seperti surat kemarin, misalnya.

Bagaimana bisa kau menyebut surat sepuitis dengan ilmu sastra tingkat tinggi yang kukirim kemarin itu sebagai lirik dangdut? Please, Keyla. Tak ada lirik dangdut sejujur tulisanku. Dan tak ada makna yang lebih dalam dari pada itu, bahkan kalimat-kalimat paling gombal dalam percakapan serial drama korea yang kaugila-gilai sekalipun.

Tapi, baiklah. Kali ini aku tidak akan memperdebatkan mana yang lebih puitis antara lirik dangdut, quote drama korea, atau suratku. Karena dibanding itu semua, tak ada yang lebih puitis dari seseorang yang sedang menyampaikan kebenaran.

Surat kemarin adalah kebenaran paling mutlak. Dan aku tak menemukan jawabanmu dari banyaknya hal yang kau sampaikan tentang diriku di dalam surat itu.

Aku menunggu jawabanmu.


Si Ganteng,
Al.


Ps: kulampirkan satu fotoku saat sedang berada di bukit Moko. Lihatlah, kau harus belajar untuk ikhlas mengakui bahwa aku memanglah tampan.


*surat balasan untuk Berhentilah Tiara Rismala Sari
Selengkapnya

Surat Untuk Seseorang Yang Sedang Patah Hati

kepada kamu yang sedang patah hati.
mari duduk di sini.
ceritakan kisahmu, mulutku terkunci.
aku tak akan menertawai apalagi menghakimi.
bagi dukamu hingga malam mengantarkan pagi.
aku akan mendengarkan dengan hati-hati.

Banyak orang yang tak begitu paham memaknai luka. Seolah kau tak boleh meratap dan bersedih sama sekali saat terluka karena cinta. Menuntut kau untuk selalu tersenyum dan tertawa betapapun sakitnya. O dear, tak apa. Abaikanlah. Mereka tak pernah tahu sesesak apa dadamu. Mereka tak pernah mengerti betapa kau pun sebenarnya ingin tetap merasa baik-baik saja. Tapi, luka tetaplah luka. Dan kesedihan selalu menemukan jalan menuju peratapan. Tak apa, menangislah. Menangislah sepuasnya hingga hilang sesak pada tiap isakmu. Bersedihlah hingga air matamu kering karena semalaman meratapi perihnya kehilangan. Seperti halnya kematian, kehilangan butuh dirayakan. Dan menangis adalah pesta terbaik untuk mengenang betapa sebuah keberadaan sangatlah membahagiakan.

Lakukanlah hal yang biasanya orang terluka lakukan. Menyendiri di antara ingar bingar keramaian. Duduk mendekap lutut kala mengingat siluet punggungnya yang menjauh pada saat meninggalkanmu. Mendengarkan lagu-lagu galau sambil sesekali bersenandung sampai tak sadar air matamu jatuh. Tak apa, lakukanlah. Lakukanlah hingga kau merasa cukup meraayakan kesedihanmu.

Bersedihlah dengan cukup. Rayakan kepedihan dengan pesta yang sederhana. Tak perlu terlalu mewah karena hanya akan menenggelamkanmu. Saat kau sudah merasa puas untuk bersedih, tata kembali hidupmu. Seka air mata dengan punggung tangan, lalu rapikanlah baju. Hirup udara perlahan kemudian embuskan. Mari antusias kembali menjalani kehidupan sebab kau selalu pantas untuk dimuliakan. Pergilah sejauh langkah menuntunmu menjauh. Bersenang-senanglah untuk memulai kebiasaan baru. Sapa kawan-kawanmu karena mereka akan selalu ada untuk berbagi kebahagiaan.

Berdamailah dengan kenangan, sebab ingatan tak perlu dilupakan. Akan terasa sulit dan menyesakkan -memang-, tapi luka akan menjadi masa lalu pada akhirnya. Tak perlu takut, karena kelak waktu akan membuatmu terbiasa. Selalu ingatlah bahwa pedihnya kehilangan karena ditinggalkan adalah cara Tuhan untuk membuatmu sadar bahwa ia bukanlah seseorang yang pantas kau percaya. Yakinlah bahwa kau mandiri atas kehidupanmu untuk berbahagia.

Maka, katakanlah dengan lantang kepada ia yang telah meninggalkanmu,
"Hatiku terlalu memesona untuk hanya sekadar dibiarkan terluka. Pergi sajalah, sebab aku pun pantas berbahagia."


Karena cinta adalah ketulusan, maka merelakan adalah jalan. Mencintai dengan cara dewasa tanpa rengekan.

Selamat bersedih.
Selamat menata hati kembali.
Untuk aku yang menuliskan surat kepada diriku sendiri.
Selengkapnya

Maaf Datang Terlambat

Maaf.
Maafkan aku harus mengawali surat ini dengan kata-kata maaf. Padahal aku ingin sekali memulainya dengan sesuatu yang lebih menarik untuk dibaca, mungkin sajak-sajak atau quote-quote memorable dari tokoh-tokoh dunia yang hanya aku kenal nama dan kata-katanya saja. Kamu pernah bilang bahwa waktu adalah sesuatu yang amat berharga. Ketika sudah kehilangan, tak ada siapapun yang bisa mengembalikannya. Aku ingat sekali kapan kau mengucapkan kalimat itu kepadaku. Saat itu hujan turun dengan amat derasnya, aku dan kamu membuat sebuah rencana untuk menonton konser Iwan Fals, penyanyi yang amat kau puja sejak masa kecil itu. Aku berjanji akan menjemputmu pukul tiga sore lalu kita sama-sama berangkat ke Stadion Kridosono. Kamu bilang jangan sampai terlambat sebab itu adalah konser yang kamu tunggu-tunggu, karena jarang sekali Iwan Fals berkunjung ke kota kita. Aku mengiyakan dengan mantap.

Namun rupanya kesialan datang menimpa. Motor yang kubawa bannya bocor, terpaksa aku harus menepi untuk mencari tukang tambal ban. Kukira masalah akan selesai sampai di situ, belum sampai sepuluh menit aku memacu roda dengan kecepatan 60km/jam tiba-tiba kesialan berikutnya datang, ada sebuah tabrakan beruntun yang menyebabkan aku tak bisa bergerak ke mana-mana karena jalan yang kulalui macet total. Tanpa bisa menghindari, akhirnya aku menunggu pihak polisi lalu lintas menderek mobil-mobil tersebut. Setengah jam kemudian lalu lintas kembali normal, segera kutancap gas dengan kecepatan maksimal agar aku bisa sampai di tempatmu menunggu. Lalu hujan turun dengan deras, aku membayangkan kamu sedang harap-harap cemas menunggu di sana. Maka, tanpa peduli pada hujan yang sudah membuatku kuyup, kulanjutkan lagi perjalanan.

Sesampainya di sana, kulihat kau sedang kedinginan. Dengan perasaan amat bersalah karena membuat kau menunggu, aku meminta maaf. Aku mendengar kau marah-marah. Tak banyak kalimat yang terdengar jelas, sebab hujan berisik sekali. Satu-satunya hal yang aku ingat adalah kalimat di atas dan wajahmu yang menangis kesal sambil melambaikan tangan memberhentikan taksi. Kau memilih pulang dan kita batal nonton konser. Sejak saat itu aku tahu, bahwa kau sama sekali tak suka keterlambatan.

Butuh waktu satu bulan agar bisa membuat marahmu mereda lalu kita bisa berteman kembali. Entah sudah berapa kali aku membujukmu supaya kita bisa bersenang-senang lagi, seperti menonton serial Sherlock Holmes dari BBC TV, karaoke hingga suara kita berdua serak, atau sekadar duduk di rooftop rumahmu sambil sesekali iseng melempari orang yang berada di bawah dengan kulit kacang. Tapi kau tetap enggan menemuiku. Hingga suatu sore kau datang ke rumahku membawa dua kotak es krim sambil berkata,
“Maaf, kemarin aku benar-benar marah. Aku sama sekali tak suka menunggu, terlebih itu konser yang selama ini aku tunggu-tunggu. Belakangan ini aku kesepian, tak ada teman yang seasik kamu. Kamu satu-satunya teman yang aku miliki.” Sejak saat itu, kita berbaikan kembali.

Menunggu memang menyebalkan, Key. Aku tahu bagaimana rasanya cemas melirik jam tangan bolak-balik melihat waktu yang terus berpacu. Tentang bagaimana rasa kesal yang memuncak di dalam kepala karena janji tak tertepati. Juga tentang bagaimana marahnya saat menyadari waktu yang kita miliki habis hanya untuk menanti sesuatu yang tak pasti.

Maka, kutulislah surat ini. Karena aku sudah teramat lelah menunggu. Dan waktu sudah terlalu jauh berpacu. Sungguh, kali ini aku tak ingin terlambat lebih banyak lagi.

Aku mencintaimu.

Al.
Selengkapnya

Hanya Merasa Rindu Saja

Kita pernah merindukan sesuatu; suasana, rasa, aroma, keadaan, pada hal apa saja yang bahkan tak pernah kita alami sebelumnya. Hanya merasakan rindu saja. Seperti sebuah lingkar harapan di dalam kepala. Kau tak pernah tahu itu apa, tapi ingin sekali meraihnya. Mengambilnya dalam angan-anganmu lalu memeluknya seperti tak ingin kehilangan. Sesuatu seperti kebahagiaan yang begitu diidam-idamkan. Hal yang sepertinya lebih baik dari segala hal yang pernah ada. Sesuatu yang sepertinya lebih baik dari yang kita rasakan sekarang.

Dari sana kita dapat memahami, bahwa ternyata rindu itu bukan hanya dirasakan pada sesuatu yang telah terjadi, sesuatu yang berada jauh, atau bahkan hal-hal yang terdapat di masa lalu saja. Namun juga sesuatu yang belum pernah ada, hal yang belum pernah terjadi. Dalam perasaan menggebu oleh perasaan rindu itu, segenggam perasaan di dalam hati begitu melonjak-lonjak dengan banyak keinginan, di antaranya adalah harapan agar hal itu dapat terwujud, bisa terjadi. Bagi beberapa orang, mereka menyebut perasaan rindu itu sebagai doa, impian, khayalan.

Maka, mari memohon bersama, dalam perasaan cemas, kukuh, dan rindu yang menggebu menjadi satu, semoga rindu-rindu itu dapat terwujud menjadi jalinan jembatan pelangi. Yang membuatmu dapat berjalan tegak dan penuh keceriaan untuk meraih segala harapan yang berada di lintasan akhirnya.
Sebagai doa yang diwujudkan Tuhan dari sekian banyak rintik rinai air mata yang jatuh saat pelan-pelan hati melafalkan dengan khusyuk; "Tuhan, aku berada di titik terendah, sementara Kau pada kemampuan tak berbatas, Maka, rengkuhlah aku setulus kasihmu. Jaga hidupku hingga berada pada satu titik terbaik dibandingkan sebelumnya."

Sebab, aku, kau, dan kita semua pernah merasakan rindu kepada keadaan yang lebih baik itu.


Selengkapnya

Rindu Masa Lalu

Dalam hidup kita kerap berpindah. Dari satu masa ke masa lain. Dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu rasa ke rasa lain. Dari satu suasana ke suasana yang lain. Menjalani segala hal yang terjadi dengan berbagai macam adaptasi. Mencoba menikmati semua bagaimanapun rasanya. Menjadi seseorang yang tangguh dan berbahagia karena berhasil melewati berbagai macam fase menuju dewasa. Tapi suatu ketika, -pada saat kita sudah sedemikian jauh berpindah-, kita pernah merasakan rindu pada hal-hal yang terdapat di masa lalu. Kita ingat bahwa ada hal-hal yang belum selesai di waktu itu. Segala suasana, aroma, rasa; segenggam perasaan di dalam hati yang memaksamu ingin kembali. Datang untuk sekadar merasakannya lagi.

Berharap dengan sepenuh hati, semoga ketika setibanya kembali nanti semua perasaan rindu itu tuntas dengan hadirnya suasana yang pernah kita rasakan pada masa dahulu. Tentang bagaimana nyamannya kita berada pada masa-masa itu. Namun ternyata semua itu hanya bayang-bayang semu yang ada di dalam kepalamu, sebuah asa hampa seperti tak bernama. Kau telah mundur ke belakang, tapi rasanya seperti tak kembali. Kau telah pulang, tapi tetap merasa asing di tempatmu sendiri.

Kemudian pada titik nadir kecemasanmu, akhirnya kau tahu. Ketika kelak di masa depanmu nanti kau merasa rindu akan hal-hal yang terjadi di masa lalu, yang sebenar-benarnya kau butuhkan bukanlah kembali ke masa lalu. Melainkan sekadar mengingat lagi, hal-hal apa saja yang kau jadikan alasan atas kebahagiaan itu.

Sebab, ketika kau memutuskan pergi dan berpindah pada hal yang baru, tak selamanya pulang dan kembali ke masa lalu akan menyajikan hal yang sama lagi.

Karena hidup hanya sekali, buatlah berarti.
Selengkapnya

ibu mengajariku untuk menjadi sederhana

Ibu mengajariku untuk berkelana. pergi sejauh-jauhnya dalam mencari makna. terbata mengeja setiap genap ganjil dunia. mengamati tingkah polah orang-orang asing yang kutemui. tentang cerita luar biasa yang terdapat di dalam mereka. tentang seorang perempuan tua yang suatu sore membelah senja menuju anaknya. tentang bapak tua yang tergopoh membawa beban di pundak. tentang sepasang muda yang saling mendekap lalu merentangkan pelukan. tentang yang pergi dan kembali. juga tentang sepi dan kehilangan tanpa salam perpisahan.

ibu mengajariku untuk selalu kuat melawan onak. seperih pedih apapun luka, pada akhirnya akan menjadi masa lalu juga. seperti sebuah kisah menarik yang kutemui dari seorang bapak tua pengayuh becak. tentang senyumnya yang tetap sumringah, meski kakinya berdarah-darah. 'demi anak dan ibunya, semua tak ada apa-apanya,' katanya.

ibu mengajariku untuk selalu pulang. sejauh-jauh kaki melangkah, tempat ternyaman untuk kembali adalah rumah. untuk merebahkan kepala sambil menceritakan kisah-kisah hebat yang sudah kudapatkan. menikmati sisa usia dengan kedewasaan pikir dan kerendahan hati. menjadi seorang sederhana yang mengenal siapa dirinya.

depok, 21 januari 2015
Selengkapnya

perempuan ini

: rismala

saya mengenalnya lewat beribu-ribu huruf yang tersebar acak di jagat maya. di antara derit sajak-sajak sendu yang beradu. di antara puisi-puisi elegi yang menangisi sepi. berkelindan sebagai satu yang teristimewa. doa yang bercahaya.

saya mendekatinya sebagai lelaki yang malu-malu. kadang maju, seringkali mundur. menyelinap pelan-pelan memasuki hatinya yang menawan. memberanikan diri memikat pesona dengan segala cinta yang saya punya. menawarkan seberkas senyum bagi kesendiriannya yang melarung murung.

perempuan ini cantik dan menarik. tetapi bukan puteri maha raja.
perempuan ini santun dan bersahaja. tetapi bukan hamba.

perempuan ini tangguh dan berani. tetapi tahu diri.
perempuan ini kuat dan tegas. juga pandai meregas cemas.

tak tahu bagaimana menceritakan sosok ia.
yang kutahu;
ia ratu dalam hati.
kini dan nanti.

depok, 21 januari 2015
Selengkapnya

Kategori Utama