kau, sepi, dan perbincangan tak usai tentang kematian

kita pernah merasa sepi di dalam kepala sendiri. rasanya seperti tertinggal di belakang pada sebuah ruang gelap tanpa suara dan cahaya. tak ada siapa-siapa selain kesunyian yang sama banyaknya dengan cemas dan takut yang perlahan-lahan membuatmu tenggelam dalam hening dalam-dalam.

tapi semua kelengangan yang kau rasakan, tidak lebih mengerikan dari kenyataan yang menampar sadar bahwa kau tak lagi mengenal dirimu sendiri. sebab dari segala hal yang selama ini kau tunjukkan pada orang-orang yang berada di depan matamu satu-satunya kenyataan adalah kepura-kepuraan itu sendiri.

kau adalah asing. memakai topeng berbentuk satu lengkung senyum untuk melakukan penyangkalan atas perasaan sedih dan haru di dalam dadamu. lalu pada satu titik kesadaranmu, kesepian menunjukkan sesuatu; bahwa pada suatu saat ketika kau selalu ada bagi mereka, bukan karena memang mereka butuh, tapi karena itulah kebutuhanmu sendiri: mencari teman atas kesepian-kesepianmu.

sepi yang kau sangkal dengan kebersamaan, nyatanya tetap tak menghindarimu dari kesendirian. kau pernah berada bersama, tapi terasa hampa. kau melangkah beriringan, tapi tak satu tujuan.
hingga, di sinilah kau sekarang. membiarkan mereka melangkah meninggalkan kau sendirian. duduk mendekap lutut pada sebuah ruang gelap tanpa suara dan cahaya. membiarkan perasaan sepi pelan-pelan membunuh dirimu sendiri.

lalu menyimpulkan dari segala yang terjadi; “biarlah kini aku mati dalam keterasingan, dari pada hidup dalam kebohongan dan kepura-puraan.”
Selengkapnya

Kategori Utama