Lelaki Tua Berpayung Hitam

Aku sedang duduk di sebuah kedai kopi saat melihat seorang lelaki tua berjalan tergopoh-gopoh dengan payung hitam untuk melindunginya dari hujan di seberang jalan. Lelaki tua itu mengenakan topi berwarna merah, terlalu besar untuk menutupi kepalanya yang tak lagi ditumbuhi rambut. Kedua belah kakinya membentuk huruf O, berjalan pelan dengan punggung membungkuk, tak peduli pada genangan air yang membasahi sepatu hitam yang dikenakannya. Lalu berdiri di samping tiang lampu lalu lintas yang sedang menunjukkan warna hijau.

Aku sudah meminum espresso tegukan terakhir saat melihat lelaki itu masih berdiri di sana, -di samping tiang lampu lalu lintas-, meski lampu sudah menunjukkan warna merah berkali-kali, tanda untuk menyeberang bagi pejalan kaki. Berdiri diam dengan payung hitam yang terbuka. Pandangannya hanya lurus ke depan, tak memperhatikan lalu lalang pejalan kaki yang hilir mudik menyeberang. Sesekali melihat pergelangan tangan untuk melirik jam. Selain itu, hanya ada ia yang begitu fokus melihat jalan raya, entah apa yang diperhatikannya.

Selesai meminum segelas espresso tanpa sisa, aku melangkah keluar kedai kopi, memutuskan untuk pulang. Mencoba tak mempermasalahkan lelaki tua berpayung hitam yang hampir satu jam hanya berdiri diam di samping tiang lampu lalu lintas di ujung jalan.

Keesokan harinya, aku kembali ke kedai kopi. Betapa menyenangkan duduk berlama-lama meminum kopi sambil mengisap berbatang-batang rokok selepas seharian bekerja. Menyegarkan kembali kepala yang penat disibukkan dengan berbagai rutinitas yang menguras banyak stamina.

Kemudian aku melihat orang itu lagi, lelaki tua berpayung hitam berjalan tercepuk-cepuk menuju tiang lampu lalu lintas di ujung jalan. Berdiri diam dengan payung terbuka dengan pandangan mata yang hanya lurus ke jalan raya.

"Apa yang dilakukan bapak itu?" tanya sebuah suara pada orang di sampingnya. Aku menyimak pembicaraan mereka sambil menyeruput kopi pelan-pelan.
"Ia menjemput istrinya," jawab suara yang lain.
"Istrinya yang mana? Kemarin gue lihat dia diam aja di sana. Istrinya nggak ada, tuh, sampai dia akhirnya pulang."
"Istrinya sudah meninggal dua tahun lalu."
"Ha?"
"Iya, istrinya udah meninggal. Kecelakaan dua tahun lalu. Tertabrak mobil saat ingin menyeberang. Sejak saat itu, ia selalu kembali ke sana. Banyak orang bilang, harusnya lelaki itu datang menjemput istrinya pada saat kecelakaan itu terjadi. Tapi ia sedang sibuk bekerja. Mungkin ia menyesal tak memprioritaskan istrinya yang meminta jemput pada saat itu. Hingga akhirnya sampai sekarang ia habiskan waktu untuk berdiri diam di sana. Menunggu istrinya datang."
"Astaga."

Kedua lelaki itu menyudahi perbincangannya. Hari sudah semakin sore saat aku melihat lelaki tua berpayung hitam masih berdiri di samping tiang lampu lalu lintas di ujung jalan. Celananya sudah basah terkena tempias hujan yang jatuh di genangan air. Hujan turun dengan sangat deras. Tiba-tiba lelaki tua itu menjatuhkan payungnya, terlihat tubuhnya mulai tak seimbang. Sejurus kemudian, ia jatuh terjerembab. Aku keluar kedai kopi, berlari menuju lelaki tua berpayung hitam yang jatuh. Menyeberang dengan asal, tak peduli pada bunyi klakson mobil dan motor yang hampir menabrakku.

"Bangunlah...," aku mendekap tubuh lelaki tua yang jatuh.
"Ayah.. bangunlah.. ayo kita pulang. Ibu tak akan kembali lagi."
Selengkapnya

Kepada Kamu Dengan Penuh Kerinduan

Kepada pagi.
Kepada embun.
Kepada rintik yang menitik ujung daun.
Ingin kunikmati hari dengan teduh.
Dengan hangat peluk bersauh.

Aku masih duduk di sudut itu. Duduk menggigil mendekap lutut. Hening telah sempurna memenuhi udara. Tak ada suara. Sepi. Tak ada apa-apa. Kecuali kenangan yang perlahan tercetak jelas dalam pikiran. Menyublim bersama bulir kerinduan yang menetes perih tak berkesudahan.

Mungkin alismu bertautan sesaat setelah membaca suratku. Lalu tanganmu menggaruk kepala yang tak gatal. Pikiran mengawang jauh, mempertanyakan apa pula maksud dari surat ini. Biarlah... Bingung yang kau rasa belum lebih hebat dibanding kerinduanku yang telah jauh menusuk dada. Anggap saja deretan aksara yang kau baca adalah isyarat kerinduan yang sudah lama ingin bersua.

Apa kabar, kamu?
Masihkah dingin melingkupi semestamu?
Atau hangatnya mentari membuat rona merah di wajahmu?

Di sini, langit menurunkan gerimis dengan melodi ritmis. Bila kau memelukku tepat di belakang, mungkin akan terasa lebih manis.

Dulu, kita kerapkali menikmati hujan berdua. Melawan dingin yang ditawarkan semesta dengan meminum dua gelas cokelat panas. Sesambil ditingkahi hangatnya canda tawa kita. Saat itu, hatiku bersorak dalam gempita paling mesra. Adakah kau merindukan juga?

Rasanya aku semakin tak tahan dengan perasaan dan pikiranku sendiri. Pernah aku mencoba melawan kenangan dengan berusaha sekuat mungkin untuk mengabaikan. Tapi kemudian, magis senyum wajahmu malah semakin jelas menggantung dalam ingatan. Aku menyerah saat itu juga. Membiarkan kerinduan masuk dengan caranya.

Maka, inilah yang aku lakukan sekarang. Menuliskan surat untukmu. Berharap kerinduan ikut terbawa pada setiap aksara yang tertera.

Jaga dirimu baik-baik.
Lindungi pesonamu dengan apik.
Aku berdoa dengan lafadz paling baik.


Peluk hangat,
Lelakimu.
Selengkapnya

Perihal Rindu

“Rindu adalah akal-akalan orang yang tak berdaya mengantar sua untuk tetap terlihat romantis dan mesra.”

Kamu mengatakan itu setahun yang lalu, di tepi laut kala senja, yang bergemuruh ditingkahi deburan ombak, pada saat aku bertanya, “Apa kau merindukanku?” O, tentu bukan tanpa alasan aku bertanya demikian. Sebab seingatku, pada usia awal kebersamaan kita —di mana jarak begitu tega memisah—, kau tak pernah sekalipun mengatakan bahwa kau merindukanku. Sungguh. Tak pernah sama sekali. Padahal, aku sendiri hampir kehabisan analogi yang menggambarkan betapa aku sangat merindukanmu. Pada saat itu, aku hampir berpikir bahwa kau tidak benar-benar mencintaiku. Bagaimana mungkin cinta, jika merasa rindu saja tidak?

Tapi, itu dulu. Toh pada akhirnya aku tahu, bahwa kau adalah orang yang paling paham bagaimana cara memaknai rindu. Ya, seperti katamu. Rindu bukanlah perkara omong kosong yang disampaikan dengan kata-kata puitis dan picisan belaka. Rindu kau jadikan sebagai kata kerja. Sebab itu, tiap kali kau merasakan rindu, kau tak pernah sibuk mempersulit diri dengan membilang rindu sedemikian rewelnya. Kau hanya fokus berselancar di jagat maya, mencari-cari tiket dengan harga promo, lalu memilih harga yang lebih murah sambil bersenandung lirih mengikuti irama lagu yang mengalun melalui iPod kesayanganmu itu. Demi satu tujuan; bersegera menemuiku. Kau tahu? Semenjak saat itu, aku merasa menjadi wanita paling beruntung sedunia. Dirindukan dengan cara yang begitu spesial. Bukan hanya diiming-imingi (maaf aku menggunakan frasa ini) dengan kata-kata belaka, tapi kau langsung menghadirkan sua. Bukankah obat rindu adalah pertemuan yang disegerakan?

Barangkali, cinta pun seperti itu. Kau tak perlu menghabiskan banyak kata untuk mengucapkannya. Cukup lakukan dan rasakan saja. Sebab, cinta adalah kata kerja. Merasakannya adalah proses yang terjadi dari siklus sebab dan akibat. Maka, diam bukanlah pilihan. Memaknainya adalah hasil dari sekumpulan tindakan-tindakan.

Terima kasih telah mencintaiku dengan caramu.
Aku mencintai segenap ganjilmu.

Tapi, mohon maaf, aku tak bisa menahan diri.
Kali ini, aku benar-benar merindukanmu.
Segeralah datang.

Dari seseorang yang selalu kau kunjungi saat rindu,
Perempuanmu.

Selengkapnya

Selamat Tidur, Keyla!

Tuhan pasti sedang ingin bersombong saat menciptakan makhluk seindah kamu, Keyla. Ia hadirkan alis hitam tebal pada wajahmu yang tirus, dilengkapi kemilau pesona matamu yang hitam sempurna dan hidung yang mancung, lalu seolah tak ingin ciptaannya bisa dibandingkan dengan selainnya, Tuhan memberikan cahaya pada sungging senyummu yang menawan. Seperti melihat rona purnama pada langit hitam yang diam. Indah.

5 detik lalu, aku menatap wajah lelapmu. Kemudian dengan lembut kukecup keningmu. Sepertinya, aku selalu ingin mendaratkan ciuman di situ. Mengerahkan sepenuhnya perasaan sayang melalui kecupan. Seandainya kau tahu, tiap kali kecupku jatuh pada keningmu, tiap itu doa-doa kulafalkan agar kau selalu berada dalam pelukan. Sebut aku egois, atau orang yang tahu diri, tapi sungguh, aku selalu ingin menjadi satu-satunya milikmu, dan kau menjadi satu-satunya milikku.

Aku tak pernah tahu apa yang akan terjadi di waktu mendatang. Tapi yang pasti, aku akan selalu menjaga sebaik-baiknya apa-apa yang menjadi milikku sekarang. Berharap, di waktu mendatang sesuatu itu tetap menjadi milikku sepenuhnya; utuh tanpa cela. Hal paling berharga itu adalah kamu. Sebab itulah, pada tiap waktu sebelum pejamku, aku selalu menghadirkan sebentuk wajah kamu. Tersenyum sambil berdoa, semoga Tuhan menjadikan kau sebagai teman hidupku. Kini dan nanti.

10 detik lalu aku mengecup keningmu.
Dan saat ini.
Aku tak tahan untuk memelukmu hingga pagi.
Maka, bila esok pagi kau terjaga dengan perasaan hangat menjalar.
Percayalah, aku tak pernah beranjak sejak kau terlelap.

Selamat malam, selamat memejam. Lelaplah dalam peraduan mimpi indah.
Esok, telah kusediakan peluk yang lebih hangat dari mentari pukul tujuh pagi.
Selamat tidur, perempuan.

Pssst..
Maaf, kucuri kecup sesaat pada bibir mungilmu.
Jangan marah, ya!


--------
Pantai Sepanjang, 27 November 2014.

Selengkapnya

Pada Suatu Hari Nanti


pada suatu hari nanti, aku ingin mengajakmu pergi. menemui kepala-kepala baru. menghirup aroma-aroma baru. melangkah di jalan yang belum pernah kau temui. bercengkerama bersama orang-orang yang baru kau kenal. berbincang tentang berapa harga bibit padi dan cabai. merunduk bersama para petani, membantu mereka bercocok tanam. lalu sore harinya akan kuajak kau menyeruput teh manis hangat sambil memandangi langit senja yang merekah merah. kemudian, saat kau sedang menganga karena terpesona melihat langit sore yang pukau setelah letih seharian bekerja, aku akan mencuri kecup pipimu. sebab, semu merah di pipimu jauh lebih memesona dari langit senja.

pada suatu hari nanti, aku ingin mengajakmu ke pantai. membaui aroma laut yang khas. lalu bermain layang-layang karena angin pantai terlalu kencang jika hanya berfungsi untuk membuat rambut berantakan. berlarian seperti anak kecil yang akan diberi hadiah oleh ayah. kemudian, aku akan mengajakmu bergulung-gulung di sepanjang tepian pantai, membiarkan air laut membasahi tubuh kita berdua. lalu pada saat kau tengah lengah karena sibuk membersihkan pasir yang menempel di kulitmu, aku akan memelukmu erat-erat, lantas mencium keningmu lekat-lekat. memikati setiap inchi wajahmu yang terlihat rikuh karena mendapat kejutan yang menyenangkan.

pada suatu hari nanti, kita adalah sepasang kecup yang saling melumat aduh dari bibir masing-masing. sepasang dekap yang selalu setia memeluk saat gigil malam membuat gigi-gigi kita bergemelutuk. sepasang tubuh yang saling butuh lenguh. berpilin menyatu untuk sama-sama mencapai puncak berahi.

pada suatu hari nanti, semua itu bisa saja terjadi. andai tak ada abai yang badai. andai tak ada kau yang berlalu pergi meninggalkanku yang merasakan cinta sendiri.



Jakarta, 24 November 2014.
...di atas commuter line dalam perjalanan menuju pasar senen.
Selengkapnya

ekstase kematian

/1/

esok pagi
tepatnya dini hari
sebuah janji pasti
datang dengan topi warna-warni
merangkai senyum dengan keindahan seperti pelangi

lalu siang datang
di antara bendera kuning terkibar
payung-payung hitam menyembul
melangkah berduyun-duyun
berseringai murung

pada sebuah sore yang tabah
tanah-tanah merah menggenang oleh air mata
terpampang nama pada sebuah papan kayu
sebagai pengingat ia pernah bertamu.

kemudian malam menjelang
segunduk tanah dikerat sunyi
lebih sepi dari mati
lebih dingin dari doa-doa agar berusia panjang
sendirian

duhai, benarkah ini kematian?


/2/

dan
ceritapun berulang lagi 
tentang sepi 
meski
aroma bunga masih menyerbak 
berpagar bilahbilah papan membentangi 
belenggu tanah 


dan
ceritapun berulang lagi 
akan janji pasti usia 
kepada selembar kain kafan 
putih 
kepada senja 
tentang sunyi 
putih 
kepada bunga 
tentang belenggu tanah 

dan
kini cerita sunyi sepi berulang lagi 
ditinggal pelayat dan kerabat 
kini 
kepada sepi 

hari ini 
     : semoga malaikat selalu mendekapmu
       erat,
       diiringi senyum pengusir sepi
Selengkapnya

Serba-Serbi LDR

Menjalani hubungan LDR, emang banyak cerita menarik. Ada bahagia, senang, haru, priceless, bahkan nggak jarang ngerasa keuheul. Tapi, semua itu akan menjadi baik-baik saja, selama pasangan LDR tersebut mampu menjalani semua prosesnya dengan baik-baik saja. Lah, ya, iyalah!

Nah, yang jadi pertanyaan selanjutnya, bagaimana agar pasangan LDR itu mampu menjalani semuanya dengan baik-baik saja? Sebelum menjawab pertanyaan itu. Sebaiknya kita mampu memahami dulu setiap permasalahannya. Malam ini, gue bakal share hal-hal apa aja, sih, yang sering ditemuin oleh pasangan LDR.

1. Kangen
Rasa kangen emang hal yang paling sering dirasain oleh pasangan LDR. Bahkan mungkin, anak LDR mah napas aja dari rasa kangen karena saking seringnya ngerasain kangen. Perasaan kangen ini seperti pisau bermata dua. Satu sisi bisa menjaga hubungan, di sisi yang lain bisa jadi pemicu pertengkaran. Kenapa perasaan kangen bisa menjadi penjaga hubungan? Sebab, hanya rasa kangenlah yang mampu menjadi alasan untuk mengupayakan pertemuan. Sebab dengan bertemu setelah lama berpisah, membuat pelukan menjadi terasa lebih hangat dan menenangkan. Tapi, ya, namanya juga hati, kalau lagi sendiri kan penginnya selalu ditemani. Hal ini, nih, yang kemudian menjadikan kangen sebagai pemicu pertengkaran. Kayak gini kasusnya.

“Sayang, kamu dari mana aja, sih? Aku dari tadi chat nggak dibales!”
“Aku masih di sini, sayang.”
“Ya kalau gitu bales dong chatku!”
“Ya ampun, aku kan dari tadi bales.”
“Iya! Tapi kamu balesnya lama.”
“Astaga, aku kan nggak bales chatmu selang waktunya cuma setengah menit dua detik seperdua seken.”
“Bodo! Aku kangen tahu!”
“Oh, jadi kamu lebih kangen sama tahu dari pada sama aku?”

Setelah itu, gue nggak tahu apa yang terjadi dengan mereka. Dengar-dengar ada berita, Seorang Pemuda Tewas Diracun Pacarnya Sendiri Lantaran Lama Membalas Chat.

Kalau udah seperti ini, yang harus dilakukan adalah bersabar dan saling memahami. Cobalah mengerti pasangan yang lagi kangen saat jarak begitu jauh memisah. Manjakan ia dengan kelembutan yang kamu punya. Jangan balik ngomel atau bahkan marah, bersabarlah. Beberapa kata manis, kadang perlu untuk menenangkan pasangan yang lagi kangen. Persoalan ia, kan, hanya satu; ia butuh teman, dan ia telah memilih kamu sebagai teman hidupnya. Maka, temanilah ia sebagaimana kamu ingin ditemani. Manjakan ia sebagaimana kamu ingin dimanjakan. Tenangkan ia sebagaimana kamu ingin ditenangkan. Dan untuk pasangan lain yang ngerasa kangen, pahamilah bahwa kamu nggak pernah ngerasa kangen sendirian. Sebab di sana, ia pun merasakan hal yang sama. Bersabarlah menunggu, sebab ia akan selalu punya waktu untuk menemani kamu. Tak ada hal paling membahagiakan dari sepasang perindu, selain ketika mereka sama-sama tahu bahwa mereka saling merindukan.

2. Pertemuan
Bagi sepasang LDR-ian, pertemuan adalah harga yang sangat mahal. Bukan hanya persoalan berapa budget yang harus dikeluarkan, —lebih dari itu—, perasaan bahagia yang nggak bisa dibeli. Beuh. Gimana nggak bahagia coba? Setelah sekian lama babak belur dihantam perasaan akhirnya bisa ketemu juga. Perasaannya tuh kayak nari-nari di lapangan rumput yang hijau, bola di kakinya haaa menguji kehebatannya.. Lari.. Lari... Lari.. Eh, eh.. Kok jadi lagu Tsubasa gini? Ya pokoknya, bahagia sejadi-jadinya lah!

Pertemuan akan menjadi masalah, saat nggak dilakuin seperti biasanya. Misal, yang biasanya ketemuan dua bulan sekali, eh malah nggak ditemuin selama berbulan-bulan. Gimana rasanya coba? Udah berbulan-bulan nggak ditemuin, sekalinya ketemu pacarnya udah jadi prasasti batu tulis. Sakitnya tuh, di Sidney.

Maka, untuk para LDR-ian, sering-sering cek promo tiket adalah rutinitas yang harus dilakukan. Sebisa mungkin, sepakati jadwal untuk bertemu. Sehingga, kamu jadi merasa perlu untuk menabung demi pertemuan selanjutnya. Tak ada yang lebih hebat dari sepasang pencinta berjauhan, yang berusaha melipat angka-angka pada peta menjadi berjarak hanya satu pandangan mata saja.

Nah, itu dulu yang bisa gue share malam ini. Sebenarnya banyak, sih, seperti jenuh, cemburu, kepercayaan, dan hal-hal lainnya. Tapi takut kepanjangan, kapan-kapan kalau lagi slow gue lanjutin, deh.

Nah, untuk kalian para pembaca yang budiman, pengalaman apa yang sering kalian temui sebagai pemicu pertengkaran dalam hubungan jarak jauh? Share di kolom komentar di bawah, ya!
Selengkapnya

deru rindu dan doa yang terhenti

/1/
jika saja jarak dan waktu adalah benang-benang tipis
sudah pasti langsung kutepis
agar mereka tak lagi membuatku atau kau
menangis

/2/
cerau
tik.. tik.. tik..
hujan jatuh malam itu
curah dan deras
tapi di dalam kepala
suaranya tak lebih bising dari rindu
derai yang menderu
bersahutan memanggil namamu

tiap kali hujan jatuh
yang kuingat adalah kau
perempuan bermata embun
yang di dalam pelukannya tersimpan
hangat mentari pukul tujuh pagi

aku ingin jatuh kembali
pada pelukmu yang menenangkan
hingga aku merasa riang
seperti anak kecil yang berlarian saat hujan
menari berkecipak-kecipuk di atas tanah-tanah basah
tertawa diguyur bola-bola hujan
lantas ambruk di antara genangan

aku ingin jatuh kembali
pada dekapmu yang menentramkan
tidur merebahkan kepala di antara dua belah pangkal pahamu
menghitung seberapa banyak detak
yang memanggil namaku

aku ingin jatuh kembali
pada dekap hangat pelukmu
meninabobokan insomnia rindu
yang kauusap lembut
di tiap anak-anak rambutku

aku selalu membutuhkanmu
pada setiap pesona kau
yang selalu pukau
di mataku

/3/
jarak adalah jeda
sekat yang dipersiapkan tuhan
untuk diisi dengan doa—doa

tapi
untuk kali ini
aku ingin berhenti berdoa
biarkan aku berlari ke sana
menjemput sua
mengupayakan cinta untuk tetap menang
pada eratnya pelukan selepas perpisahan




__________________
ps: minggu malam aku berangkat ke kotamu. aku akan tiba di sana pada hari senin pukul enam pagi. datanglah bersama senyum dan pelukan yang amat kurindukan. aku mencintaimu. aku selalu mencintaimu, k.

Puisi balasan untuk Kepada Lelaki Bermata Hujan oleh Tiara Rismala.
Terima kasih telah bersedia menjadi pasangan #DuetPuisi tahun ini.




Selengkapnya

senja itu, cinta telah menang

ibuku pasti tak percaya
saat kubilang ada perempuan menawan
sedap dipandang, melekat di ingatan
hampir melebihi ibu
kalau saja ibu bukan ibu
sudah kubilang pesona perempuan itu yang pertama
tapi tak apa—apa
nomor dua dari ibu yang pertama
berarti teristimewa
perempuan itu kau, —tentu saja

kemarin senja, di tepi pantai yang ditinggal nelayan pulang
cinta telah menang
kita adalah sepasang tangan bergenggaman
melahap senja membenam dilahap malam
sepasang kecup yang saling melumat aduh
saling merengkuh dalam peluk bersauh

o, nona
betapa cinta tak pernah salah memeluk kita
menyembuhkan setiap luka yang meraja
pelipur bagi lara-lara yang gulana
pembunuh sepi yang menyekap kita berdua

percayalah,
kaulah yang merangkul jantung
saat debar kehilangan detak
kaulah penopang sendi
saat aku tak mampu berdiri

maka,
kupersembahkan untukmu
segenggam hati
terbuat dari kesetiaan dan ketabahan
satu yang menggenapi
pada setiap hari-hari
aku
: mencintaimu



*ps:
terima kasih untuk cinta yang kau tawarkan.
kau datang saat aku sedang merasa teramat kesepian.

omong-omong, aku menyelipkan iPod berisi lagu-lagu kesukaanku dan foto-foto kita beberapa hari lalumainkanlah lagu-lagu cinta, semoga menjadi teman perjalananmu menuju kota. berhati-hatilah dalam perjalananmu. tunggu aku di sana, aku akan datang bahkan sebelum kau sempat merindukanku. i love you, keyla.



Puisi balasan untuk Moga Semesta Mengaminkan oleh Tiara Rismala.
Selengkapnya

sore, lagu-lagu lampau, dan musim yang berganti terlalu dini

— keyla

/1/
sore itu, kau datang sebagai senandung pengiring hujan selepas kemarau. sementara aku petani renta yang tak berhenti mengucap alhamdulillah karena ladang—ladang kering kembali basah. kau masuk lalu duduk bersila, bertanya; ‘bolehkah aku menyanyikan lagu lain?’ aku menjawab dengan tanya; ‘bolehkah aku mendengarkan semua lagumu sampai suara kau berubah sengau?’

lalu kau tersenyum. lengkungan yang meluruskan. sesuatu yang membuat duri—duri meranggas di dalam dadaku. sebab terkadang cuaca begitu tega mempersilakan onak tumbuh melesak. ‘kalau begitu, dengarkanlah dengan saksama. jangan perhatikan hal lain, karena lagu ini tak pernah kuperdengarkan pada siapapun.’

kemudian dari bibirmu yang merah jambu mengalun lagu—lagu pateneras. nada melankolia yang mengiringi hujan dengan deras. penggalan larik kisah lampau yang membuatmu hampir mati lemas.

‘berhentilah menyanyikan kidung luka. aku adalah kecup yang diutus untuk melumat aduh di bibirmu.’ —kataku

/2/
sore itu, hujan turun deras sekali
andai kenanganmu badai
aku adalah benteng kokoh anti roboh

/3/
sore itu, cuaca berganti terlalu dini
hujan yang menghunjam deras dadamu
perlahan surut
ada binar mentari pagi dari matamu yang selalu malam

berhentilah menanak air mata
akan kuajari kau kesetiaan daun untuk tetap tumbuh
meski kerap digugurkan musim

___________________
*ps: tentu, dengan senang hati aku akan datang. kau tunggulah aku di sana. jangan lupa membawa buku yang kau ceritakan kemarin.




Selengkapnya

puisi tanpa salam dan pertanyaan tentang siapa nama saya

- kepada entah siapa

beberapa menit sebelum pagi meretas geming
di jendela, angin berembus
mengetuk-ngetuk
mengucap salam
dengan bahasa malam
dingin
dan
kesepian

lalu engkau mengendap-endap
sebagai surat yang tergeletak
tanpa nama, hanya alamat
mencium lembut lamunku
dengan hangat kecupan
tigabelas baris puisi
tentang siapa aku

aku adalah sajak-sajak
dari rindu yang kau bungkam
diam-diam
puisi elegi yang tercipta
dari keraguanmu untuk bicara
    : bertegur sapa

maka
mendekatlah,
mari kita duduk berdua
menikmati langit sore
embusan angin
dan nyanyian daun yang jatuh
saling menceritakan rahasia
lalu menangis
dalam senyum bersama

hingga aku dan kau tahu
berapa banyak nama
yang mampu kita baca


___________________
ps: esok senja aku berdiri di tempat biasa, di waktu yang sama. menikmati embusan angin pantai yang membuat anak-anak rambutku berantakan. kutunggu kau. membawa sekerat senyum dan seikat puisi. lalu biarkan aku memperkenalkan namaku kepadamu, di sana.








*puisi balasan untuk Yang Selalu Ditanyakan oleh Tiara Rismala
Selengkapnya

Aku Mencintaimu Utuh; Seluruh

untuk tiara rismala sari.

What would I do without your smart mouth
Drawing me in, and you kicking me out
Got my head spinning, no kidding*

Apa kau pernah mendapati dirimu terjatuh, tapi alih-alih beranjak bangun, kau malah mempersilakan dirimu untuk tersungkur ke dalamnya kian jauh? Membiarkan dirimu tenggelam ke dalamnya dalam-dalam. Merelakan sepenuhnya dirimu menjadi bagian dari ruang itu. Menafikan pening yang mengetuk kepala pelan-pelan saat kau terjerembab, tak peduli lagi pada setiap luka yang menggores tubuh ringkihmu satu per satu. Pernahkah kamu?

You’ve got my head spinning, no kidding, I can’t pin you down
What’s going on in that beautiful mind
I’m on your magical mystery ride
And I’m so dizzy, don’t know what hit me, but I’ll be alright*

Suatu kali dalam hidup, aku pernah berjalan begitu tegak. Melangkah mantap tanpa keraguan. Hingga kemudian aku bertemu kamu. Magis senyummu yang lugu, rahasia-rahasia di balik kepalamu, misteri yang tersimpan di kedalaman matamu, begitu menggoda. Dan aku terjerembab. Terjatuh dalam pesonamu dalam-dalam. Tak kuat untuk bangkit. Ingin lebih lama lelap untuk menguak setiap tabir yang tersimpan di hatimu. Pada hatimu. Aku jatuh. Cinta. Dan tak lagi bisa berbuat apa-apa. Lalu kau mulai menoleh. Mengulurkan genggam tangan. Membuka hatimu lebar-lebar agar aku dapat masuk lebih jauh. Memberikan segenap cinta yang kupunya. Menanam bunga-bunga agar bermekaran. Kemudian semua luka, siksa, dan nestapa tak lagi berarti apa-apa. Sebab karenamu semua menjadi baik-baik saja.

Cause all of me
Loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections*

Aku mencintaimu; dalam peluk—dalam pelik, dalam senyum—dalam manyun. dalam bahagia—dalam luka, dalam sempurna—dalam papa. Sebab aku mencintaimu, maka semua menjadi baik-baik saja. Betapapun perih pedihnya perjuangan dalam upaya menjaga dan mempertahankan, aku bahagia sejadi-jadinya.

Give your all to me
I’ll give my all to you
You’re my end and my beginning
Even when I lose I’m winning
‘Cause I give you all of me
And you give me all of you*

Kaulah perempuan itu. Datang dengan senyum riang. Saat aku sedang merasa teramat kesepian. Pelipur bagi lara-lara yang gulana. Membuatku menang dari setiap kekalahan yang kerap membuatku kelelahan. Menjadi awal atas kebahagiaan. Mematahkan keraguan atas kesedihan yang kukira tak akan berakhir. Penopang sendi saat pijak tak mampu berdiri. Merangkul jantung saat debar kehilangan detak. Maka, tanpa kau minta, aku telah mencintaimu tanpa jeda.

Aku mencintaimu. Utuh, seluruh. Tanpa jenuh. Sungguh.

-------------------------
All of Me - John Legend



Selengkapnya

Lima Oktober

Saat membaca surat ini, mungkin kau telah menapaki hidup begitu jauh. Ada banyak rasa yang telah kau cecap; kebahagiaan, kesedihan, kekecewaan, kehilangan, haru, senang, lucu, dan rasa lainnya yang datang silih berganti. Menjadi satu kesatuan utuh dalam hidup yang tak mungkin bisa kau hindari. Tapi, seperti yang pernah kau pahami, semua rasa yang ada hanyalah sekeping nuansa di dalam hati. Sifatnya hanya sesaat dan sementara. Suatu kali kau menggenggam, di lain waktu kau harus mampu melepaskan. Maka, aku berpesan, bila suatu saat nanti kau berjalan mengarungi kehidupan dan merasakan kepahitan dari rasa sedih dan kehilangan yang mendalam, ingat-ingatlah lagi bahwa itu hanyalah sesaat dan sementara. Kau hanya perlu menjalaninya dengan seksama, lalu menyelesaikannya dengan tabah. Sebab, itu hanyalah sekeping perasaan di dalam hati. Tidak lebih besar dari kepingan kebahagiaan lain yang menanti kau untuk menggenggamnya. Biarlah bekas luka yang tersisa menjadi bukti dari ketegaran jiwa yang kau punya.

Saat membaca surat ini, mungkin banyak mimpi yang sedang atau sudah kau perjuangkan. Ada beberapa yang mampu kau raih, sisanya yang lain masih begitu abu dan sangsi untuk dapat tercapai. Tapi tak apa, berikan saja usaha terbaik dalam mengupayakannya. Berserah bukan berarti menyerah, tetapi pasrah selepas usaha berlelah-lelah. Maka, aku berpesan, bila dalam perjalananmu nanti kau merasa letih, ingat-ingatlah lagi bahwa itu adalah proses yang kau jalani. Engkau tak pernah tahu apa yang Tuhan persiapkan untukmu, yang bisa kau lakukan hanyalah menjalani apa-apa yang kau yakini. Selesaikanlah apa yang telah kau mulai. Sekalipun kau gagal, itu akan membuatmu paham, mana yang pantas kau perjuangkan dan mana yang semestinya kau lepaskan. Bersabarlah, sebab kesabaran adalah sebaik-baik teman perjalanan. Kuatkan lagi pijakan kakimu dalam melangkah. Perjalanan hidup merupa lorong-lorong hitam paling pekat. Kau akan menemukan cahaya hanya jika mampu berbesar sabar melewatinya. Maka, tenang saja, akan selalu ada kebahagiaan yang menanti di ujung perjalanan.

Saat membaca surat ini, mungkin banyak sahabat terbaik yang mengelilingi hidupmu. Menjadi teman bagi hari-hari panjangmu. Kawan berbincang yang tak menyela pembicaraan, pendengar yang baik bagi ide-ide dan keresahan yang ada di dalam kepalamu. Ruang berbagi tawa dan kesedihan pada setiap waktu yang kau luangkan. Tapi, sebanyak apapun teman, engkau tetaplah berdiri di atas kakimu sendiri. Maka, aku berpesan, bila suatu kali sahabat-sahabatmu satu per satu pergi untuk mewujudkan cita-cita mereka masing-masing, jangan merengek seperti anak kecil yang kehilangan kembang gula. Dukung mereka semampu yang kau bisa. Berikan kenangan terbaik kepada mereka. Sehingga, bila kelak kau semakin jauh, engkau dirindukan sebagai kenangan yang selalu ingin mereka rengkuh. Jadilah sahabat terbaik bagi mereka. Sebab, mereka telah memberikan yang terbaik sebagai sahabatmu.

Saat membaca surat ini, mungkin ada seseorang yang begitu kau cintai. Segenggam hati yang dengan tulus memberikan segalanya untukmu. Ia yang menyuburkan bunga-bunga dan memberi warna-warna bagi tandusnya hatimu yang kesepian. Dekap yang pertama kali memeluk saat kau terjatuh. Kecup yang mencium aduh di bibirmu. Tangan yang menggenggam untuk menemanimu menempuh perjalanan. Maka, aku berpesan, jaga ia dengan sebaik-sebaiknya. Perjuangkan sebagaimana kau ingin diperjuangkan. Pertahankan ia dengan setabah-tabahnya kesabaran. Sebab, ia adalah yang paling mengenalmu selain dirimu sendiri. Jangan biarkan ia menghilang hanya karena lebih memutuskan untuk pergi. Cintai ia dengan segenap kasihmu. Sayangi ia selembut hatimu. Lindungi ia setegas jiwamu. Sebab, kau adalah istimewa karena telah memilikinya.

Saat membaca surat ini, mungkin kau sedang merasa teramat kesepian karena semua yang kau miliki satu per satu menghilang. Tapi, kau tak perlu bersedih dengan seperih pedih rasa. Engkau tak pernah benar-benar kesepian, sebab aku selalu ada. Tak pernah jauh dari hidupmu. Begitu erat, begitu dekat. Maka, pejamkan sejenak matamu. Kunjungi aku di kedalaman hatimu. Aku adalah dirimu sendiri; keyakinan yang kau punya saat tak ada lagi yang bisa kau percaya.

Bila suatu kali kau tak lagi tahu apa yang harus kau lakukan, buka lagi lembaran surat ini. Semoga menjadi semacam pengingat bahwa kau pernah begitu yakin atas hidupmu sendiri. Aku mencintaimu.

Sebaris harapan berjejer rapi tanpa api.
Tapi nyalanya lebih terang dari matahari.
Hari ini.
Semoga,
Malaikat mendekapmu erat,
Diiringi senyum pengusir sepi.
Selamat ulang tahun, Galih Hidayatullah.
Hari ini bahagia, esok apalagi.

Dari seseorang yang mencintaimu begitu dalam.
Galih Hidayatullah.

Sebuah surat dariku, untuk diriku sendiri.
Bogor, 5 Oktober 2014.
Selengkapnya

Terima Kasih, Ra

“Home is not some familiar place you can always return to; it is the rightness you feel, wherever you are, when you know that you’re loved.”

Ra, apa kamu pernah mendapati sesuatu yang kau impikan? Seperti sesuatu yang begitu kamu idam-idamkan; rasa, suasana, aroma, kerinduan, keadaan, seseorang, atau segala kebaikan dan kebahagiaan lain yang dulunya hanya sebatas kau angankan. Lalu, suatu kali Tuhan dengan berbaik hati memberikan seluruhnya sebagai doa yang terjawab. Aku pernah merasakannya, dan itu adalah momen ketika kau hadir dalam hidupku.

Mungkin, Tuhan sedang memanjakanku, saat Ia dengan penuh cinta membuat kita bertemu. Hingga akhirnya kita dapat saling mengenal satu sama lain, lalu memutuskan untuk saling memiliki. Aku tak lagi menjadi aku, kamu tak lagi menjadi kamu, aku dan kamu telah menjelma menjadi kita. Tak peduli pada seberapa jauh jarak memberi sekat, menafikan rindu yang kerap membuat kita sekarat. Tentang hal itu, kamu pernah bilang, “Distance means so little, when someone means so much.” Sebab, bagian terbaik dari jarak adalah kita. Dua pasang lengan yang menengadah untuk berdoa. Berharap kepada Tuhan agar selalu menjaga kita dengan cinta.

Ra, setahun yang lalu, selepas raga ini mengenalmu, aku jadi lupa diri. Semua tentangmu aku abadikan di sini. Terpatri baik-baik di dalam hati. Mengenalmu adalah skenario terbaik. Memilikimu utuh tanpa cela adalah anugerah teristimewa. Dicintai olehmu adalah kebahagiaan yang sempurna. Terima kasih telah hadir, memberi warna-warni dalam setiap cerita. Pencipta makna dari segenap rasa yang kita sebut sebagai cinta.

Ra, aku ingin membawamu ke sebuah tempat yang nyaman dan sederhana. Dimana setiap lekuk sudutnya berpendar cahaya Tuhan. Maka, tetaplah bergenggaman, dan jangan pernah merenggang. Aku tak bisa menjanjikan dapat terus membuatmu tertawa dan bahagia. Tapi, yang dapat kupastikan, apapun yang terjadi nanti, kita akan bisa melalui dan jatuh cinta kembali.

Untuk perempuan yang datang saat aku sedang merasa teramat kesepian, Tiara Rismala Sari.
Home is wherever I'm with you.
Aku mencintaimu.


Galih Hidayatullah
Selengkapnya

Menyerah Pada Kegagalan

“Sesekali, kau perlu menyerah pada kegagalan. Untuk sekadar menerima bahwa kau memang tak bisa. Lalu mencari jalan lain untuk menemukan kebahagiaan baru.”

Kita pernah mempertahankan sesuatu, —cinta, impian, pekerjaan, atau apa saja yang menurut kita adalah kebahagiaan— hingga menafikan luka, rasa sakit, kepedihan, dan kegetiran yang bertubi-tubi menghadang. Hanya karena begitu kukuh meyakini bahwa itu adalah kebahagiaan yang paling benar. Tak peduli lagi pada kebaikan diri sendiri. Wajah yang bercahaya saat melangkah kali pertama perlahan meredup, dipenuhi coreng moreng. Kebahagiaan yang kita kira akan tergapai dan terpeluk, justru menjauh. Tapi, bukannya berhenti, justru kita malah berusaha meyakini diri sendiri bahwa kebahagiaan itu mampu kita raih.

Kita pernah melupakan sesuatu, —wajah, suasana, jalan, dan segala hal baru di tempat yang lain— demi mempertahankan hal yang bukan menjadi milik kita. Merelakan diri sendiri untuk merasakan sakit dan luka tiada habisnya. Padahal, sesuatu yang bukan menjadi milik kita, sekeras apapun kita berusaha, tetap tak akan pernah menjadi milik kita. Sesuatu yang bukan diciptakan untuk kita, pada akhirnya akan tetap berlalu dan menghilang juga.

Maka, kemarilah... Duduklah dengan sabar di sampingku. Akan kusampaikan sebuah rahasia besar. Tak semua orang dapat memahami ini dengan baik. Jadi, dengarlah dengan hati yang lapang; “Akan selalu ada yang lebih baik, bahkan dari kebahagiaan yang kau kira paling benar. Kau hanya perlu membuka matamu lebih lebar lagi, memperluas langkah kakimu lebih jauh lagi, membesarkan hatimu sendiri untuk menyerah pada kegagalan, lalu menerima dengan tulus bahwa kau memang tak diciptakan untuk meraihnya. Kelak, akan datang hal terbaik yang benar-benar kau butuhkan, bukan sekadar keinginan yang kau angankan. Sesuatu yang dipersiapkan Tuhan untuk menjadi milikmu yang teristimewa; kebahagiaan yang sempurna.”

Keep your heads up dan stay strong, it's time to let go and move on!
Selengkapnya

Kepada Keyla; Tentang Jarak yang Telak Memisah

Kepada, Keyla.

Melihat punggungmu menjauh saat melepas pergimu lima belas hari yang lalu, ada yang terasa hilang di hariku setelahnya. Senyum yang menggantung di langit kepala, hangat yang menjalar dari pelukmu yang menenangkan, juga gelitik canda saat kita berbincang berdua. Aku tidak menafikan bahwa jarak membuat cinta jadi terasa begitu sulit dan berbelit. Seperti dipaksa untuk menerima kekalahan. Kalau saja Tuhan menganugerahiku kekuatan seperti Tony Stark saat menjadi Iron Man —superhero yang selalu kau kagumi itu— mungkin aku akan lebih tenang dan baik-baik saja. Sebab, aku hanya perlu memanggil Jarvis, lalu memerintahkannya untuk terbang menuju tempatmu. Mengajakmu berkencan di atas gedung yang dipayungi purnama, sambil sesekali mencuri kecup di bibirmu yang delima. Ah, alangkah terasa mudah dan menyenangkannya!

Kotaku diselimuti hujan sejak kemarin. Hujan merintik tak ada habisnya. Aku heran, deh, sebesar apa sih penampung air di balik awan? Kok bisa, yah, dua hari air turun tak habis-habis? Menyebalkan sekali, alam seperti berkonspirasi untuk membuat hariku menjadi semakin sendu saja. Aku sampai tidak berani mendengar lagu Leaving on The Jet Plane dari John Denver sambil menatap jendela yang basah terkena tempias hujan, aku khawatir tak mampu menahan diriku sendiri untuk menyilet-nyilet tanganku. Saking galaunya. Hahaha.

Key, cinta berjarak tak pernah mudah. Sekali lengah, rindu bisa begitu telak membuat jengah. Tapi bukan berarti kita harus menyerah. Kenyataan bahwa akan ada sua istimewa dengan kita yang menjaga setia, menjadi penyemangatku agar tetap tabah berlelah-lelah. Tak apa, jarak tak akan memisahkan kita selamanya. Beberapa waktu ke depan, akan ada kita yang mampu melipat jarak, seberapa pun jauhnya. Kembali berbagi tenang dalam senyum bersama, membunuh rindu satu per satu di pelukan kita, saling merangkul dan berbagi hangat dalam dekap erat-erat.

Keyla, aku tak lagi berandai-andai ingin menjadi Iron Man untuk bisa menghadapi jarak. Atau menjadi sekumpulan awan yang mampu menampung bulir-bulir rindu yang menumpuk. Lebih dari itu semua, ketabahan dan kesabaranku jauh lebih hebat dari apapun. Sebab satu hal yang aku percaya, sesuatu yang layak, sangat patut untuk kuperjuangkan. Dan itu adalah kamu.

Bersabarlah menimang rindu.
Aku akan segera datang ke kotamu.


Lelakimu,
Al.






Selengkapnya

Surat yang Tak Pernah Sampai

Untuk Navilla,

Suatu kali aku pernah bermimpi, ada cahaya warna-warni dan aku ikuti. Nila, merah muda, jingga, biru juga ada. Semakin aku dekati, cahaya itu meredup dan perlahan pudar. Hanya meninggalkan pekat legam merupa lorong hitam paling kelam. Dan aku tersesat. Tak bisa mencari jalan keluar. Lalu dengan tangan gemetar, aku meraba jalan yang gelap. Melangkah pelan-pelan sampai akhirnya aku terjatuh. Seketika dingin merambat, sepi dan sendirian mengantarkan perasaan takut yang berkecamuk. Kemudian aku meringkuk mendekap lutut, membiarkan gelap melahapku bulat-bulat. Tak lama setelahnya, aku terjaga dengan tubuh berkeringat. Terbangun dengan tangis sesenggukan mengingat mimpi yang baru aku alami. Dan saat itu, kau berada di sampingku. Ikut terbangun karena mendengar aku yang menangis. Mengusap punggungku sambil mengatakan bahwa semua baik-baik saja. Hanya mimpi, katamu dengan senyum menenangkan. Kau tahu? Saat itu, aku ingin selalu berada di sampingmu.

Navilla,
Tak mudah buatku menahan debar perasaan sementara kita selalu berdekatan. Dalam beberapa malam, kita kerap duduk di serambi menikmati dua gelas cokelat panas sambil berbincang dan bercerita. Apa kau ingat kita pernah tertawa sampai terbatuk-batuk saat mengejek Bapak Adril, dosen paling sadis di kampus kita? Katamu, kacamata yang dia pakai tak pantas, hidungnya terlalu pesek untuk wajahnya yang besar. Belum lagi suara melengkingnya, seperti tikus kejepit. Bagaimana mungkin orang seperti itu kita takuti, ya? Ah, tapi seandainya dia tahu kita mengejeknya, habislah sudah kita dimaki-maki olehnya.

Navilla,
Pada suatu temaram keremangan petang, aku pernah menemukanmu menangis. Aku tak berani untuk langsung bertanya kenapa, padahal aku sangat cemas perihal apa atau siapa yang begitu tega membuatmu menangis. Karena seingatku, dalam kebersamaan kita, kau tak pernah melarung air mata. Lalu aku hanya duduk di sampingmu. Mengelus punggungmu agar kau lebih tenang. Mendekap kepalamu agar rebah dalam pelukanku. Membiarkanmu sejenak tenggelam dalam perasaan haru. Hingga akhirnya kau buka suara, katamu —dengan suara bergetar— kau menyaksikan lagi lelakimu berselingkuh untuk kedua kalinya, kali ini dengan perempuan yang berbeda dari sebelumnya. Lalu kau bercerita. Tentang kesempatan kedua yang kau berikan kepada lelakimu sesaat setelah kedapatan selingkuh. Engkau marah, tentu saja, tapi demi melihat mata lelakimu menangis meminta maaf, kau tak kuasa menahan diri untuk tidak melunak. Kau peluk ia. Dan memaafkannya. Tapi entah setan apa yang ada di dalam jiwa lelakimu, ia ingkari janjinya, lalu kembali ke lubang yang sama.

Aku tak bisa menahan geram kepada lelakimu karena begitu tega mengecewakan dan menghancurkan sekeping hatimu. Ingin rasanya kutampar atau bahkan meludahi wajahnya karena telah seenaknya mempermainkanmu. Kau tak pantas menerima pelukaan, sebab hatimu yang merah muda sepatutnya dimuliakan dengan sebaik-baik perasaan. Tapi aku tak bisa apa-apa. Aku terlalu pecundang untuk berdiri di depan untuk membelamu. Maka, selanjutnya hanya ada aku yang memeluk kesedihanmu. Menjadi teman bagi malam-malam panjangmu saat berusaha bangkit dari kenangan. Menyemangatimu agar mampu move on dan tersenyum kembali menyambut cinta yang baru. Bila ada kesempatan, sebenarnya aku ingin sekali memberitahumu, bahwa aku selalu siap menjadi teman bagi hatimu. Ruang tempatmu berpulang saat kau begitu letih menapak perjalanan sendirian. Tapi, —sekali lagi, aku terlalu pecundang. Aku takut kau justru menghindar dan menjauh bila kau tahu sedalam apa perasaanku padamu.

Maka, kubiarkan semuanya mengalir sebagaimana adanya. Mencintai diam-diam jauh lebih baik dari pada harus kehilangan. Tak apa jika aku tak bisa memilikimu secara utuh, kenyataan bahwa kita selalu berdua melewati waktu sudah lebih dari cukup. Terlalu naif jika aku berkata bahwa itu adalah kebahagiaan yang paling benar, tapi aku bisa apa? Aku terlampau takut mimpiku di waktu lalu menjadi nyata. Berusaha berlari menangkap cahaya, yang justru malah membuatku tersesat dalam gelap dan sendirian. Aku tak pernah siap kehilanganmu.

Navilla,
Tahu bagaimana rasanya menemani rasa sepi seseorang tapi kau tak pernah menjadi pilihan bagi hatinya yang sendirian?

Tak perlu kau jawab.
Aku sudah merasakannya.

Maaf untuk segenap jiwaku yang luruh di hatimu.
Cintaku kepadamu sebesar dosa yang harus kutanggung.

Aku mencintaimu,


Dari seorang perempuan yang pernah kau sebut sebagai sahabat terbaik,
Karin.
Selengkapnya

Jarak

Bagian terbaik dari jarak adalah kita; dua pasang lengan menengadah untuk berdoa. Berharap waktu berbaik hati mengantarkan sua.

Jarak adalah jeda. Sekat yang dipersiapkan Tuhan untuk diisi dengan doa. Bersabar menunggu dalam menanti temu. Menjadikannya sebagai kesepian yang hangat meski sendu sesekali melekat. Tak apa, toh hal yang indah, baik dekat maupun jauh tetap saja akan tetap terlihat dan terasa indah. Hei, bukankah jarak adalah persoalan angka-angka pada peta saja?

Aku mencintaimu; dalam dekat—dalam jarak, dalam lekat—dalam sekat. Sebab aku mencintaimu, maka jarak dan waktu akan terpangkas untuk merindui kamu. Kenyataan bahwa aku merasa begitu dicintai olehmu adalah anugerah terbaik. Memilikimu utuh tanpa cela adalah keistimewaan yang sempurna. Biarlah sesekali jarak membuat kita jauh, agar kita dapat menjaga rindu dengan sebaik-baiknya. Sebab apa lagi yang membuat pertemuan menjadi sedemikian istimewa selain karena rindu yang sama-sama kita jaga?

Jarak adalah ujian. Perkara yang dipersiapkan Tuhan untuk mengetahui sejauh mana kita mampu bertahan. Sederhananya begini, jika dalam rentang jarak terbentang kita mampu melewati setiap permasalahan yang menghadang, apa lagi jika kita melawannya dengan terus bergenggaman? Kenyataan bahwa hati kita saling terpaut dalam setiap pergulatan perasaan adalah karunia yang mesti sama-sama kita syukuri. Hei, bukankah syukur adalah cara agar kita tetap merasa cukup?

Aku mencintaimu; dalam peluk—dalam pelik, dalam senyum—dalam murung. Sebab aku mencintaimu, maka semua menjadi baik-baik saja. Kenyataan bahwa kita saling mengait dan tetap bersama adalah kebahagiaan yang paling benar. Tak peduli berapa lama berbesar sabar saat menunggu, toh pada akhirnya kita akan sama-sama memperjuangkan temu. Aku tak lagi menjadi aku, kamu tak lagi menjadi kamu. Aku dan kamu, telah menjadi kita. There's no long distance about love, it always finds a way to bring hearts together. No matter the miles in between.

Akan datang pagi di mana jarak kita hanya satu dengusan napas saja. Saling mendekap erat dengan hidung menempel dan bibir bertautan. Membunuh rindu satu persatu dalam pelukan. Maka, bersabarlah. Akan segera kupangkas jarak. Biar aku berada dalam dekapmu. Lalu kita saling menangis dalam senyum bersama—sama.


Untuk perempuan berjarak 600 KM.
Aku mencintaimu.
Lebih besar dari jarak yang harus kutempuh.

Selengkapnya

Takdir yang Kupilih

Kita adalah penunggang awan yang menentukan sendiri arah angin mana yang akan kita tuju. Hidup selalu menawarkan takdir yang dapat kita pilih. Sebagaimana kehidupan yang bahu membahu mempersilakanku untuk memilih sendiri akan bersama siapa dalam melanjutkan hidup. Dan beruntungnya aku bertemu kau.

Tak butuh waktu yang lama untuk mempertimbangkan kau sebagai seseorang yang kuanggap istimewa untuk kumuliakan dengan segenap cinta dan perasaan. Hei, mungkin kau tak pernah sadar betapa mudahnya kau untuk kucintai (maaf, aku menggunakan lirik dari lagu Sheila On 7 ini, kurasa ini memang yang paling pas untuk menggambarkan betapa memesonanya kau di mataku). Renyah suaramu kala tertawa, begitu menggoda. Semu pipi merona saat kau malu, begitu lugu memikat jiwaku. Aku mencintaimu; dalam dekat—dalam jarak, dalam senyum—dalam manyun. Apa aku sudah bilang bahwa mata cokelatmu yang berbinar itu selalu membuatku tenggelam di dalamnya? Kalau belum, maka begitulah adanya. Maafkan aku yang terlambat menyampaikan, bukan karena tak sempat, aku hanya malu. Gengsi kelaki-lakianku selalu menahan diri untuk tidak terlalu berlebihan dalam menyatakan keindahanmu. Takut kamu risih. Tapi, ya, itu kan hanya kataku. Padahal perempuan selalu senang dipuji, betul tidak, sih?

Tempo lalu, —saat kita duduk berdua menikmati angin-angin sore di pelataran senja—, aku pernah berkata kepadamu bahwa sebaik-baik hati adalah yang mampu jujur kepada dirinya sendiri. Maka, melalui tulisan ini (maaf, lagi lagi gengsi kelaki-lakianku menahan diriku untuk tidak langsung berkata saja), aku ingin jujur kepada hatiku sendiri bahwa aku telah memilih kau sebagai hati yang ingin kumuliakan sepanjang usia. Rasa ini begitu tak pasti, awal pun entah bermula dari penjuru yang mana. Yang pasti kau telah menjadi ratu di dalam hati, kini dan nanti.

Cinta adalah sepasang malaikat yang saling bergenggaman menuju nirwana.
Maka, bila saat ini aku berkata, kamu mau nggak jadi malaikat kecil yang menggenggam tanganku lalu kita sama-sama terbang menuju nirwana? Sebuah altar suci yang berpendar cahaya Tuhan.

Perempuanku, maukah kau memilih takdir sendiri untuk menikah denganku?

Ps: semoga ukuran cincin ini pas di jari manismu.
Selengkapnya

Pada Sepotong Malam Hujan Setelah Kehilangan


Malam datang lagi. Rindu mencekam dengan bahasa hujan yang dingin dan kesepian. Aku duduk mendekap lutut, bersama segelas kopi, abu rokok, dan repih-repih perasaan yang berceceran di setumpukan catatan rencana yang tak jadi. Kenyataan menampar sadar bahwa selepas hilang tak ada lagi yang bisa dirapikan.

Pada akhirnya, aku dipaksa menyerah menerima keadaan. Meratap diri untuk tabah menerima kekalahan-kekalahan. Beberapa orang pernah berkata, menyerah bukan berarti kalah, itu hanya menjadi semacam pengingat bahwa ada beberapa hal dalam hidup yang tak dapat dipaksakan. Mungkin memang benar, hidup adalah sekumpulan kompromi untuk menyesuaikan diri. Baik-buruk, bahagia-luka, sedih-tertawa, hanya sekeping rasa yang hanya bisa dirasakan saat mau memilih untuk menikmati yang mana.

O, tapi harus kau ingat, aku tak pernah memaksa agar kau selalu berada di sini, menenami, untuk waktu yang lama atau bahkan selamanya. Aku hanya memperjuangkan kebahagiaan yang kumiliki, kebahagiaan itu kamu, —tentu saja. Tapi nyatanya, kebahagiaanku bukanlah menjadi kebahagiaanmu. Sedihku, ternyata bukan lagi menjadi sedihmu. Aku telah menjadi asing di dalam kepalamu. Dan kau, telah menjadi sedemikian berbeda di dalam ingatanku.

Tapi, baiklah, toh sekuat apapun aku berusaha, hal yang tak mungkin bisa menjadi milikku, tetap saja tak akan bisa bersama. Sekeras apapun aku mencoba, sesuatu yang seharusnya pergi akan tetap meninggalkan juga. Maka, di sinilah aku sekarang. Menyendiri di antara kesepian tak bernama. Mengenang kau yang berlalu dan tiada. Membenahi kita yang kau abaikan dengan doa-doa; “semoga kau berbahagia, dengan sekeping hati baru yang bukan aku.”
Selengkapnya

Dear, diary.

Kali ini mau nulis random aja. Kumpulan cerita yang terjadi belakangan ini. Minggu ini jadi minggu yang sibuk buat gue. Pagi ngopi, siang UAS, malam nonton bola (apanya yang sibuk?). Karena kesibukan itu, hampir nggak ada waktu buat ngomongin orang. #lah
Tapi emang bagusnya sih gitu, dari pada kita ngomongin orang, lebih baik kita ngomongin ide. Ngomongin orang bisa menciptakan dosa, nah kalau ngomongin ide bisa menghasilkan karya. Betul nggak?

Hari kemarin sempet ngeluangin waktu buat browsing di internet. Bosen juga di mana-mana penuh sama berita pemilihan umum, bukan karena nggak suka cita sama pagelaran demokrasi lima tahunan sekali, sih. Tapi lebih karena munculnya berita-berita timpang miskin fakta. Orang bilang sih namanya black campaign. Inget ya, black campaign, bukan black champaign. Kalau black champaign, itu nama minuman. Sekali tenggak, dompet melarat.

Eh tapi, gaes. Black Campaign itu yang kampanyenya pakai baju hitam dan payung hitam bukan, sih? *kemudian hening* *terdengar suara jangkrik dari kejauhan*

Karena jenuh main-main di portal berita, akhirnya gue nyasar ke web Zalora. Di sana, gue lihat ada koleksi jas baru dari Zalora. Rasanya ngelihat koleksi jas di tanggal tua kayak begini itu, men, kayak elo ngelihat koleksi jas di tanggal tua. Hasil kepo di web itu, ada beberapa koleksi jas yang gue suka. Mungkin nanti bisa dipakai saat acara pernikahan, pas jadi petugas KUA.
HAHAHAHA
Gaes..
Mau ke mana gaes?
Gue belum selesai cerita, gaes.
Jangan pergi dulu, gaes.


Tampilan web Zalora

Terakhir yang mau gue omongin dalam postingan kali ini, nggak semua orang mau dengerin cerita elo. Tapi saat jadi tulisan dan disebarkan, mau nggak mau bakal ada orang yang baca. Hahaha.

Maka, menulislah. Sebab hidup teramat sayang untuk tidak dituliskan.

Salam super!
Galih Hidayatullah
Selengkapnya

Kepada Reza; Kopi dan Pahit yang Tertinggal

Mungkin kau sedang berlarian di antara langit penuh gemintang malam ini. Atau meminum segelas kopi dibubuhi setengah sendok gula di depan pelataran surga. Apa kau masih suka minum kopi pahit, Za? Aku masih saja mengernyitkan dahi acapkali mencoba meminum segelas kopi seperti yang kau minum. Bagaimana mungkin kau bisa menyukai segelas cairan hitam kental dan pekat tanpa mencecap rasa manis di dalamnya? 

Kau pernah bilang bahwa segelas kopi pahit menyegarkan isi kepalamu. Membangkitkan lagi gairah semangat setelah seharian menjalani rutinitas yang menyibukkan. Tapi buatku, alih-alih menyegarkan isi kepala, mulutku tak henti menyepah karena rasa yang saking pahitnya. Mungkin aku tak bisa akrab dengan rasa pahit, sebagaimana rasa yang tertinggal selepas aku kehilangan kamu untuk selamanya.

Bagaimana rasanya berada di antara sekumpulan kapas-kapas putih di taman surga, Za?
Kuharap kebahagiaan selalu memelukmu. Mencipta simpul senyum riang di setiap waktumu. Jangan menganggap aku tak sebahagia kamu di sana. Di sini aku berbahagia —tentu saja. Hanya saja tak seistimewa bila kau ada di sini. Menemani. Duduk berdua sambil bercengkerama, berbagi cerita dan rahasia-rahasia. Lalu tertawa dan saling menyeka air mata.

Betapa membahagiakan membayangkan kita selalu bersama. Tapi cinta adalah soal pergi atau ditinggal pergi, kan? Maka biarlah bila pada akhirnya aku yang harus memeluk cinta sendirian. Merapihkan repih-repih kenangan di antara pahit getir kehilangan. Aku tak berkata bahwa aku sudah lepas dari segala tentang kamu. Hanya saja aku mulai terbiasa tanpa kamu. Meningkahi gelap malam sendiri, bersama doa-doa bersayap sepi yang kubiarkan melayang terbang menujumu. Seringkali aku cemburu pada doa-doaku, sebab mereka dapat lebih lama memelukmu dibanding diriku sendiri.

Za, maafkan aku yang tak henti memikirkan segala tentangmu. Aku hanya ingin mengenangmu lebih banyak, hingga tak ada lagi yang tersisa saat aku benar-benar rela melepaskanmu. Aku hanya ingin mengingatmu lebih sering, hingga aku kehabisan cerita saat aku benar-benar merelakanmu. Menelan kenangan bersamamu bulat-bulat tanpa peduli lagi pahit getir di ujung kerongkongan.

Maka malam ini, perkenankan aku menghabiskan segelas kopi kental pahit hingga tetes akhir. Sebab merelakan tak ubahnya mengizinkan diriku sendiri untuk mengakrabkan diri pada rasa getir. Menelannya bulat-bulat hingga tak ada lagi pahit yang tersisa. Membiasakan diri agar merasa nyaman pada akhirnya.

Terima kasih telah hadir. Meski sejenak dan sementara tapi bermakna lebih lama.
Izinkan aku merelakan kepergianmu, seiring kopi yang kuteguk habis di dalam kerongkonganku.

Perempuan yang mendoakan kebahagiaanmu kekal abadi,

Namira Lana
Selengkapnya

Aku Tak Akan Membiarkanmu Merasakan Kesedihan Sendirian

Mungkin kau pernah mengalami masa-masa sulit dalam hidupmu. Mengarungi arus kehidupan tanpa teman untuk berbagi penderitaan. Terasing dalam kesepian dan kehampaan. Melangkah linglung mencari kebahagiaan yang tak juga kau temukan. Tersudut mendekap lutut mendekap kesedihan sendirian. Tak ada suara-suara sapa di dalam kepala. Hanya ada gemuruh amarah menghadapi luka yang meraja. Lalu kesepian mulai membunuh perlahan. Menggerogoti setiap inci kebahagiaan pelan-pelan. Kemudian menciptakan kesumat dendam entah kepada apa, entah kepada siapa. Hanya ada api kemarahan yang membakar hangus semua harapan.

Mungkin kau pernah mengalami masa-masa terburuk dalam hidupmu. Terombang-ambing dalam sedu sedan kesedihan. Ingin menangis tak ada yang mendengar, ingin meratap tak ada yang melihat. Selanjutnya hanya ada kau yang menyeka air mata kekecewaan dengan punggung tanganmu sendiri. Lantas mencoba menutup mata, berharap luka dan kecewamu tabah dan menghilang seiring waktu. Tapi dalam pejam, yang kau lihat adalah luka yang menertawai kau berpura-pura. Mencemooh kesepianmu yang membuat kau semakin nestapa. Menghadirkan gelak gemetar di bibirmu yang pucat ketika kau sadar bahwa kau hanya sendirian.

Tapi, kasihku, kau tak pernah benar-benar sendirian. Kau hanya perlu membuka matamu lebih lebar lagi. Melihat keindahan di sekelilingmu yang ikut murung menatap ke arahmu. Mengizinkan mereka memeluk dan mendekap sendu sedihmu. Memperkenankan mereka menjadi penopang bagi sendi-sendimu yang letih. Membuat kau dapat berdiri dan berpijak lebih tegak lagi. Menguatkan langkahmu dalam menerjang kenestapaan yang datang silih berganti. Hingga kau dapat melewati setiap detik waktu dengan senyuman. Menghadirkan lagi hari-harimu yang ceria dan menyenangkan.

Aku adalah awan bagi panas cuacamu.
Aku adalah air bagi dahagamu.
Aku adalah penopang bagi sendi-sendimu yang letih.
Aku adalah selimut bagi gigilmu.
Aku adalah puisi yang bersembunyi di balik kesedihan-kesedihanmu.
Maka, kasihku, perkenankan aku mendekap dinginmu dengan pelukan dan ciuman-ciuman panjang. Sebab aku tak akan membiarkanmu merasakan kesedihan sendirian.

Aku mencintaimu.


Galih Hidayatullah, lelakimu.
Selengkapnya

Pendidikan Sabar

Halo, selamat gini hari pembaca yang budiman.
Kenapa gue bilang gini hari? Karena gue nggak tahu kapan lo baca tulisan gue ini. Kalau gue bilang selamat pagi, gue takutnya lo baca siang. Kalau gue bilang selamat siang, gue khawatirnya lo baca sore. Dari pada gue diketawain karena nggak bisa nentuin waktu, jadi ya cari aman ajalah.
Nama gue Galih Hidayatullah Cahya Prayoga Putra Pranata Parangin-angin Setya Setiap Saat. Tapi kalau kepanjangan, lo panggil gue beb atau yang aja gue pasti nengok kok. Maklum lah ya, kalau orang LDR, ada sesuatu yang bikin dia sedikit nyaman aja pasti bikin dia seneng banget. Kayak kemarin sore gue naik ojek, saking nggak pernah dianter-anternya, abis naik ojek aja gue langsung bikin tweet dan status di facebook. Makasih ya udah mau nganterin aku hari ini <3

Mumpung masih hangat-hangatnya berita tentang kelulusan sekolah, dalam tulisan gue kali ini, gue mau sedikit ngebahas tentang pendidikan dan dunia sekolah. Gue jadi inget jaman gue sekolah dulu. Dari kecil, gue selalu dididik orang tua gue untuk selalu sabar. Makanya, kalau jadwal sekolah gue masuk jam tujuh pagi, gue selalu bersikap sabar kalau dimarahin emak gue buat sekolah, "Iya mah, sabar. Baru juga jam tujuh kurang lima belas menit. Santai dululah. Sabar.”
Tapi, sayangnya, guru-guru itu justru yang pada nggak sabar. Kalau mereka mau sabar, semestinya mereka mau nunggu gue, bukan malah ngelarang gue masuk karena mereka datang lebih dulu dari pada gue. Harusnya kan guru-guru memberikan teladan sikap kesabaran kepada murid-muridnya. Atau di lain kesempatan, saat teman-teman sekolah gue banyak mendapat penghargaan dan peringkat sekolah, gue mah sabar aja walau nggak dapat apa-apa. “Sabar, kegagalan adalah kunci kesuksesan. Nggak apa nggak juara apa-apa, kesabaran adalah kunci kebahagiaan.”

Tapi ya gitu, kesabaran yang gue miliki, nggak dimiliki oleh para guru dan pihak sekolah. Akhirnya, saat anak-anak lain naik kelas, gue malah tinggal kelas. Karena hal ini, gue jadi heran sendiri, sebenarnya praktik kesabaran itu seperti apa, sih? Gue udah bersikap sabar kok. Saat teman-teman girang dapat nilai bagus karena mengerjakan PR, gue mah sabar aja tuh walau disetrap karena nggak ngerjain. Saat teman-teman gue saling cerita dapat nilai bagus pas ujian sekolah, gue sabar kok saat diam aja karena nilai gue yang paling jelek. Sebab kata guru agama, sabar itu berarti ikhlas dan menerima.

Pendidikan karakter di Indonesia sejak usia sekolah memang sangat rendah sekali. Cerita gue tadi baru sedikit dari banyaknya kisah kegagalan sistem pendidikan karakter yang ada di Indonesia. Maka dengan ini saya menuntut kementerian pendidikan Indonesia untuk meninjau ulang kurikulum pendidikan karakter yang ada di sekolah. Hal itu bisa dimulai dengan memberikan pemahaman kepada guru-guru sekolah untuk bersikap lebih sabar menghadapi murid-murid seperti gue.

Terima kasih.

Galih Hidayatullah Cahya Prayoga Putra Pranata Parangin-angin Setya Setiap Saat
Ketua tarekat malesmandiyyah.


Selengkapnya

Sebait

: tiara rismala sari

maaf,
tak ada yang tersisa
semua kata telah kujadikan puisi cinta
menuliskan pesonamu




Selengkapnya

Tujuh

Pukul 07.07

 : kepada Rismala

Selamat pagi, nona.
Bagaimana pagimu? Semoga selalu menyenangkan, seperti halnya lengkung senyum milikmu yang tak pernah lupa bagaimana membuat aku bahagia. Aku mencintainya, —tentu saja. Sebelum kau bertanya bagaimana kabarku, aku akan lebih dulu menjelaskan bahwa aku baik-baik saja, selalu sehat dan ceria sebagaimana biasanya. Beberapa orang bilang, memberi kabar lebih dulu adalah salah satu bentuk perhatian. Aku ikuti perkataan mereka, agar kau tahu bahwa kau tak pernah luput dari perhatianku.

Selalu menyenangkan saat memperhatikan setiap hal yang kau lakukan. Banyak kejutan yang kudapat karena tak menyangka bahwa kau bisa-bisanya melakukan hal itu. Seperti saat kita berdua duduk di Djendelo Coffee pada suatu malam yang hujan. Kau berada di hadapanku sambil memutar-mutar sendok kecil di segelas cokelat panas yang kau pesan. Berkomat-kamit (maaf aku menyebutnya hal itu, sebab aku tak tahu apa yang kau gumamkan.) dengan bibirmu yang sesekali memanyun atau membentuk huruf O. Lalu tiba-tiba matamu membelalak, —seperti mendapat sebuah ide cemerlang, lantas menggenggam tanganku yang sedari tadi memegang cangkir kopi untuk sekadar menghangatkan jemari. Kemudian tanpa diduga-duga, kau mengajakku bermain ABC Lima Dasar saat itu. Hahaha. Aku seketika memelototi kamu, apa kau sehat?

Hal yang terjadi selanjutnya adalah aku yang dengan terpaksa memasukkan gulungan tisu ke dalam lubang hidung karena selalu kalah melawan kamu. Apa kau selalu membaca Wikipedia, sehingga pengetahuanmu atas sesuatu selalu melebihi aku? Ah, sudahlah. Aku tak ingin lagi mengingat kejadian itu lagi, bikin malu. Kita menjadi pusat perhatian di tengah-tengah kedai kopi saat itu, apa kau tahu? Jatuhlah sudah namaku.

Tapi, toh semenyebalkan apapun kamu, ada hangat yang menjalar ke dalam dadaku. Begitu menyenangkan bisa duduk bersama dengan berlama-lama denganmu. Memperhatikan semu pipimu yang merona saat tertawa, memperlihatkan sederetan gigi putih berseri yang dihiasi kawat gigi. Menenangkan. Sebab itulah aku tak ingin melewatkan waktu tanpa memperhatikanmu. Tujuh hari dalam seminggu, setiap waktu.

Nonaku, banyak orang bilang bahwa angka tujuh adalah keberuntungan. Mungkin salah satu alasan kenapa James Bond sulit mati adalah karena ia menggunakan angka tujuh sebagai nama identitasnya. Entahlah korelasinya apa, itu sih bisa-bisaku saja. Hahaha. Tapi memang ada beberapa kelompok orang yang benar-benar memaknai angka 7 sebagai sesuatu yang spesial dan memiliki arti yang mendalam.

Misalnya saja, dahulu sekali, sejarawan Mesir al-Maqrizi pada abad ke-14 masehi mengatakan bahwa orang orang kristen di Mesir (Koptik) merayakan 7 pesta besar dan 7 pesta kecil di gereja-gereja mereka. Pesta ini dibagi lagi menjadi dua jenis, 7 untuk pesta kesenangan dan 7 untuk pesta kesedihan. Mengenang sosok Maria dengan musik yang berirama heptadik. Sebab itulah dalam musik renaisans terdapat sejumlah lagu dengan 7 suara, yang biasanya dipersembahkan kepada Perawan Maria atau berkaitan dengan 7 pahala Roh Kudus.

Sementara di India, angka 7 juga banyak dijumpai dalam kepercayaan masyarakatnya. Menurut cerita, angka 7 adalah angka penting di Weda selain angka 3. Angka 7 secara khusus berkaitan dengan Agni, dewa Api yang memiliki 7 istri dan 7 macam api. Lagu-lagu rohani yang diperuntukkan baginya berjumlah 7 buah. Dalam kepercayaan mereka, dewa matahari memiliki 7 kuda penarik keretanya di atas langit.

Bagi kaum sufi, angka 7 juga banyak disukai. Sebab angka 7 adalah representasi dari Lathaaif, atau titik-titik subtil pada tubuh, di mana kaum Sufi memusatkan kekuatan spiritualnya.

Dalam Islam, —mungkin tak begitu disakralkan dan dirayakan— kita sama-sama mengenal bahwa surat di urutan pertama dalam Al-Quran adalah surat Al-Fatihah yang memiliki 7 ayat. Lalu kalimat syahadat Laa Ilaaha ilaa Allaah, Muhammad rasul Allah terdiri dari 7 kata. Menurut Al-Quran, Tuhan menciptakan langit dan bumi menjadi 7 lapis. Hal lainnya adalah Thawaf mengelilingi Ka’bah dilakukan sebanyak 7 kali, demikian juga dengan Sa’i antara Shafa dan Marwah. Pada akhir haji, dekat Mina, para jamaah haji melempari setan 3 kali dengan masing-masing 7 buah kerikil kecil yang biasa kita sebut sebagai melempar jumroh. Hal menarik lainnya adalah Tuhan menciptakan manusia dengan tujuh anggota badan, yaitu dua tangan, dua kaki, dua lutut, dan satu wajah. Kemudian Tuhan memperindahnya dengan tujuh peribadatan, yaitu dua tangan untuk berdoa, dua kaki untuk berdiri takbirotul ikhram dengan khidmat, dua lutut untuk duduk menghamba, dan wajah untuk bersujud memohon keselamatan.

Itu sedikit gambaran betapa angka 7 menjadi sesuatu yang bermakna spesial dan memiliki arti yang mendalam. Begitu pun untukku. Bulan ketujuh aku bersamamu. Semakin tenggelam aku ke dalammu.

Selamat pagi.
Aku mencintaimu.


Lelakimu.
Selengkapnya

Saya Rindu Kamu

“Kita pernah, —di jalanan kota yang padat ini— menjadi sepasang lengan yang bergenggaman membelah senja membenam di lahap malam...”

Saya sedang tidak bergurau jika mengatakan bahwa saya merindukanmu. Saya pernah bilang bahwa kau mudah sekali dirindukan, bukan? Akhir-akhir ini, kau datang lebih sering ke dalam kepala saya. Terkadang menjelma cerita, lagu-lagu, film, atau bahkan gambar-gambar yang memunculkan kelakuan-kelakuan konyol tentang kita dahulu. Apa kau ingat? Di suatu sore yang basah, kita pernah masuk ke sebuah restoran yang menjual mie ramen, saat itu kita basah kuyup akibat mengendarai motor di tengah hujan. Tanpa rasa bersalah, kita lantas duduk di bangku paling pojok. Memesan mie ramen lalu memakannya dengan sangat lahap. Tak mempedulikan mata-mata yang sinis melihat kita yang mengotori lantai restoran. Sampai pada suapan terakhir, kita didatangi manajemen restoran, ia meminta kita untuk tidak berlama-lama di sana. Mengganggu pengunjung lain, —katanya. Lalu dengan tak kalah sengit, kau membalas permintaan itu dengan matamu yang melotot, lalu mengomel dengan kalimat yang tak jelas terdengar apa karena adanya mie yang masih kau kunyah di dalam mulutmu. Lalu, saya menengahi dengan segera membayar mie ramen itu, dan mengajakmu untuk segera keluar restoran dengan sebelumnya meminta maaf kepada ia karena telah mengotori restorannya. Di luar restoran kamu masih mengomel-ngomel sendiri karena tak terima diperlakukan berbeda. Ada mie yang menyangkut di hidungmu saat itu. Setelahnya hanya ada kita yang tertawa menceritakan kembali hal itu semua.

Apa kau ingat?

Rindu begitu mudah mengundang kenangan. Suatu kali tertawa mengingatnya, setelahnya hanya ada dada yang getir mengetahui bahwa hal itu tak dapat terulang kembali. Lalu kemudian, —tanpa bisa menahan— rindu menjelma awan yang mengantarkan hujan ke dalam mataku. Mencipta bulir-bulir bening yang jatuh satu per satu. Membentuk dua aliran sungai yang membasahi pipi. Menguarkan aroma cemas yang menyesaki pernapasan. Hingga tersengal dalam resah tak berkesudahan.

Saya sedang berada di sini sekarang. Di satu sudut jalan di mana kita pernah membelah sore dalam kecepatan 70km/jam. Menikmati sisa sore membenam sendirian. Pada waktu dan tempat yang sama di hari wafatmu setahun yang lalu.


Tenanglah di sana.
Maafkan saya yang lalai mengantarmu pulang dengan selamat.
Saya merindukanmu. —lagi
Selengkapnya

Naira

Pernahkah kamu? Merasa asing di dalam kepalamu sendiri? Saat begitu banyak orang yang di hadapanmu, tapi kau tak merasakan dirimu berada di sana. Hanya ada kekosongan, seperti berlari di labirin tak berujung. Kau memacu kakimu hingga letih, tapi kau tak pernah tahu akan sampai di mana ketika kau berhenti.

Adalah Naira. Perempuan yang duduk di bangku ketiga baris keempat sebuah peron stasiun kereta api. Sudah sejak 15 menit lalu ia duduk di sana. Memerhatikan lalu lalang orang yang pergi dan pulang. Menunggu kereta api yang akan membawanya pergi. Kepalanya lengang oleh kesepian tak bernama. Mulutnya sedari tadi menggigit kukunya yang sudah pendek. Dua kali saja ia mencoba menggigit kukunya lagi, mungkin tangannya akan berdarah. Mata bulat menghiasi wajahnya, berkeliling ke sana ke mari. Tak ada hal yang benar-benar ia lihat, memang. Hanya mencoba menenangkan dirinya sendiri. Di pikirannya hanya ada satu hal. "Saya harus pergi dari sini."

Adalah Khadijah, Ibunda Naira. 2 jam lalu ia membuat sebuah keputusan besar. Menyampaikan rahasia besar tentang Naira di atas dipan rumah sakit yang tipis.

"Bu, saat ibu kecelakaan kemarin, kenapa hanya aku yang tak bisa mendonorkan darah? Aku hampir bertengkar dengan dokter yang bertugas. Mereka bilang, darahku tak cocok dengan ibu. Bagaimana mungkin? Aku adalah anakmu, bagaimana bisa darahku tak cocok denganmu? Ada apa sebenarnya?" tanya Naira di samping tempat tidur ibu.

Khadijah tersenyum getir. Ada kesedihan menari di sudut matanya.
"Naira. Ada hal yang ingin ibu sampaikan kepadamu. 18 tahun lalu, ibu pergi ke sebuah panti asuhan di Jogjakarta. Setiap hari dalam satu minggu itu, ibu tak pernah absen untuk datang menengok anak-anak yang diasuh di sana. Hingga di suatu pagi pada hari ketujuh, ada seorang bayi perempuan yang diantar oleh petugas rumah sakit. Mereka bilang ibunya meninggal saat melahirkan. Sanak keluarganya tak ada yang bisa dihubungi. Suami yang mengantar pun, pergi entah ke mana. Maka diputuskanlah untuk menyerahkan bayi itu di panti asuhan. Agar dapat dirawat hingga bisa tumbuh seperti anak-anak lainnya. Hari ini, anak itu telah tumbuh mendewasa. Menjadi perempuan anggun yang baik budinya. Anak itu adalah kamu, Naira. Ibu mengadopsimu dari panti asuhan itu agar bisa merawatmu dengan kasih sayangku."

Demi mendengar petir di siang hari. Naira menangis sesenggukan. Tak ada hal yang bisa ia sampaikan. Ia lantas pamit kepada ibunya. Lalu berlari ke luar dari rumah sakit. Pulang ke rumah untuk berkemas pergi.

Maka di sanalah ia sekarang. Duduk di bangku ketiga baris keempat sebuah peron stasiun kereta api. Untuk pergi bersama kesepian yang terlanjur lebam dihantam kenyataan. Menuju Panti Asuhan tempat ia ditemukan.
Selengkapnya

Beberapa Pertanyaan

Pernahkah kamu merasa asing di dalam kepalamu sendiri?

Oh.. Maaf.. Maaf.. Jangan terkejut. Ampuni saya mengawali tulisan ini dengan kalimat tanya yang begitu intim. Mungkin lain kali saya akan memulai tulisan dengan sesuatu yang menyenangkan. Seperti beberapa pertanyaan basa-basi semacam, "Hai, apa kabar?" atau salam sapa yang lebih sopan seperti "Selamat sore, senang bisa berbincang dengan Anda kembali." Ah, tapi rasa-rasanya terlalu kaku dan membosankan, ya? Hhm... Baiklah-baiklah.. Anggap saja pertanyaan yang begitu tergesa-gesa tadi adalah bentuk keakraban. Sebab menyenangkan, bukan, jika ada seseorang yang begitu akrab denganmu menanyakan sesuatu yang bersifat intim? Maka, izinkan saya kembali bertanya, "Pernahkah kamu merasa asing di dalam kepalamu sendiri?"

Pernahkah dalam kesendirianmu saat melewati hari-hari, kau bertanya ke dalam hatimu sendiri.
"Hai, siapa saya sebenarnya?"
"Kenapa saya berada di sini?"
"Kepada siapa hidup ini saya persembahkan?"
"Untuk apa saya berletih-letih menjalani hidup?"
"Apakah yang saya jalani sudah sesuai dengan harapan?"
"Apakah jalan yang saya tempuh adalah jalan yang benar?"
"Kepada siapa saya harus berterima kasih?"
"Kepada siapa saya harus meminta maaf?"
"Kepada siapa saya harus meminta pertolongan?"
"Sampai kapan ini akan berakhir?"
"Akan berakhir seperti apa saya di akhir nanti?"
Dan seterusnya...
Dan seterusnya......

Pernahkah kamu mempersilakan pertanyaan-pertanyaan itu berputar di dalam kepalamu, hingga akhirnya kau merasa pening sendiri karena belum mendapat jawabannya? Pernahkah kamu?Tenanglah... Kau tak perlu menjawab pertanyaan itu saat ini juga. Biarkan hatimu mencerna dulu apa yang harus kau pahami. Mendekatlah ke sini. Saya tak bermaksud menertawai, menyalahi, atau bahkan menghakimi. Bicaralah dari hati. Telingaku terbuka, mulutku terkunci.

Saya yakin dan percaya jika kau menjawab semua pertanyaan tersebut dengan menganggukan kepala tanda menyetujui apa yang saya sampaikan tadi. Sebab, saya pernah merasakannya. Pertanyaan seputar kehidupan akan menerjang siapa saja yang mau memikirkan. Hal itu akan menuntunmu untuk mendapatkan yang sebenar-benarnya kau butuhkan. Siapa yang mengenali dirinya, maka ia akan memahami hakikat Tuhannya.

Maka, inilah hal penting yang ingin saya sampaikan. Semoga bisa membuatmu sedikit paham apa yang harus kau lakukan.

Kesiapan saat menyetubuhi kehidupan hingga bisa menggelinjang pasrah adalah tentang keberanian menghadapi tanda tanya. Kau mandiri atas segala kehidupanmu untuk berbahagia. Maka, cukuplah hidup pada kebaikan yang menjadikanmu indah. Do whatever you wanna do. Go wherever you wanna go. You are responsible for your life.

Jalani kehidupan dengan keyakinanmu sendiri. Sebab yang kau perjuangkan adalah kebahagiaanmu sendiri. Bebaskan hatimu untuk mandiri dalam tersenyum dan berbahagia. Sebab sungguh, air mata tak sekalipun membuatmu terlihat lucu.

Berbahagialah atas kehidupanmu!
Selengkapnya

Takdir Yang Kupilih Sendiri

Keyla.
Betapa menyakitkannya cubitanmu pada pinggangku kemarin. Apa yang kau pikirkan, Key? Wajahmu yang tirus begitu merah padam, dihiasi dengan lengkung senyum yang tak kutahu artinya apa. Lalu dengan gemas kau cubit pinggang kananku. Seperti tak puas, kau lanjutkan lagi cubitanmu ke pinggangku yang sebelah kiri. Aku tak bisa apa-apa, selain tertawa sambil merintih kesakitan. Sepertinya engkau begitu gemas kepadaku, Saka, engh.. maksudku Al. Aku tahu kau akan begitu terkejut. Tapi aku tak menyangka bahwa reaksimu akan sebegitu gemasnya. Hahaha. Maafkan aku yang mengejutkanmu. Sungguh, ada banyak alasan yang membuatku seperti itu. Semoga kau mau memaafkanku atas hal itu.

Key, kau tahu?
Tak mudah buatku untuk menutupi rasa suka dan kagumku kepadamu. Dulu, hampir setiap saat kau berada di hadapanku, aku tak pernah luput memperhatikan setiap gerak-gerikmu. Ikut tertawa saat kau tertawa, diam-diam menguping pembicaraan saat kau bercerita pada teman-temanmu. Menjadi lelaki yang paling gemar mencatat setiap hal yang kau lakukan di dalam kepalaku. Maka, janganlah heran, pada saat kau membaca surat-suratku kala itu, aku begitu tahu apa saja aktivas keseharianmu.

Key, apakah kau percaya bahwa segala hal yang terjadi di dunia ini bukanlah sebuah kebetulan? Melainkan sistem keteraturan yang mempertemukan antara sebab dan akibat yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Sehingga apapun yang terjadi sejatinya sudah digariskan. Termasuk kita.

Adakah sebuah takdir ibarat sesuatu yang berarak seperti awan yang mengalir dalam arus yang ditetapkan sang angin? Atau kita bisa memilih, arus mana yang akan kita naiki?

Tentu saja aku percaya takdir. Maka kupilih takdirku sendiri. Aku mencoba melawan diriku sendiri agar tak selalu sembunyi. Mencoba mengenalkan diriku padamu. Melalui surat-surat beserta bunga krisan yang kuselipkan pada jendela kamarmu. (Anyway, aku sungguh berterima kasih kepada Pak Sofyan, penjaga rumahmu. Bila bukan karena dia, tak akan bisa aku menitipkan surat sampai begitu dekat dengan kamarmu.) Menafikan apapun yang terjadi kelak, setelah kita berbalas surat. Aku cukup tahu diri. Aku mengetahui bahwa kau sudah memiliki dan dimiliki saat itu. Aku hanya ingin menunjukkan kepadamu, bahwa ada aku yang juga memperhatikanmu. Setidaknya, aku sempat menunjukkan siapa aku. Hingga di akhir nanti, aku tak akan menyesal karena terlalu lama bersembunyi.

Tapi, inilah yang terjadi sekarang. Tuhan begitu berbaik hati kepadaku. Dia tunjukkan kepadamu, bahwa lelakimu bukanlah seseorang yang pantas kau percaya. Sehingga menjadi sebuah kesempatan kepadaku untuk menunjukkan betapa kau lebih pantas untuk mendapatkan pelukan, bukan pelukaan. Saat-saat di mana aku hadir untuk menghangatkan hatimu yang menggigil oleh pengabaian. Waktu yang kupunya untuk membantu merawat luka-lukamu.

Keyla, di akhir surat ini, izinkan aku menuliskan dongeng buatmu. 
Suatu hari, ada seorang pemuda yang diam-diam mencinta -lelaki itu aku, by the way. Ia habiskan waktunya untuk memperhatikan setiap lekuk perjalanan hidup perempuan pujaannya. -perempuan itu kamu, tentu saja. Tapi, ada hal yang tak bisa membuat lelaki itu menunjukkan perasaannya. Perempuan itu sedang menjalani hubungan asmara dengan lelaki lain. Maka, ia pendam perasaan itu dalam-dalam. Sebab ia tak ingin menjadi batu penghalang kebahagiaan perempuan itu.

Hingga suatu hari, semesta berkehendak lain. Kesetiaan yang perempuan itu jaga rapat-rapat dinistakan oleh sikap lelakinya. Perempuan itu memutuskan berhenti menjalani hubungan dengan si lelaki. Sang perempuan gundah gulana, sebab perasaannya terbakar oleh nistanya pengkhianatan. Keseharian perempuan itu pun berantakan. Hatinya hancur oleh perasaan bernama entah. Tapi hidup harus terus berputar, dan langkah tak bisa bila hanya sekadar diam. Ia lanjutkan perjalanan hidupnya, dengan satu keyakinan, bahwa cara terbaik untuk menyembuhkan luka hati adalah dengan jatuh cinta lagi.

Hingga datanglah masa itu. Saat di mana hati sang perempuan tengah sibuk mencari, rupanya, semesta sedang berbaik hati. Pemuda yang diam-diam mencinta itu mulai mendekat, memberi hangat. Mendapat kesempatan untuk bisa menunjukkan perasaannya kepada sang perempuan pujaannya. Dalam kesehariannya, lelaki itu mencuri perhatian sang perempuan dengan berbagai macam cara. Semisal sapa, canda, bahkan puisi-puisi yang ia tulis dan dikirimkan melalui kepak sayap merpati.

Oleh sebab kegigihannya dalam berusaha, perempuan itu pun luluh. Tak kuasa ia oleh pesona sang lelaki yang membuatnya jatuh. Merona pipi sang perempuan, warnanya merah muda seperti cinta. Tapi ia tak ingin terburu-buru. Ia biarkan sang lelaki menunjukkan usahanya dengan lebih sungguh. Suatu hari, sang perempuan berkata, "Bila sungguh dalam kau mencintaiku, rawatlah kesabaranmu hingga tumbuh mendewasa. Aku tak ingin tergesa dalam menjatuhkan cinta, aku ingin tahu seberapa kuat kau akan berusaha."

Diterimalah tantangan itu oleh sang lelaki. Ia patrikan tekadnya di dalam dada,
"O, nona... betapa cinta adalah perkara memilih hati yang tepat, sedang segala yang layak adalah patut untuk diperjuangkan. Kau duduklah diam-diam dan tenang, akan kutunjukkan pada kau bagaimana rupa kesabaran dan perjuangan."
Lelaki itu, dengan kesabaran yang sungguh, berusaha meyakinkan perasaan sang perempuan agar lekas mendeklamasikan cinta di dalam hatinya. Ia tuliskan puisi-puisi keindahan yang ia cipta, ia ceritakan kisah-kisah jenaka agar perempuan itu bisa tetap tertawa, tak lupa dekap-dekap hangat untuk merawat luka sang perempuan. Agar kelak, perempuan itu berani menggenggam ketulusan yang ditawarkan sang lelaki.

Sampai suatu ketika, datanglah masa itu. Pemuda itu menanyakan lagi perihal jawaban atas perasaan cintanya kepada sang perempuan. Lalu bagaimana dengan sang perempuam? Apakah ia akan mengiyakan pertanyaannya.

"Jika ini adalah cinta, maukah kau bersamaku untuk menjalani kisahnya lebih lama dari selamanya?"

Aku tunggu jawabanmu.
Dari Aku.
Lelaki yang diam-diam mencintaimu utuh.

Saka Aldrian
Selengkapnya

Kategori Utama