Pukul Dua Dini Hari

Hantu dari masa lalu itu datang lagi. Atau aku yang tak pernah benar-benar beranjak pergi?

Malam ini aku mengenangmu, -lagi. Setelah sekian lama aku berlari di dalam kepalaku sendiri. Mencoba bersembunyi dari segala kenang dan ingatan tentangmu.  Tentang belai lembut jemarimu saat mengusap anak-anak rambutku. Tentang erat genggamanmu saat aku terjatuh. Tentang renyah suaramu saat tertawa di ujung telepon. Tentang segala hal mewujud kamu yang selalu membayang di langit-langit kamarku.

Malam ini aku sadari, -lagi. Bahwa kau memang telah pergi. Tak kutemui lagi tenang yang kucari. Sebab kau pergi bersama sekeping hatiku yang kau curi.


Malam ini aku merindumu, -lagi. Mengingat segala yang pernah kita cipta. Renyah tawa dan canda sebelum kita beranjak tidur di malam pada musim penghujan. Hangat dan lembut kecupmu saat membangunkanku dari tidur yang lelap. Tentang semua hal di masa lalu yang menjadikan kamu dan aku seperti sepasang kekasih yang baru bersama tiga bulan lamanya. Hanyut dalam romansa dan berbahagia.

Malam ini aku sadari, -lagi. Bahwa aku memang benar-benar sendiri. Tergopoh menanggung rindu dan luka tanpa teman sepenanggungan. Tanpa kamu. Tanpa dekap yang dulu membuatku tenang saat menggigil kedinginan. Tanpa teduh wajahmu yang menenangkan saat kepalaku begitu sesak dengan sepi dan kebosanan.

Hari ini aku menatapmu, -lagi. Memasang senyum di bibirku yang penuh nanah. Menyembunyikan nanar dan kebencian yang mengigit di belakang. Sebab, bukankah menyakitkan? Saat kau tersenyum dan tertawa di hadapan orang yang pernah kau cinta, sementara kau tak lagi menjadi siapa-siapa di hatinya?
Selengkapnya

Untuk Perempuan Paling Bawel Sedunia

Dari laki-laki paling ceroboh se-Jakarta.


Sebentar.
Sekarang giliran kamu yang mendengar.
Aku ingin berbicara sedikit tentang betapa kamu sudah masuk begitu dalam ke dalam kehidupanku. Bukan saja soal asmara yang membuat kita hampir selama tiga tahun ini naik-turun, jatuh-bangkit, luka-bahagia dalam dinamika romansa. Aku punya waktu khusus untuk membicarakan itu. Ini tentang hal yang lain lagi. Sesuatu yang tanpa kamu sadari sudah menjadi bagian dalam kehidupanku. Hal yang tanpa kamu tahu membuatku takjub sekaligus keheranan, tapi rindu juga jika tak ada. Perkara itu bernama;

Kebawelanmu.
Ada sesuatu di dalam kepalamu, -yang aku sendiri pun sampai sekarang belum bisa menebak apa itu- yang membuatmu melihat segalanya sampai ke sudut terjauh, detail terkecil, dan lubang terdalam. Sehingga tak ada lagi perkara remeh, buat kamu perkara remeh adalah masalah kecil yang apabila dibiarkan akan menjadi kebiasaan. Seperti pada suatu kali kita membelah jalanan Jogjakarta dalam kecepatan 50 Km/Jam, aku sedang dalam keadaan mengantuk pada saat itu. Sehingga yang aku lakukan adalah menguap sebagaimana yang kebanyakan orang lakukan. Namun, kamu sepanjang jalan mengomeliku karena tidak menutup mulut saat menguap. Hey, kalau aku menutup mulut saat menguap dan membiarkan sebelah tanganku lepas dari setir, bagaimana jika nanti motornya tidak seimbang lalu kita terjatuh? Hayo?

Atau pada kali lain aku menjatuhkan gelas pada saat minum, -ini adalah hal yang paling sering aku lakukan- kamu tahu aku punya permasalahan dengan gelas. Mungkin aku memang dikutuk untuk menjatuhkan gelas yang berada di sekitarku. Dan ya, seperti biasa, kau mengomeliku karena aku tidak hati-hati. Padahal, ya, kalau saja kamu tahu, aku itu sebenernya hati-hati lho. Cuma ya memang gelasnya aja yang nyamperin, sampai akhirnya kena deh. Jika sudah begitu, masa masih salah aku juga sih?

Atau pada suatu saat kamu ngomel ketika aku selesai makan langsung elus-elus perut. Tahu nggak sih kamu bahwa nikmatnya makan justru adalah pada saat mengelus-elus perut? Ah, kamu harus coba deh sekali-sekali, kamu pasti akan setuju denganku. Ah, tapi sudahlah. Untuk urusan ini, kamu selalu jadi pihak kontra yang mengerahkan segala cara untuk membuatku menjawab singkat, "Iya, bee."

Sadarkah kamu betapa matamu begitu jeli melihat sesuatu? Seperti pada saat kamu memberikan tisu saat aku makan lalu belepotan ke mana-mana, atau saat kamu diam-diam membetulkan kerah kemejaku yang tak rapi, atau saat menyendokkan nasi ke piringku agar aku tak mengambil makan terlalu banyak, atau menaruh sesuatu di tempat yang mudah dicari sehingga pada saat butuh sesuatu aku tak kebingungan karena lupa menyimpannya di mana. Aku menjadi lelaki paling ganteng sedunia karena memiliki kamu yang sedetail itu.

Kamu memang selalu pintar untuk urusan membuat sesuatu menjadi lebih benar. Seperti 35 bulan lalu. Saat kamu merapikan kembali hatiku dan membuatku jatuh cinta.

Aku mencintai kebawelanmu.
Tetaplah seperti itu.
Selengkapnya

untuk si adik kecil

lalu langit pun hujan
menangisi kau
yang pergi menjauh
kian jauh
menuju Dia yang menjadikanmu
menghidupi kehidupanmu
untuk duduk dan berbaring
di taman
yang dipenuhi semerbak
wewangian bunga
meninggalkan segala pelik dan sakit
luka dan duka
yang ditawarkan dunia
dan manusia

demi menjemput singgasana yang telah tersedia
atas kebaikan dan kemuliaan
ketulusan dan ketabahan
yang kau lakukan
saat napas masih berembus
saat langkah masih berpijak
saat tangan masih menggenggam
saat tubuh masih tegak
menopang segala yang sementara

telah tiba masa
untuk kembali
kau pergi bukan untuk tanggal
tapi tinggal
di suatu tempat yang lebih layak
dan nyaman
surga yang mengalir sungai
di bawahnya

kami melepasmu dari sini
: semoga lelap dan lena
dalam dekap tuhan selamanya

kepada dian mawarni
‏اللهمّ غفر لها وارحمها وعا فها واعف عنها

Selengkapnya

demikian


kita pernah merasakan kehilangan sesuatu yang bahkan tak sempat kita punya sebelumnya. menjadi pandir paling bodoh sedunia karena merasakan perih dari luka yang sebenarnya kita torehkan sendiri. cinta, —suatu kali, memang diciptakan dengan sebercanda itu. tak apa, rasakan semua luka itu secukupnya. atau bahkan bila perlu menangislah sekencang-kencangnya. biarkan itu menjadi semacam pengingat bahwa ada beberapa hal dalam hidup, —sebagaimana pun kerasnya berusaha—, tetap tak bisa dipaksakan juga.

maka, ikhlaskanlah. sebagaimana kesetiaan daun untuk tetap tumbuh meski kerap digugurkan musim.
Selengkapnya

halo!


halo. selamat pagi. sudahkah matahari terbit dari mendung matamu. ataukah sendu masih setia membuatnya menjadi kelabu?

halo. selamat pagi. masihkah aku menjadi ingin dalam anganmu? bayang yang kau cipta saat rindu menelusup lamunmu?

halo. selamat pagi. masihkah kita menjadi cerita yang kau simpan di langit kepalamu? atau sudah ada semesta lain yang membuatmu terpaku?

halo. selamat siang. masihkah harapan yang pernah kita rencanakan menjadi penerang harimu? atau telah berceceran hingga tak bisa dirapikan?

halo. selamat siang. masihkah lengkung senyumku yang kau simpan menjadi penyemangat langkahmu? atau telah tergantikan oleh pelangi baru?

halo. selamat siang. masihkah fotoku tersimpan dalam dompetmu? menjadi pelipur lara meski yang kau punya hanya lima lembar dua ribu?

halo. selamat siang. masihkah kenangan kita menjadi satusatunya hal yang membuatmu mau melangkah maju? atau keyakinanmu telah beranjak ragu?

halo. selamat sore. masih adakah debar rindu yang tak pernah kau anggap sepele? sebuah alasan agar pertemuan kita segera datang tanpa bertele-tele?

halo. selamat senja. masih adakah pesona matamu yang berbinar jingga? sesuatu yang selalu betah kupandangi berkali-kali dan berlama-lama.

halo. selamat petang. masihkah doa-doa kau panjatkan dalam khusyukmu yang biru? lafadz-lafadz paling semoga tentang kita agar berbahagia?

halo. selamat malam. masih adakah hari saat kau tak mampu bersabar menemuiku dalam mimpimu. atau segala hal telah hilang dan menjadi abu?

halo. ini aku. cinta yang kau tinggal pergi. yang memeluk dirinya sendiri.
Selengkapnya

ini tentang seseorang yang memeluk bayangannya sendiri. merasa jiwanya telah mati selepas ditinggal pergi.



kita pernah, —pada satu fase ketika kita belum mengenalnya— menjadi seseorang yang berbahagia. memiliki selaksa alasan untuk tertawa. bergembira atas segala kesederhanaan hidup yang kita punya.

lalu pada satu waktu. ia datang. dengan tingkah lucu dan memesona. membuat kita jatuh cinta dalam pikatnya yang paling pekat.

rasanya dunia menjadi lebih istimewa dan sempurna. meski sendiri itu baik, ternyata berdua jauh lebih indah. lebih mewah.

tanpa sadar, perlahan kita menjadikan ia sebagai satu-satunya alasan tuk berbahagia. tak ada kebahagiaan yang dapat menggantikan selain selalu berdekatan dan bersamanya.

lalu semua raga dan jiwa yang dulu utuh tanpa cela, perlahan luruh ke dalam ia. menyatu bersama debar dan jiwanya.

maka keakuan yang dulu kita punya untuk tetap hidup dalam sederhananya kesendirian pelan—pelan menghilang. tergantikan dengan keberadaan ia sebagai semesta yang lain. sebuah ruang yang diciptakan khusus untuk kita masuki.

lalu sialnya, masa yang paling dihindari itu datang. ketika semua harapan tak sesuai kenyataan. saat kebahagiaan secara simultan menjelma menjadi perpisahan yang memuakkan. pesona yang dulunya paling dipuja, menjadi tahi kucing yang siap dimuntahkan.

ia pergi jauh menghilang. meninggalkanmu tersungkur dan terseok tepat di belakang. tak peduli pada semesta lain yang sengaja kau cipta untuk kau sematkan kepada ia.

di titik nadir rasa kehilanganmu, kau benar-benar tersadar. hal yang tadinya kau kira hanya akan kehilangan ia, ternyata lebih mengerikan dari yang nampak dan terasa.

kau kehilangan kendali atas dirimu sendiri. seolah kau sudah lebih dulu mati sebelum sempat kehilangan nyawa. keakuan dan segenap jiwamu turut menghilang bersamanya.

lalu pada sudut inilah kau berada sekarang; duduk termenung mendekap lutut. memeluk bayanganmu sendiri, —satu-satunya hal yang tak meninggalkanmu pergi.

seolah melupakan kebenaran fakta bahwa; kita pernah, —pada satu fase ketika belum mengenalnya— menjadi seseorang yang berbahagia. memiliki selaksa alasan untuk tertawa. bergembira atas segala kesederhanaan hidup yang kita punya.

maka, kini perkenankan saya bertanya. jika dulu saja kita pernah berbahagia meski tak pernah ada ia, mengapa sekarang tidak?

Selengkapnya

Selamat Merayakan Kehilangan


ada satu fase dalam hidup. suka atau tidak. terpaksa atau tidak. mau atau tidak. kau kehilangan banyak hal dalam waktu yang bersamaan. seolah dunia berkonspirasi untuk menarikmu jatuh ke lubang paling pengap yang gelap dan dalam.

lalu kau meronta ingin keluar. terlepas dari segala kekang dan kembali naik ke permukaan. namun, alih-alih melihat cahaya, kau malah mendapati kakimu terpaku hingga tak bisa bergerak. semua harapan yang dulu sempat menyala kian meredup bersamaan dengan rasa putus asa yang mulai menggelayut manja di depan mata.

tak ada lagi jalan keluar, —katamu di waktu kemudian. selanjutnya kau mulai belajar menikmati ketidakberdayaan dan segala kenestapaan yang kau rasakan. menjadikannya sebagai teman dalam menjalani penderitaan. kau dapati dirimu kian usang bersama kerapuhan dan kebinasaan. kau sudah lebih dulu mati bahkan sebelum malaikat sempat mencabut nyawamu.

lalu di titik nadir kehidupanmu, —sebelum sempat kau semakin jauh menghancurkan dirimu sendiri. muncul titik-titik cahaya di kejauhan. bersama dengan tali yang turun satu per satu. sebuah pertolongan yang telah lama kau harapkan. untuk menarikmu keluar dari segala kenestapaan yang begitu lama menjatuhkanmu. mereka adalah keluarga, sahabat, teman, yang selama ini kau lupakan. datang bersama dengan senyum paling menenangkan. dengan tulus menggenggam tanpa mempedulikan pada betapa tak acuhnya dirimu pada mereka di masa silam. mengeratkan lagi asa di rongga dadamu yang terdalam.

hingga, di sinilah kau tiba. berdiri dengan pijakan kaki yang lebih tegak. bersama dengan kekuatan yang lebih tegar. diiringi dengan kesabaran yang jauh lebih besar. menjadikanmu lebih tangguh untuk menghadapi kehilangan-kehilangan berikutnya di masa depan.

sebab hidup hanya sementara, maka kehilangan pun akan berakhir, —pada akhirnya.

selamat merayakan kehilangan.
selamat menemukan dirimu yang lama hilang.
Selengkapnya

Kategori Utama