Aku, Kau, dan Si Pungguk yang Merindukan Bulan

Aku menuliskan surat ini saat debar begitu bergemuruh di dalam dadaku. Apa kau pernah merasakan? Jantungmu yang hanya segenggaman tangan bergerak begitu cepat. Berdegup satu-satu dengan irama yang saling kejar mengejar. Seperti dibawa berlari tak henti menuju sebuah tempat yang teramat jauh. Atau seperti saat terkejut karena diberi kejutan yang menyenangkan. Atau seperti merasakan sesak saat mengetahui bahwa umurmu hanya tersisa sedikit lagi. Ah, mungkin aku berlebihan, tapi begitulah yang aku rasakan. Jantungku yang ringkih ini, merasakan kejutan teramat saat membaca surat balasanmu kemarin. Tenggorokanku tercekat akibat merasakan bahagia begitu senangnya. Terima kasih sudah membaca suratku dan entah mengapa kau mau membalas surat itu.

Adalah hal lumrah dan wajar saat kau berkata bahwa kau tak mengenaliku. Sudah kuduga. Tapi itulah yang harus kuterima, toh aku terlalu pecundang untuk menampakkan keberadaan sebagai seseorang yang mengagumimu dalam-dalam. Aku jadi teringat sebuah kisah menarik tentang pemuda yang diam-diam mengagumi wanita pujaannya. Cerita dari dongeng yang mahsyur, Si Pungguk Merindukan Bulan. Mungkin kau tahu bagaimana cerita ini bergulir. Dari seorang pemuda tampan yang secara tak sengaja melihat Putri Bulan, dan jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun ada sekat-sekat tebal bernama strata sosial yang pada akhirnya membuat mereka tak bisa bersatu. Hingga di akhir cerita, si pemuda tampan tadi hanya mampu memandangi Putri Bulan dari kejauhan, berharap cintanya bersambut tapi tiada jua.

Ah...
Aku cukup tahu diri untuk tidak mengganggu kehidupanmu dengan cinta gombal penuh basa-basi dan intrik-intrik murahan. Sebab dengan melihatmu tersenyum saja aku sudah bahagia. Biarlah aku tetap menjadi misteri yang memerhatikan setiap jejak langkah kehidupanmu. Seseorang yang tak perlu kau tahu rupanya, tapi begitu dalam perhatiannya atas kehidupanmu. Biarlah aku menjadi Si Pungguk yang memeluk pesonamu dari kejauhan. Toh bila akhirnya aku atau kau adalah baik bagi semesta, semesta akan selalu punya cara untuk mempertemukan kita.

Key...
Apa rupa penting buatmu? Di surat ini, aku tak menyelipkan foto lagi. Biarlah kau ingat aku sebagai orang yang lancang mengirimimu surat. Suatu saat, aku akan menunjukkan diriku yang sebenarnya. Jadi, simpanlah dulu rasa penasaranmu, jadikan itu sebagai alasan kenapa kau ingin mengenalku. Aku lancang sekali, bukan? Hahaha... Biarlah Key, aku masih malu menunjukkan diriku ini. Biar waktu bercerita akan seperti apa kisah antara aku dan kau ini.

Anyway, beberapa hari kemarin, aku tak melihat batang hidungmu. Apa kau sakit? Atau hanya sekadar sibuk kuliah atau latihan menari saman yang biasanya kamu lakukan. Apa mungkin ada kesibukan lain? Aku hanya cemas. Tak biasanya aku tak melihatmu dalam waktu yang lama. Semoga kau baik-baik saja.


Salam,
Al.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kategori Utama