Bagaimana Kabarmu?

Selamat sore, nona.
Mungkin alismu bertautan saat membaca tulisanku ini. Seorang yang tak pernah bertegur sapa tiba-tiba mengirimkan surat kepadamu. Entah ada angin apa, aku begitu saja ingin bercerita kepadamu. Ah, tak butuh angin kan untuk sekadar merasakan ingin? Sebenarnya aku malu menuliskan ini, tapi hati begitu kuat memaksa akal, tangan, dan pikiran untuk menyampaikan segala kecamuk yang ada di dalam dada.

Bagaimana kabarmu?
Masihkah kau suka duduk di beranda senja sambil menikmati segelas cokelat panas? Membiarkan pipimu merona seusai meminum teguk demi teguk cokelat panas yang kau seduh dengan takaran gula satu sendok makan saja. Kau pernah menyampaikan kepada temanmu, -tentu saja bukan aku, sebab aku hanya berani memerhatikanmu dari jauh- bahwa kau hanya mau minum cokelat panas yang tidak terlalu manis, dan juga tidak terlalu pahit. Secukupnya saja. Takaran satu sendok kau anggap cukup untuk mewakili itu.

Bagaimana kabarmu?
Masihkah kau suka memandang langit malam, mencari bintang venus yang dulu pernah ditunjukkan ayahmu? Celingukan dari satu sudut langit ke sudut langit yang lain. Memicingkan matamu yang bulat memesona untuk menerka, apakah yang di sana adalah bintang venus atau bukan. Lalu dengan jemarimu yang lentik, kau menggaruk kepala yang tak gatal, hanya karena kebingungan untuk menjawabnya. (Anyway, aku baru tahu belakang ini, tentang alasan mengapa kau begitu suka memandang langit malam hari, kau pernah menuliskan cerita ini di blogmu, kan? Tentu saja aku membaca. Tak ada satu pun tulisanmu yang terlewat.) Atau justru kau sudah bosan? Sebab beberapa minggu terakhir langit begitu setia memuntahkan hujan. Jangankan gemintang, tukang nasi goreng yang biasanya lewat di depan kosanmu, lalu kau memesan nasi goreng tanpa acar pun, tak nampak batang hidungnya.

Bagaimana kabarmu?
Masihkah kau suka membaca? Melafalkan paragraf-paragraf buku dengan mulutmu yang mungil tanpa suara. Membaca setiap alinea dengan alis bertautan lalu tersenyum setelah mendapat makna. Apa aku perlu bercerita tentang senyummu? Satu lengkung yang mampu meluruskan banyak hal dari hidupku. Mungkin kau baru tahu sekarang, bahwa aku adalah pengidola senyummu yang nomor satu. Bahkan aku punya selembar fotomu saat kau tertawa begitu cerianya. Memamerkan gigi putih berseri dengan bibir mungil berwarna merah delima yang menggantung cantik di wajahmu yang menarik. Maaf sudah mencetak fotomu tanpa izin, semoga kau berkenan.

Mungkin kau bertanya-tanya, mengapa aku bisa begitu tahu keseharianmu. Tenang saja, aku tidak membuntuti. Hanya saja, orang yang mengagumi selalu punya cara untuk mengetahui segala hal tentang orang yang dikaguminya. Entah dari media sosial, teman-temanmu, atau sesuatu yang kusimpulkan sendiri berdasarkan hal yang kulihat dari jauh. Tak perlu merasa terancam, aku tak akan berbuat yang tidak-tidak. Kau cukuplah jalani kegiatanmu seperti biasa, dan aku akan tetap memerhatikanmu dari jauh. Tak peduli perasaanku akan berbalas ataupun tidak.

Sebenarnya kita pernah bertemu tatap beberapa kali. Hanya saja lidahku selalu lebih dulu tercekat untuk sekadar menyuarakan sapa. Maka biasanya, aku hanya memalingkan wajah, lalu diam tanpa kata. Seperti itu saja. Berkali-kali, berlama-lama. Maka, izinkan aku memperkenalkan diri saat ini. Namaku Al. Seseorang yang mengagumi pesonamu dari jauh.


*ps: Aku menyelipkan satu fotomu di surat ini, sebagai permintaan izin untuk membiarkan aku menyimpan foto yang sama di rumah.

6 komentar:

  1. Bagaimana kabarmu?
    Apa kau masih suka berlindung dikamarmu dengan segelas susu jahe hangat yang kau beli dari depan kampusmu sambil mendengarkan rintik hujan yang jatuh membasuh bumi, atau memesan seporsi somay tanpa kentang dengan kecap yang banyak seperti kesukaanmu, pedas manis... atau masih rela menempuh jarak demi mencicipi sate padang di depan stasiun pasar minggu favoritmu? Vermisse dich...

    BalasHapus
  2. Bagaimana kabarmu?
    Apa kau masih suka berlindung dikamarmu dengan segelas susu jahe hangat yang kau beli dari depan kampusmu sambil mendengarkan syahdu rintik hujan yang membentuk nada yang mendamaikan hatimu?
    Masihkah kau memesan somay tanpa kentang, mie ayam, bakso dengan paduan kecap dan sambal belibis yang menciptakan cita rasa kesukaanmu, pedas manis?
    Masihkah kau sering berkunjung ke depan stsiun pasar minggu hanya untuk mencicipi sate padang favoritmu, yang kau katakan rasanya tak dapat kau temui ditempat lain?
    Atau menghabiskan waktu di gramedia depok hanya untuk membaca atau sekedar melihat novel2 baru yang menarik perhatianmu… vermisse dich...

    BalasHapus
  3. bagaimana kabarmu?
    apakau masih suka menikmati mie ayam di sudut jalan itu? atau kau sudah enggan menengok tempat itu lagi? karena beberapa alasan? kurang bersih, atau apapun itu.
    masih kah kau tak peduli cairan merah menjijikan itu? karena uang mu habis dan tak bisa membeli pembalut? sampai sampai aku harus mengirim kan pesan singkat kepada ayah mu agar ia tau kau tak punya uang? maaf lagi lagi jarak harus jadi kambing hitam nya.

    BalasHapus

Kategori Utama