Selamat sore, nona.
Pendongeng kembali. Izinkan saya meneruskan lagi cerita yang sempat tertunda. Kau duduklah diam-diam dan tenang. Saya akan menceritakannya lagi pelan-pelan.
Pangeran Tirta melangkahkan kaki masuk menuju istana. Kepulangannya disambut ceria oleh keluarga kerajaan. Tapi ada satu hati terkucil.
Putri Keyla.
Ia sama sekali tak mendapat cium kening dari Pangeran Tirta. Bahkan untuk sapaanmu pun tidak. Batinnya menangis. Pasal apa yang membuat sikap pangerannya berubah.
Pangeran Tirta masuk ke dalam kamarnya.
Putri Keyla mencoba menenangkan dirinya sendiri dengan berujar, "Ah, mungkin ia hanya lelah. Biarlah ia beristirahat dulu." Ia pun masuk ke dalam kamarnya sendiri yang bersebelahan dengan kamar Pangeran Tirta.
Keesokan harinya, Putri Keyla menemui Pangeran Tirta.
"Selamat pagi, tuan. Bagaimana kabarmu?"
"Kabar baik, Keyla," ucapnya pelan tanpa menoleh ke arah Keyla.
"Ada apa denganmu? Kenapa sikapmu begitu dingin?"
"Dingin bagaimana maksudmu?"
"Tidak seperti biasanya."
"Maksudmu?"
"Tuan sama sekali tak menyapaku kemarin. Bahkan menoleh pun tidak. Ada apa?"
"Oh, tidak apa-apa."
"Hem?
"Sudah, ya. Aku ingin berburu hari ini. Jangan ganggu."
Bagai dihantam godam, hati Putri Keyla remuk redam. Jangankan untuk mendapat pelukan rindu. Bahkan untuk menikmati perbincangan selepas kepergianmu tidak.
"Baiklah, tuan. Selamat berburu."
---------
Di hutan, pangeran Tirta menumpahkan keresahan rindunya terhadap Putri Bahari dengan melesatkan anak panah. Sudah 2 rusa tertangkap.
Di istana, Putri Keyla sedang sibuk menenangkan hatinya sendiri. Dan berdoa, semoga pangeran baik-baik saja.
Hari-hari berikutnya terasa semakin sepi. Pangeran Tirta tak mau menemui Putri Keyla. Hingga akhirnya kesabaran Putri Keyla dalam menanti pun mencapai ambang batas terakhir.
"Tuan, apa yang terjadi padamu? Apa engkau tak merasa rindu berdua denganku?" ucap Putri Keyla saat akhirnya ia memberanikan diri untuk menemui Pangeran Keyla yang sedang berburu di hutan.
"Hai, kenapa kau ke mari? Hutan berbahaya."
"Aku rindu kamu, tuan. Kenapa kau seolah tak mempedulikanku lagi? Ada apa?"
"Dengar baik-baik, Keyla. Maaf atas sikap diamku. Aku tak mengerti apa yang sedang aku rasakan. Perasaanku hilang terhadapmu. Aku mencintai perempuan lain. Aku sudah mencoba menenangkan diriku untuk mengetahui apa yang sedang aku rasakan. Tapi sungguh, Keyla. Hatiku lebih memilih ia."
"Kenapa, tuan?"
"Aku tak mengerti, Keyla. Maafkan."
"Aku bahkan begitu setia menunggumu kembali. Dengan menjaga perasaan baik-baik."
"Aku minta maaf, Keyla."
"Siapa, tuan?"
"Putri Bahari."
Putri Keyla berlari menjauh dari Pangeran Tirta. Dadanya sesak oleh kekecewaan dan kesedihan. Air mata tak lagi terbendung. Pipinya basah oleh tangis yang menganak sungai. Tak dipedulikan lagi kakinya yang luka oleh goresan akar-akar dan belukar. Ia ingin segera menjauh. Pergi. Berlari. Jauh.
Pangeran Tirta berdiri mematung. Melihat punggung Putri Keyla yang menjauh. Putri Keyla terus berlari. Ke arah mana saja yang dikehendaki kaki. Berharap kesedihannya tertinggal di belakang. Tapi nyatanya kekecewaan semakin nyata berada di hadapannya. Menertawakan kesedihan Putri Keyla yang tak tak tertahankan.
Putri Keyla terjatuh. Air mata yang menggenang di pelupuk mata menghalangi pandangannya. Sehingga tak melihat ada batu di hadapannya. Kaki Putri Keyla terluka dan berdarah. Tapi tak lebih sakit dibanding kekecewaan hatinya. Ia perlahan bangkit, lalu meneruskan lagi perjalanannya.
Putri Keyla terus berlari. Hingga akhirnya keluar dari hutan.
"Di mana ini?" batin Putri Keyla.
"Ah, sudahlah. Aku hanya harus terus berjalan."
Putri Keyla terus berjalan. Gaunnya sudah compang-camping akibat belukar. Wajahnya masih bercahaya. Hanya saja meredup. Kesedihan tergambar jelas di wajahnya.
Hari beranjak petang. Putri Keyla tiba di kota entah bernama apa.
Perutnya kelaparan.
Dan dahaga, menghentikan langkahnya.
Putri Keyla jatuh pingsan.
--------
Ah, pasti kau khawatir menanyakan bagaimana keadaan Keyla selanjutnya. Bersabarlah sebentar. Izinkan saya menarik napas sebentar untuk kemudian melanjutkan dongeng ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar