Kunantikan Kesetiaan


Maafkan aku yang terlambat membalas suratmu.
Aku ingin mengawali surat ini dengan ucap terima kasih kepadamu. Berkat doamu, ibu kini berangsur pulih. Belum sepenuhnya memang. Tapi setidaknya ia sudah mampu menopang tubuhnya untuk duduk. Semoga ini menjadi tanda kesembuhan untuknya. Kemarin, ibu menanyakan kabarmu. Ia juga bilang kalau sedang kangen dengan masakanmu. Rupanya racikan bumbu nasi tutug oncom khas kotamu itu masih menyisakan rasa di tepian lidahnya. Ah, kau pandai sekali memberikan kesan.
Kapan kau akan memasak untuknya lagi? :)

Aku sudah membaca habis suratmu. Kali ini kusimpan rapi, tak seperti waktu lalu. Ada senang yang tiba-tiba menelusup hati. Rasanya aku semakin percaya dengan kesetiaanmu yang sempurna. Semoga tetap kau jaga, hingga kita bisa tetap bersama dalam payung teduh bernamakan cinta.

Aku sudah tidak begitu letih sekarang. Aku belajar banyak dari kejadian tempo lalu. Bahwa untuk bisa menjaga seseorang, maka awali dengan menjaga diri sendiri. Aku harus tetap kuat, maka kusisihkan waktu untuk beristirahat. Kalau tubuhku lemah, bagaimana mungkin aku bisa merawat ibu yang sakit? Benar kan? Aku ingat sekali petuah ini. Di waktu lalu kau pernah mengucap ini. Apa kau ingat? :)

Bagaimana kabarmu sekarang?
Titip salam untuk kedua orang tuamu. Kalau boleh, jika aku berkunjung ke rumahmu nanti, aku ingin sekali memeluk mereka. Mengucap terima kasih karena telah begitu hebat mendidikmu. Hingga aku bisa jatuh begitu dalam pada kebaikan dan ketulusan budimu. Dua hal yang membuatku dan ibuku jatuh hati dan terpikat kepadamu. Ibuku merestui kita, - tentu saja.

"Maka jagalah hatimu.
Tautkan kesetiaan hanya untuk namaku.
Hingga datang masa ketika aku akan membawamu ke sebuah tempat tinggal nyaman yang sederhana.
Dimana setiap sudutnya berpendar cahaya Tuhan.
Rumah kasih sayang penuh cinta, diamana ada kita di dalamnya."

Dari aku yang mencintaimu setulus-tulusnya, sebenar-benarnya.

1 komentar:

Kategori Utama