PatahAti

"Ketika senja yang kupuja menghilang di balik malam.
Kudapati diriku bak beku mematung.
Sadar dan tidak aku kehilangan.
Kala otak kalahkan perasaan.
Dan angkuh pun tegak berdiri...
Kiranya aku memang kehilangan."

Senjaku pun kini harus menjauh pergi.
Hatiku bilang aku kehilangan, tapi serabutserabut otak mengisyaratkan bermacam alasan agar hati tak luka. Tak mungkin aku luka, karena bagiku itu biasa.



Ada senoktah rasa di tepian hati yang entah apa namanya, mungkin rasa sesal, rasa tak bersyukur, yang sering membuat buncah dan gemuruh di dada. Aku merasa terlalu usang, tak menarik, luntur pesona, hilang segala. Yang kandaskan semesta rasa percaya diri. Bahkan mampu mencipta barisan katakata bodoh yang kutulis, seperti saat ini.

Dalam lemah rapuhku, aku selalu tak mampu hilangkan rasa tak bersyukur (itu dosa, -iya, tentu saja-). Aku menyesal tidak dilahirkan dengan wajah indah mempesona, aku menyesali keadaanku yang miskin nan papa. Dalam banyak hal, aku ingin mengubah semua, ingin rasanya kutantang semua luka, bergelut dengannya dalam suatu masa, tapi aku tak bisa, aku terlalu rapuh tuk hadapi semua.

Aku memang salah (maafkan ya).
Tapi salahkah mereka?
Wanita penebar luka?


Parung, 4 Oktober 2011

2 komentar:

  1. sesungguhnya hanya Allah yang Maha Mengetahui apa-apa yang terbaik untuk umat-Nya :'>

    BalasHapus

Kategori Utama