Nantikan di Kotamu, Nona

Saya tak ingin menulis banyak-banyak. Begini, nona. Beberapa hari lagi saya akan mengunjungi kotamu. Tapi debar sudah bergemuruh tak menentu. Belum lagi resah entah bernama apa selalu setia mengusik setiap pejam dan jaga. Ah, saya grogi. Hmm... Bukan takut bertatap muka, hanya saja, mungkin kali ini rasanya berbeda. Kita, kau dan saya, sudah saling mengetahui perihal perasaan masing-masing, ya meski saya tak pernah tahu, apakah kelak kita bisa benar-benar bersama?

Ah, tapi.. Bukankah kita selama ini sudah selalu bersama? Kau sudah menjadi pengawal dan penutup setiap hari-hari, pun saya kepada kau. Dan.. tentu saja, tentang apapun yang saya dan kau lakukan di kediaman masing-masing, kita tak pernah lupa untuk saling menceritakannya. Sederhananya, itu saja sudah membuat saya bahagia. —meskipun tak menafikan, bahwa di dalam hati yang kecil ini ada damba meletup-letup yang menginginkan kamu menjadi ratu.

Jadi, nona. Apakah di setiap hari-harimu dalam menantikan kedatangan saya, ada debar yang sama? Menanti penuh harap dengan doa-doa kebaikan agar hari pertemuan lekas datang. Hmm... Saya tak berharap banyak-banyak, ada sedikit asa yang kujaga hanya agar saya tak buru-buru kehabisan sabar. Kau pernah meragukan bukan? Perihal kesabaran saya, apakah tetap terjaga dengan utuh atau tidak. Saya hanya ingin berkata begini, kau cukuplah diam-diam dan tenang, menyembuhkan setiap luka masa silam yang mengukung, perihal sabar dalam menanti biar saya yang mengurus sendiri.

Tunggu saya di kotamu, nona. 
Telah kusiapkan sekerat rindu dan doa. 
Nantikan dengan rentang pelukan paling cinta.

1 komentar:

Kategori Utama