Selamat siang, tuan.
Pendongeng kembali. Maaf membuatmu menunggu lama. Kau duduklah diam-diam dan tenang. Saya akan menceritakannya lagi pelan-pelan. Ah, tapi tunggu sebentar, tuan. Maukah kau berjanji untuk tetap baik-baik saja apapun yang terjadi pada akhir dongeng ini? Baiklah, cukup kau jawab di dalam hati. Mari kita sama-sama melanjutkan dongeng ini.
------
Pemuda itu kembali mengeratkan pelukannya.
“Nona..”
“Hm?”
“Jika kau membenci bulan, lalu apa yang kau suka?”
“Bintang”
“Mengapa?”
Putri Keyla menghela napas di dada pemuda itu.
“Dulu, ayahku pernah membangunkanku tengah malam, menunjukkan satu bintang. Sangat terang. Ia bilang itu adalah Venus. Hanya muncul tiap 200 tahun sekali..”
“Hmm..”
“Bintang mengajarkanku bahwa yang tak terlihat bukan berarti tak ada. Bintang Venus itu tetap ada, Al.. Hanya saja ia tak memperlihatkan diri. Ia tak pernah lelah melihatku dari atas sana dan tak pernah ingkar janji untuk kembali lagi. Meski dalam kurun waktu yang lama.”
Pemuda itu diam. Memandang langit penuh gemintang.
“Al.. Kau mau melihat Venus?”
“Ya.”
“Kau tahu dimana letaknya?”
“Tidak.”
“Maka hiduplah bersamaku sampai 200 tahun lagi. Sebab hanya aku dan ayahku yang tahu dimana letak Venus saat ia menunjukkan dirinya”
Seperti menemukan permukaan air saat tenggelam, dada pemuda itu berdebar tak karuan. Seperti tersiram air es, ia tak pernah merasakan degup sesejuk saat itu.
“Al..”
“Hm?”
“Mengapa dadamu begitu berdebar?”
Pemuda itu diam. Melirik Putri Keyla yang rupanya menyembunyikan senyum di dadanya.
“Dengar baik-baik nona, ada namamu dalam degupnya”
Putri Keyla mencubit punggung pemuda itu. Mereka tertawa, masih sambil berpelukan.
“Lalu bagaimana perasaanmu sejujurnya padaku?”, pemuda itu mengulang pertanyaanya lagi.
“Jika berdamai dengan masa lalu berarti siap jatuh cinta lagi meski aku tahu kesedihan akan menghampiriku, maka aku sudah benar-benar berteman akrab dengan masa lalu.”, jawab Putri Keyla.
“Aku jatuh dalam semestamu, Al.”
“Aku pun, Key.”
Hening menyelimuti mereka lagi.
“Boleh aku membuatmu tak membenci bulan lagi?”, tanya pemuda itu sambil melepaskan pelukannya. Ia memandang Putri Keyla yang tampak lucu karena kebingungan.
“Bagaimana caranya?”, tanya Putri Keyla.
“Begini..”
Pemuda itu berdiri dan menarik tangan Putri Keyla hingga ia ikut berdiri di hadapannya.
“Tutup matamu, jelita”, pintanya.
Putri Keyla menurut. Ia menutup matanya.
Lalu pemuda itu mendekatkan wajahnya dan mengecup kening Putri Keyla. Lalu tangan kanannya menarik dagu Putri Keyla dan mengecup bibirnya dengan lembut sementara tangan yang lain melingkar di pinggang Putri Keyla dan menariknya ke dalam pelukannya.
Putri Keyla terkejut namun tak menarik diri. Ia justru membiarkan dirinya menikmati lembut bibir pemuda itu sambil terus memejamkan matanya. Balas mengecup.
Saat ia membuka matanya, menengadah ke atas, purnama sedang tersenyum di balik kepala pemuda itu. Lalu ia memejamkan mata kembali, balas mengecup lagi, sambil tersenyum.
Mereka menyudahi ciuman itu dengan kembali duduk di bangku taman dengan berpelukan, memandang langit malam dan mendengar masing-masing harmoni cinta dari masing-masing debar mereka.
“Aku tak pernah suka purnama. Tak pernah.. Sebelum hari ini. Sebelum aku memandangnya bersamamu”, ucap Putri Keyla di dada Al.
Al mengecup lembut puncak kepala Putri Keyla.
“Aku pun..”, bisiknya.
Malam itu semesta bertepuk tangan. Gemintang menyulang gelasnya. Angin melagukan cinta. Dan bulan.. Akhirnya purnama di waktu yang tepat.
———
Tuan..
Maafkan pendongengmu ini yang baru mampu menyelesaikan dongeng Putri Keyla dan Lelaki Bertudung Hitam hari ini. Terimakasih untuk setiap sabar darimu yang menyabarkan.
Pendongeng dan Putri Keyla jatuh telak dalam keindahan hatimu.
Terimakasih, Al.
Sudah menunggu, menyimak dongeng ini dan mendengarkan cerita-cerita lain dengan begitu sabar.
Dari aku, perempuan yang jatuh cinta pada kesabaranmu.
Key.
Ya ampun mas~ aku merinding baca endingnya. Jadi senyum-senyum sendiri :p mupeng~ Akkkhhh
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus