Dalam Diammu, Kamu Sayang Aku


Aku mengenalnya sebagai lelaki pendiam. Dalam seminggu, ia habiskan waktunya untuk bekerja. Mencari nafkah untuk keluarga. Lima hari dalam 
seminggu, tak pernah alpha. Sejenak hilang dalam hingar bingar ibukota. Kemudian kembali ke rumah dengan wajah lusuh, penuh coreng moreng debu di muka. Tak banyak pembicaraan diantara kita, sebab setiap pulang ia telah lebih dulu tenggelam dalam tidur yang lelap. Begitu seterusnya. Hingga aku beranjak dewasa. 

Aku mengenalnya sebagai lelaki yang tak banyak bicara. Sesaat aku berbuat salah, ia tatap lekat mataku. Tak membentak. Dengan senyum penuh ketulusan ia berkata, "Jangan kau ulangi, nak. Kasihan ibumu." Seketika aku sesak. Tangis pecah menyusul setelahnya. 

Ia bernama ayahku.
Ibu mencintainya lebih dari kecintaannya terhadap dunia. Sebab apa artinya dunia bila tanpa teman untuk menikmatinya? 
Pernah, suatu kali kudapati mereka berbincang berdua. Saat itu malam hari, ketika hening menyesaki setiap sudut rumah. Waktu yang tepat untuk tidur yang lelap. Ibu menangis mengadu, "Yah, siang tadi Bu Haji datang ke rumah. Ia marah-marah karena hutang kita belum juga dilunasi. Sementara  persediaan untuk makan besok saja kita sudah kehabisan. Hanya menyisa uang dua ribu untuk ongkos si bungsu sekolah." Kau tahu, apa yang ayahku lakukan? Dia tatap mata ibu, membelai lembut kepalanya. Dengan lirih menjawab, "Maafin ayah, bu. Ibu tak perlu khawatir. Saya akan berusaha lebih keras lagi besok. Harapan ada untuk mereka yang mau berusaha. Mohon doamu. Jangan bersedih. Tuhan bersama keluarga kita." Aku belajar tentang tanggungjawab saat itu. 

Dan benar saja. Hari itu ayah pulang dengan wajah ceria. Membawa berlimpah makanan. Sementara kita semua seketika sibuk dengan lahapnya menyantap makanan. Ada rezeki hari ini, -katanya. Entah darimana uang untuk membeli semua itu. Baru belakangan aku tahu, ia habiskan waktu liburnya untuk menjadi kuli panggul beras di pasar selama seharian penuh. 

Aku tak pernah tahu perihal apa yang membuatnya begitu kuat menghadapi terjal dunia. Kokoh punggungnya di masa muda, tak berubah banyak. Meski kutahu begitu banyak beban yang telah ia pikul disana. Rambut telah memutih banyak - sebenarnya. Tapi tak membuat ia lupa akan tanggungjawabnya terhadap keluarga. 

Satu hal yang kutahu sejak dulu. 
Dalam diammu, kamu sayang aku dan keluargaku. 

Aku mencintaimu, Ayah.





Parung, 27 Oktober 2012 

24 komentar:

  1. bapaaakkkk :(

    pengen cepet gede, kerja, terus gantiin bapak cari nafkah. hehe

    BalasHapus
  2. ingat bpak di kampung san...miss you dad. .mas aih mantaaaaaaaaaaaappppppppppp

    BalasHapus
  3. galih.. errrr.. *keplak* jadi netesin air mata..

    Bagus lih, gue ambil maknanya 'dimana ada usaha disitu ada jalannya'

    BalasHapus
  4. galiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiih gue baru tau kalo elo pindah link.. yaampuuuuuuun hehehe..


    tulisannya bikin gue kangen bokap, ketemu cuma bisa sebulan sekali karena proyek diluar provinsi.. :(

    BalasHapus
  5. abang :(
    andai bisa kau dengar pacu jantungku berkejaran,
    ya, saat membaca ini ;(

    BalasHapus
  6. Duh.... galihhh... jadi terharu bacanya.. :')

    Seorang Ayah memang sosok yang kuat dalam diamnya.. :')

    BalasHapus
  7. ngembenglah air mata baca ini...mana si ayah lagi ngajar di Manokwari pula. Oh iya, kamu mirip banget sama ayahmu, galiiih :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga Ayahmu baik-baik di sana. Hahaha iya, kan aku anaknya :p

      Hapus
  8. mas :')
    makasih ngingetin aku sama ayah :')

    BalasHapus
  9. Masih sering banting pintu kalo keinginan gag dituruti .
    Maaf ayah :'(
    Terimakasih mas galih, tulisannya nyentuh banget :)

    BalasHapus
  10. Jadi kangen bapak di Lampung, semoga bapak selalu sehat di umurnya yg menginjak kepala 7 ini. thanks bang Galih udah ngingetin :')

    BalasHapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  12. terimakasih mas galih. Sedikit banyak tulisan mas galih mengingatkanku pada ayah yang ternyata diam-diam sangat mencintai aku dan ibuku. Sayangnya, bahkan setelah beliau di surga aku masih belum bisa membalas banyak :')

    Rindu ayah boboho :')

    BalasHapus
  13. Mas aih, ya Allaah nangis 😢

    BalasHapus
  14. dan entah kenapa bang, kalau orang bahas tentang Ayah. hati saya terenyuh, Ayah seperti pemeran dibalik layar didepan keluarga. namun sosok pecinta yg paling dalam.

    BalasHapus

Kategori Utama