Aku duduk di bangku dekat jendela. Memerhatikan senja yang menghilang dilalap pekat awan yang memuntahkan hujan. Diiringi suara rinai yang merintik ritmis mengikis bebatuan. Menyatu bersama gemirisik daun yang tersapu embusan angin dingin. Seketika menjadi begitu hening saat kepala yang lengang disesaki oleh kesepian tanpa nama.
"Mungkin, akan ada sajak sendu tercipta. Atau puisi-puisi keharuan mengemuka. Seiring sepi yang tersisa dari hujan yang mereda..."
Selepas punggungmu menjauh, rindu menjadi sedemikian gigilnya. Alih-alih hujan bertugas sebagai pelepas penat selepas panas, kini telah menjelma selubung murung yang mengantarkan dingin. Selain kenangan yang mengalun setelahnya, yang tersisa hanyalah kesunyian tak bernyawa. Sembilu luka menyayat hati yang ringkih.
"Aku dan kau adalah jejak tapak kaki di tanah-tanah basah. Menunggu hujan membuatnya musnah. Atau menanti terik kemarau yang menjadikannya kekal."
Aku berdiri di samping bangku dekat jendela. Melangkah berlalu memunggungi kaca yang mengembun terkena tempias hujan. Berjalan pelan menuju kamar yang digerogoti kesunyian. Berharap bisa menuliskan catatan tentang hujan di bulan Januari; perihal aku, kamu, dan kehilangan tanpa salam perpisahan.
(Source) |
ah mas Aih, awal bulan nulisnya kehilangan :3
BalasHapus:')
Hapusaku suka sekali puisinya
BalasHapusTerima kasih sudah membaca ^^
HapusHujan emang gak pernah basi buat dibahas
BalasHapusSeperti haknya rindu.
HapusThis...
BalasHapusThis
BalasHapushujan dan kehilangan, sendu mas
BalasHapusizin copas bang,,, :)
BalasHapusizin copas bang,,, :)
BalasHapuskarena dengan hujan, kita nggak butuh shower untuk menangis.. tanpa ketahuan.
BalasHapus