Maaf Dik, Kakak Terlalu Sibuk

Dari semua hal yang datang lalu hilang, ada beberapa hal yang saya rindukan. Berlari riang di bawah rinai hujan, mengambil beberapa permen di warung depan rumah tapi tidak bilang-bilang. Atau menyembunyikan baju dalaman ibu di bawah tempat tidur, sebab saya sungguh menyukai teriakan ibu dari dalam kamar yang mencari-cari hingga kelimpungan. Saya kerap cekikikan sambil berlalu dan berlari membawa layangan ke lapangan. Tak menghiraukan ibu yang mengacungkan baju dalamannya dengan mata melotot memberi ancaman.

Ada sesuatu —entah bernama apa— di masa kanak lalu yang membuat hidup terasa menyenangkan. Tidak ada persoalan angka-angka yang membuat segala hal diukur menjadi beda, selain menghitung dan menjawab tuntas PR matematika, —tentu saja. Tak ada selisih paham yang membuat hilang akal dan rasa kemanusiaan karena di buku pelajaran pendidikan moral dasar telah tertera rapi bagaimana contoh cara untuk menghargai dan bertoleransi. Penyeragaman hanya ada pada hari Senin, itu pun karena ada upacara bendera. Perbedaan menjadi pilihan menyenangkan karena siapapun boleh menjadi apa saja yang mereka inginkan. Tak ada yang saling sindir atau baku hantam saat ada yang menjadi Superman, Batman, Robin, Joker, bahkan Si Buta Dari Goa Hantu, karena menjadi beda adalah pilihan.

Di titik nadir kecemasan saya mulai bertanya. Seiring bertambahnya usia, haruskah mendewasa? Sebab dewasa terasa begitu menyebalkan. Saling sapa dan tertawa saat bertemu, lalu membicarakan aib hingga menggunung saat sudah saling berpaling punggung. Menjejak langkah kaki cepat bertap-tap di pagi buta lalu diperkosa kesibukan hingga lupa kapan menikmatinya. Berhaha-hihi di jagat maya, menyapa siapa saja di penjuru dunia, sementara tak hafal siapa nama tetangga di samping rumahnya.

Lalu mengapa pula harus menjadi dewasa? Jika pada akhirnya, hanya membuat manusia telah mati bahkan sebelum sempat kehilangan nyawa.

Mungkin suatu kali, kita perlu membangunkan anak kecil yang sempat tertidur di dalam jiwa. Untuk kembali berbahagia pada hal-hal sederhana.

5 komentar:

  1. mampir juga mas aih http://www.adhit25.co.vu/2015/07/marry.html

    BalasHapus
  2. ini kenapa bener banget sih ya lih... lih... malih.... *eh hahhaa

    BalasHapus
  3. Baru ini baca blog nya mas air, dan ini blogpost pertama yang ki baca.

    Hmmmmm
    Kok tulisannya bagus yah?
    Bijak sekali :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. *mas aih
      *pertama ku baca

      #maaftypo

      Hapus
    2. lebih baik typo dari pada telat menyadari bahwa kita hanya pilihan di saat tak ada pilihan.

      Hapus

Kategori Utama