halo!


halo. selamat pagi. sudahkah matahari terbit dari mendung matamu. ataukah sendu masih setia membuatnya menjadi kelabu?

halo. selamat pagi. masihkah aku menjadi ingin dalam anganmu? bayang yang kau cipta saat rindu menelusup lamunmu?

halo. selamat pagi. masihkah kita menjadi cerita yang kau simpan di langit kepalamu? atau sudah ada semesta lain yang membuatmu terpaku?

halo. selamat siang. masihkah harapan yang pernah kita rencanakan menjadi penerang harimu? atau telah berceceran hingga tak bisa dirapikan?

halo. selamat siang. masihkah lengkung senyumku yang kau simpan menjadi penyemangat langkahmu? atau telah tergantikan oleh pelangi baru?

halo. selamat siang. masihkah fotoku tersimpan dalam dompetmu? menjadi pelipur lara meski yang kau punya hanya lima lembar dua ribu?

halo. selamat siang. masihkah kenangan kita menjadi satusatunya hal yang membuatmu mau melangkah maju? atau keyakinanmu telah beranjak ragu?

halo. selamat sore. masih adakah debar rindu yang tak pernah kau anggap sepele? sebuah alasan agar pertemuan kita segera datang tanpa bertele-tele?

halo. selamat senja. masih adakah pesona matamu yang berbinar jingga? sesuatu yang selalu betah kupandangi berkali-kali dan berlama-lama.

halo. selamat petang. masihkah doa-doa kau panjatkan dalam khusyukmu yang biru? lafadz-lafadz paling semoga tentang kita agar berbahagia?

halo. selamat malam. masih adakah hari saat kau tak mampu bersabar menemuiku dalam mimpimu. atau segala hal telah hilang dan menjadi abu?

halo. ini aku. cinta yang kau tinggal pergi. yang memeluk dirinya sendiri.
Selengkapnya

ini tentang seseorang yang memeluk bayangannya sendiri. merasa jiwanya telah mati selepas ditinggal pergi.



kita pernah, —pada satu fase ketika kita belum mengenalnya— menjadi seseorang yang berbahagia. memiliki selaksa alasan untuk tertawa. bergembira atas segala kesederhanaan hidup yang kita punya.

lalu pada satu waktu. ia datang. dengan tingkah lucu dan memesona. membuat kita jatuh cinta dalam pikatnya yang paling pekat.

rasanya dunia menjadi lebih istimewa dan sempurna. meski sendiri itu baik, ternyata berdua jauh lebih indah. lebih mewah.

tanpa sadar, perlahan kita menjadikan ia sebagai satu-satunya alasan tuk berbahagia. tak ada kebahagiaan yang dapat menggantikan selain selalu berdekatan dan bersamanya.

lalu semua raga dan jiwa yang dulu utuh tanpa cela, perlahan luruh ke dalam ia. menyatu bersama debar dan jiwanya.

maka keakuan yang dulu kita punya untuk tetap hidup dalam sederhananya kesendirian pelan—pelan menghilang. tergantikan dengan keberadaan ia sebagai semesta yang lain. sebuah ruang yang diciptakan khusus untuk kita masuki.

lalu sialnya, masa yang paling dihindari itu datang. ketika semua harapan tak sesuai kenyataan. saat kebahagiaan secara simultan menjelma menjadi perpisahan yang memuakkan. pesona yang dulunya paling dipuja, menjadi tahi kucing yang siap dimuntahkan.

ia pergi jauh menghilang. meninggalkanmu tersungkur dan terseok tepat di belakang. tak peduli pada semesta lain yang sengaja kau cipta untuk kau sematkan kepada ia.

di titik nadir rasa kehilanganmu, kau benar-benar tersadar. hal yang tadinya kau kira hanya akan kehilangan ia, ternyata lebih mengerikan dari yang nampak dan terasa.

kau kehilangan kendali atas dirimu sendiri. seolah kau sudah lebih dulu mati sebelum sempat kehilangan nyawa. keakuan dan segenap jiwamu turut menghilang bersamanya.

lalu pada sudut inilah kau berada sekarang; duduk termenung mendekap lutut. memeluk bayanganmu sendiri, —satu-satunya hal yang tak meninggalkanmu pergi.

seolah melupakan kebenaran fakta bahwa; kita pernah, —pada satu fase ketika belum mengenalnya— menjadi seseorang yang berbahagia. memiliki selaksa alasan untuk tertawa. bergembira atas segala kesederhanaan hidup yang kita punya.

maka, kini perkenankan saya bertanya. jika dulu saja kita pernah berbahagia meski tak pernah ada ia, mengapa sekarang tidak?

Selengkapnya

Selamat Merayakan Kehilangan


ada satu fase dalam hidup. suka atau tidak. terpaksa atau tidak. mau atau tidak. kau kehilangan banyak hal dalam waktu yang bersamaan. seolah dunia berkonspirasi untuk menarikmu jatuh ke lubang paling pengap yang gelap dan dalam.

lalu kau meronta ingin keluar. terlepas dari segala kekang dan kembali naik ke permukaan. namun, alih-alih melihat cahaya, kau malah mendapati kakimu terpaku hingga tak bisa bergerak. semua harapan yang dulu sempat menyala kian meredup bersamaan dengan rasa putus asa yang mulai menggelayut manja di depan mata.

tak ada lagi jalan keluar, —katamu di waktu kemudian. selanjutnya kau mulai belajar menikmati ketidakberdayaan dan segala kenestapaan yang kau rasakan. menjadikannya sebagai teman dalam menjalani penderitaan. kau dapati dirimu kian usang bersama kerapuhan dan kebinasaan. kau sudah lebih dulu mati bahkan sebelum malaikat sempat mencabut nyawamu.

lalu di titik nadir kehidupanmu, —sebelum sempat kau semakin jauh menghancurkan dirimu sendiri. muncul titik-titik cahaya di kejauhan. bersama dengan tali yang turun satu per satu. sebuah pertolongan yang telah lama kau harapkan. untuk menarikmu keluar dari segala kenestapaan yang begitu lama menjatuhkanmu. mereka adalah keluarga, sahabat, teman, yang selama ini kau lupakan. datang bersama dengan senyum paling menenangkan. dengan tulus menggenggam tanpa mempedulikan pada betapa tak acuhnya dirimu pada mereka di masa silam. mengeratkan lagi asa di rongga dadamu yang terdalam.

hingga, di sinilah kau tiba. berdiri dengan pijakan kaki yang lebih tegak. bersama dengan kekuatan yang lebih tegar. diiringi dengan kesabaran yang jauh lebih besar. menjadikanmu lebih tangguh untuk menghadapi kehilangan-kehilangan berikutnya di masa depan.

sebab hidup hanya sementara, maka kehilangan pun akan berakhir, —pada akhirnya.

selamat merayakan kehilangan.
selamat menemukan dirimu yang lama hilang.
Selengkapnya

Kategori Utama