ini tentang seseorang yang memeluk bayangannya sendiri. merasa jiwanya telah mati selepas ditinggal pergi.



kita pernah, —pada satu fase ketika kita belum mengenalnya— menjadi seseorang yang berbahagia. memiliki selaksa alasan untuk tertawa. bergembira atas segala kesederhanaan hidup yang kita punya.

lalu pada satu waktu. ia datang. dengan tingkah lucu dan memesona. membuat kita jatuh cinta dalam pikatnya yang paling pekat.

rasanya dunia menjadi lebih istimewa dan sempurna. meski sendiri itu baik, ternyata berdua jauh lebih indah. lebih mewah.

tanpa sadar, perlahan kita menjadikan ia sebagai satu-satunya alasan tuk berbahagia. tak ada kebahagiaan yang dapat menggantikan selain selalu berdekatan dan bersamanya.

lalu semua raga dan jiwa yang dulu utuh tanpa cela, perlahan luruh ke dalam ia. menyatu bersama debar dan jiwanya.

maka keakuan yang dulu kita punya untuk tetap hidup dalam sederhananya kesendirian pelan—pelan menghilang. tergantikan dengan keberadaan ia sebagai semesta yang lain. sebuah ruang yang diciptakan khusus untuk kita masuki.

lalu sialnya, masa yang paling dihindari itu datang. ketika semua harapan tak sesuai kenyataan. saat kebahagiaan secara simultan menjelma menjadi perpisahan yang memuakkan. pesona yang dulunya paling dipuja, menjadi tahi kucing yang siap dimuntahkan.

ia pergi jauh menghilang. meninggalkanmu tersungkur dan terseok tepat di belakang. tak peduli pada semesta lain yang sengaja kau cipta untuk kau sematkan kepada ia.

di titik nadir rasa kehilanganmu, kau benar-benar tersadar. hal yang tadinya kau kira hanya akan kehilangan ia, ternyata lebih mengerikan dari yang nampak dan terasa.

kau kehilangan kendali atas dirimu sendiri. seolah kau sudah lebih dulu mati sebelum sempat kehilangan nyawa. keakuan dan segenap jiwamu turut menghilang bersamanya.

lalu pada sudut inilah kau berada sekarang; duduk termenung mendekap lutut. memeluk bayanganmu sendiri, —satu-satunya hal yang tak meninggalkanmu pergi.

seolah melupakan kebenaran fakta bahwa; kita pernah, —pada satu fase ketika belum mengenalnya— menjadi seseorang yang berbahagia. memiliki selaksa alasan untuk tertawa. bergembira atas segala kesederhanaan hidup yang kita punya.

maka, kini perkenankan saya bertanya. jika dulu saja kita pernah berbahagia meski tak pernah ada ia, mengapa sekarang tidak?

3 komentar:

Kategori Utama