Tentang Perempuan Saya

Saya rasa bukan hal yang mengada-ngada saat Mahatma Gandhi berkata, “Where there is love, there is life.” Sebab, saya paham betul bagaimana rasanya menemukan kembali repih-repih kehidupan yang telah lama hilang disebabkan oleh cinta.

Ini tentang perempuan saya.
Saya mengenalnya lewat beribu-ribu huruf yang tersebar acak di jagat maya. Di antara derit sajak-sajak sendu yang beradu. Di antara puisi-puisi elegi yang menangisi sepi. Berkelindan sebagai satu yang teristimewa. Perempuan ini cantik dan menarik, tetapi bukan puteri maha raja. Perempuan ini santun dan bersahaja, tetapi bukan hamba.

Pernah dalam beberapa kali kesempatan ia terlihat begitu manja, seperti seorang anak kecil yang tak pernah beranjak dari ketiak ayahnya saat bermain. Namun, di lain waktu, ia menjadi seorang perempuan tangguh yang mandiri dalam memperjuangkan haknya untuk berbahagia. Ia indah dengan caranya.

Ini tentang ia.
Perempuan yang memiliki keteduhan di dadanya. Rumah yang saya tuju untuk pulang dan merebah lelah. Tempat memakamkan rindu-rindu yang sudah lebam dan membiru dalam pelukannya. Banyak orang bilang bahwa untuk membuat seseorang jatuh cinta adalah dengan membuatnya tertawa, tetapi saya justru jatuh cinta saat melihat ia tertawa. Ada sesuatu —entah bernama apa— yang membuat saya selalu betah menatapnya berkali-kali dan berlama-lama.

Ia adalah seseorang yang bawel dalam urusan mengomeli kecerobohan dan keteledoran saya terhadap hal-hal kecil yang remeh. Seolah hidupnya tak tenang bila melihat gelas dan mangkuk di meja makan saya tidak tertata dengan rapi. Seolah kedamaian akan segera padam bila saya lupa membersihkan sisa makanan yang kadang (atau mungkin seringkali) tertinggal di sekitar bibir saya. Ia adalah sebuah perwujudan dari kata teliti (kalau tak mau menyebutnya sebagai perfeksionis). Namun, ia menjadi begitu lembut saat mengusap kepala saya saat segala hal terasa tak waras dan memusingkan. Dekapnya adalah satu-satunya hal paling masuk akal yang saya punya.

Perempuan ini adalah seorang sabar yang menyabarkan, seorang yang tabah dan menabahkan. Ia selalu mampu memaafkan dan memberi kesempatan, meski saya tahu banyak kesalahan terlewat batas yang saya lakukan, entah saya sengaja maupun tidak. Ia selalu mau memberi saya waktu untuk memperbaiki diri, sebab ia tahu bahwa saya ingin selalu menjadi seseorang yang pantas untuk memperjuangkannya. Ia tak pernah mengungkit kesalahan sebab baginya memaafkan adalah melupakan.

Ini masih tentang ia.
Perempuan cerdas yang memiliki segala. Bagi saya, isi kepalanya adalah kegembiraan pasar malam. Padanya saya tersesat dengan sukarela. Menjadi seorang anak kecil yang riang bermain hingga tak terpikir pulang.

Ini masih tentang perempuan saya.
Seseorang yang selalu mampu menerjemahkan isi kepala saya yang penuh dengan dongeng-dongeng mustahil dan ide-ide gila. Ia tak pernah lesu saat mendengarkan saya bercerita. Ia selalu bisa membuat saya merasa menjadi lelaki hebat saat saya menjadi diri sendiri sebagaimana adanya. Ia tak pernah mengeluh meski segala hal yang saya bicarakan sebenarnya membosankan dan mengherankan. Ia tahu bagaimana cara memuliakan lelakinya.

Ini tentang kau, Tiara Rismala.
Seseorang yang selalu bisa membuat saya jatuh cinta.

Terima kasih untuk 577 hari penuh cerita. Mari menghitung lebih banyak lagi untuk waktu-waktu mendatang.
Tetaplah bergenggaman dan jangan pernah merenggang.

Aku menemukan diriku saat aku tenggelam ke dalammu.

Jogjakarta, 5 Mei 2015



4 komentar:

Kategori Utama