Pada Suatu Hari Nanti


pada suatu hari nanti, aku ingin mengajakmu pergi. menemui kepala-kepala baru. menghirup aroma-aroma baru. melangkah di jalan yang belum pernah kau temui. bercengkerama bersama orang-orang yang baru kau kenal. berbincang tentang berapa harga bibit padi dan cabai. merunduk bersama para petani, membantu mereka bercocok tanam. lalu sore harinya akan kuajak kau menyeruput teh manis hangat sambil memandangi langit senja yang merekah merah. kemudian, saat kau sedang menganga karena terpesona melihat langit sore yang pukau setelah letih seharian bekerja, aku akan mencuri kecup pipimu. sebab, semu merah di pipimu jauh lebih memesona dari langit senja.

pada suatu hari nanti, aku ingin mengajakmu ke pantai. membaui aroma laut yang khas. lalu bermain layang-layang karena angin pantai terlalu kencang jika hanya berfungsi untuk membuat rambut berantakan. berlarian seperti anak kecil yang akan diberi hadiah oleh ayah. kemudian, aku akan mengajakmu bergulung-gulung di sepanjang tepian pantai, membiarkan air laut membasahi tubuh kita berdua. lalu pada saat kau tengah lengah karena sibuk membersihkan pasir yang menempel di kulitmu, aku akan memelukmu erat-erat, lantas mencium keningmu lekat-lekat. memikati setiap inchi wajahmu yang terlihat rikuh karena mendapat kejutan yang menyenangkan.

pada suatu hari nanti, kita adalah sepasang kecup yang saling melumat aduh dari bibir masing-masing. sepasang dekap yang selalu setia memeluk saat gigil malam membuat gigi-gigi kita bergemelutuk. sepasang tubuh yang saling butuh lenguh. berpilin menyatu untuk sama-sama mencapai puncak berahi.

pada suatu hari nanti, semua itu bisa saja terjadi. andai tak ada abai yang badai. andai tak ada kau yang berlalu pergi meninggalkanku yang merasakan cinta sendiri.



Jakarta, 24 November 2014.
...di atas commuter line dalam perjalanan menuju pasar senen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kategori Utama