Nulis Mah Nulis Aja

Rasanya udah lama banget. Nulis bebas tanpa keteraturan. Menuangkan segala kata yang ada di dalam pikiran tanpa perlu pusing-pusing memikirkan rima, diksi, dan segala tetek bengek lainnya agar tulisan terlihat indah. Kadang kala, keteraturan lebih mudah membuat kejenuhan, keseragaman kata yang mungkin itu-itu saja cenderung membuat bosan, jengah, dan menimbulkan efek "Apaan sih lo? Itu mulu yang dibahas". Justru malah sebaliknya, ada beberapa hal yang akan lebih terlihat keindahannya dalam bentuk kebebasan tanpa keteraturan. Rona pelangi, aurora, dan lain sebagainya.

Apapun itu. Buat gue, nulis mah ya nulis aja. Tulis saja semua kata yang dikehendaki hati dan pikiran untuk dituangkan. Menulislah karena menulis itu menyenangkan. Hal itu juga yang kerap membuat gue belajar untuk terus nulis. Biarin aja orang bilang apaan terkait penilaian mereka tentang tulisan yang gue buat. Telen aja bulet-bulet. Lah mereka aja bisa nilai kan karena baca dulu. Jadi ya terima saja. Masih mending mereka mau baca. Hahaha

Waktu nulis tulisan ini, hujan belum berhenti sejak seharian. Pelataran rumah udah jelek dan kotor banget kena tempias sama daun-daun jatuh yang kebawa angin. Jadi kepikiran bisa berubah jadi sapu sama payung. Biar kalau hujan masih bisa bersihin rumah tanpa kebasahan.

Hujan itu ikhlas banget ya? Terus menerus turun. Lalu tiba-tiba berhenti. Entah esok, lusa, atau lain waktu bakal datang lagi. Gak peduli dianggap membawa sejuknya hari atau dicap sebagai perusak momen-momen kebahagiaan hati. Ikhlas datang. Ikhlas pergi. Ikhlas untuk kembali lagi.

Semestinya, dalam nulis juga kayak gitu. Ikhlas. Gak peduli pada penilaian baik. Gak peduli pada penilaian buruk. Terus aja nulis. Sebab dalam keterbiasaan kita mampu belajar banyak hal. Pembelajaran dan pengalaman agar tulisan dapat terus berkembang. Gak ada sejarahnya orang tekun dapat hasil yang sia-sia. Setidaknya, itu adalah upaya untuk memperbaiki apa yang pernah diusahakan. Ketekunan, pada akhirnya akan membawa kedamaian dan ketenangan di hati kita sendiri. Sebab, cepat merasa puas hanya akan membuat kita diam. Hingga akhirnya tak mencapai hakikat perubahan.

Nulis mah nulis saja. Seperti hujan. Ikhlas. Gak peduli pada penilaian baik. Gak peduli pada penilaian buruk. Terus aja nulis. Sampai suatu saat datang keindahan paling dinanti; pelangi. Saat ketika seseorang dengan senyum berkata, "Terima kasih atas tulisannya, sungguh menginspirasi." Atau di lain waktu membaca komentar salah satu pembaca, "Terima kasih atas tulisannya, banyak makna yang dapat dipahami. Teruslah menulis."

Tak ada kebahagiaan paling besar selain penghargaan tulus tanpa kebohongan.

Menulislah untuk kebahagiaan dirimu sendiri.
Selengkapnya

#CurhatDuka Perihal Cinta dan Kenangan Lalu

Hai mas Galih. Aduh bingung harus manggil apa :|
Pake gue-lo aja kali ya? Biar lebih santai haha
Gue salah satu stalker akun lo @Mas_Aih yang sampai saat ini gak follow lo.
Sebenernya sih alasan gue gak mau follow lo *atau mungkin* belom mau, gue menghindari diri gue dari segala bentuk tweet kegalauan. Yah sejauh yang gue liat, tweet lo ngena semua sama gue uhuk.. Kayak tweetnya si @benzbara_ tuh, sampai akhirnya gue mutusin buat unfollow dia saking gue gak mau larut dalam kegalauan terus. huhuhu

Oke balik ke email gue ini ya..
Sebelumnya gue gak pernah nih ikutan curhat-sama-orang-yang-nggak-gue-kenal. Tapi kayaknya gue patut nyoba curhat sama lo :)
Daripada kebanyakan basa-basi yang basi, gue langsung ya.

Gue Namira (nama saya samarkan), oke mungkin itu gak penting haha
Gue baru melepas masa terikat gue *putus* sekitar 5 bulan yang lalu, ya September.

Setelah putus itu, gue sempet deketin sama beberapa cowok. Tapi ada 1 cowo yang bikin gue nyaman sama dia. Sebenernya udah lama gue kenal dia dari temen gue. Tapi karena kita masing-masing punya pasangan ya gak pernah ada kontak antara kita.
Nah, saat gue putus itu, ternyata dia juga udah putus sama ceweknya.
Jadilah kita makin deket. Dia perhatian sama gue. Oke gue tahu mungkin perhatian aja gak cukup. Tapi gue beneran nyaman sama dia, gue seneng setiap kali dia telepon gue. Gue seneng cara dia negur kalo gue bikin salah. Ya intinya begitu deh.

Tapi sekian lama kita deket, gak ada yang ngungkapin perasaan masing-masing. Karena mungkin emang kita gak pernah serius kali ya kalo lagi ngobrol.
Sampai akhirnya lama-lama gue sadar, dia belom sepenuhnya move on dari mantannya. Ya, mantannya yang ninggalin dia untuk menghadap Yang Kuasa.
Iya sih gue tau, gue sadar, gue juga belom bisa 100% move dari mantan gue. Tapi gue gak lagi galauin mantan gue kok. Beda sama dia yang terus-terusan ngungkit mantannya itu.

Gue pernah baca tweet dia yang bilang bahwa dia trauma untuk buka hatinya lagi. Bah! Shock-lah gue. Jadi kedekatan gue selama ini sama dia itu dia anggep apa? :(
Kalo dia aja trauma, dan masih mengenang mantannya itu, apa jadinya gue?

Jujur ya, gue sih emang gak mau ada ikatan antara gue sama dia.
Karena gue males ngejalin hubungan LDR lagi (dia di Bogor, gue di Jakarta)
Karena gue udah pengalaman LDR dan selalu gagal. Gak tahu deh letak kesalahannya dimana.

Tapi gue cuma mau dia jujur aja tentang perasaan dia ke gue.
Masa iya perhatian yang dia kasih selama ini buat gue gak ada artinya.
Masa dia ngasih perhatian tanpa d landasi rasa.

Udah ah curhatnya, ngantuk gue.
Makasih ya udah mau baca :)

Dan makasih juga kalo lo berkenan ngasih pencerahan buat gue :')
Dadaaaahh mas Galih.

-----------------------------------

Mas Aih menjawab:


Rasa nyaman kerap menjadi pintu awal masuknya sebuah perasaan. Semua pernah mengalami hal itu. Tapi, seringkali rasa nyaman itu juga yang membuat seseorang tak berani melakukan pengungkapan. Hanya karena ia belum mau merasakan lagi rasa nyamannya berubah menjadi kekecewaan oleh sebab hubungan yang pernah dirasakan sebelumnya tak sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam banyak kasus, masa lalu masih menjadi pasal yang kerap diperdebatkan. Bukan salah kamu ataupun ia. Walau bagaimana pun, masa lalu juga yang pada akhirnya membuat kamu bertemu dengan ia. Maka, yang harus kamu lakukan adalah; jika kamu merasa ia adalah keping perasaan yang patut kamu perjuangkan, maka jangan sia-siakan. Lambat laun ia akan paham bahwa perhatian yang juga kamu berikan kepada dia adalah bentuk rasa sayang kamu kepada ia. Bersabar sejenak, jangan begitu paksa ia untuk langsung lepas dari masa lalunya. Yang terpenting adalah bagaimana kamu menjadikan diri kamu sendiri sebagai seseorang yang pantas ia jadikan tambatan selepas kenangan masa silam. Ajak bertemu, bicarakan segala macam hal dengan dia. Dan pada akhirnya, ungkapkan kejujuran hati kamu. Dan sebelum kamu lakukan itu semua, pastikan hati kamu memang berkata bahwa ia adalah hal yang patut untuk diperjuangkan. Ikuti kata hati, meski ia terdengar lirih.

Pun jika pada akhirnya hati kamu merasa harus melepaskan, maka relakanlah. Yang tak pantas tergenggam, sudah sepatutnya untuk dilepaskan. Tak perlu buru-buru mencintai, apalagi kalau sampai mencintai ubur-ubur :p

Perihal sering kandasnya hubungan kamu ketika berjarak, kamu tahu sendiri jawabannya.
Belum ada rasa percaya dan rasa memiliki yang kuat, sehingga merasa baik-baik saja ketika dihinakan waktu dan jarak yang berjauhan. Hingga akhirnya, perpisahan menjadi jalan.

Santai saja, tak perlu rumit-rumit memaknai perasaan. Rasakan secukupnya. Pada akhirnya, cinta tak pernah salah mengenali muaranya.
Salam.


*Jadi, suatu kali saya pernah iseng bikin tweet:
Terima #CurhatDuka di (galih.hidayatullah@ymail.com)
Dan ternyata, ada yang beneran curhat.
Buat kamu yang terluka dan ingin #CurhatDuka, dipersilakan. Bila saya sempat, saya jawab :p
Selengkapnya

Hujan di Tepian Senja

"Aku ingin dekapmu dalam menghadapi dinginnya cerita. Menjadikannya sebagai pelukan hangat untuk menemani gigil yang ditawarkan senja."

Mungkin kau sedang sibuk merajut benang-benang jingga di antara sekumpulan awan saat ini. Atau berlarian di antara rinai hujan yang berderai ritmis di sepanjang tepian pantai. Menjejak langkah kaki yang kemudian terhapus buih-buih ombak. Atau kau mungkin sedang menyesap segelas teh panas untuk sekadar menikmati senja merona di antara pendar jingga yang mengekor cakrawala.

Di surga, segala keinginan hanya perlu diminta 'kan? Aku percaya kau sedang berbahagia di sana. Menikmati segala kebahagiaan tanpa perlu usaha yang berlebihan. Hanya tinggal merajuk dan membujuk Tuhan agar dapat mengabulkan apa yang kau angankan. Itu yang kupikirkan.

Di sini, langit begitu setia memuntahkan hujan. Membuat hari begitu basah oleh bulir-bulir air yang menggenang. Dan aku, masih belum beranjak dari tempat duduk di depan beranda rumah. Meminum segelas kopi hitam panas untuk sekadar menghangatkan paras. Dengan kepala yang disesaki segumpal kenangan yang belum juga terlepas.

Maafkan aku yang belum sepenuhnya ikhlas melepas kepergianmu. Nyatanya, segala kesabaran dan keteguhan hati dalam menghadapi kehilangan yang selama ini kugaungkan, belum benar-benar mampu untuk menenangkan dan mendamaikan perasaan. Aku masih belum lupa bagaimana renyah suaramu kala tertawa. Juga gelitik canda yang mengulas senyum dalam setiap pertemuan kita. Atau tentang bagaimana sendu matamu ketika tangis menganak sungai di pipimu. Lalu dengan naluri kelaki-lakianku mendamaikanmu dengan lembut belai di kepalamu dan menyediakan tegap pundak untuk memberikanmu sandaran. Semua masih tergambar jelas, dalam sebuah mozaik kenangan berbentuk kita.

Sayang, apakah di surga ada tangis?
Sebagaimana rengekan hatiku yang ringkih dalam melepasmu pergi.
Seperti halnya sungai yang mengalir lembut di bawah taman-taman surga.
Aku berharap Tuhan tak terlampau tega mencipta air mata di surga. Biarlah kau merasakan gegap gempita kebahagiaan dalam keabadian selama-lamanya. Tertawa lepas menikmati segala keindahan yang ditawarkannya.


Hujan belum juga reda. Dan aku masih ingin mengenangmu lebih lama.






Berbahagialah di sana.
Surga yang mengalir sungai di bawahnya.

Peluk hangat.
Dari lelakimu yang merindu.
Selengkapnya

Kategori Utama